BAB 6 Permintaan Maaf

751 161 25
                                    

Pagi ini, Darto datang lebih cepat dari biasanya. Bukan karena dirinya sedang rajin ke sekolah. Bukan juga ingin mengerjakan PR-nya yang belum selesai. Bukan, itu terlalu mustahil, sebab Darto hampir gak pernah mengerjakan PR maupun tugas sekolahnya. Alasan sebenarnya Darto datang lebih pagi di hari Kamis ini adalah untuk menemani Aisa minta maaf pada Yuna.

Setibanya di kelas, Darto celingak-celinguk dan mendapati suasana kelasnya yang masih sepi. Bahkan Aisa sendiri pun belum datang, dan jangan pula mencari Udyn, sahabatnya itu adapah spesialis datang terlambat. Udyn biasanya baru akan tiba 10 detik sebelum bel masuk.

Darto memutuskan untuk menaruh tas--yang hanya berisi satu buku tulis--di bangkunya. Setelahnya, Darto kembali ke koridor depan kelasnya, menyandar pada pagar, menatap ke arah lapangan yang ada di bawah.

Satu per satu siswa maupun siswi mulai berdatangan, ada yang naik kendaraan sendiri, ada yang diantar oleh orang tuanya, ada yang naik angkutan umum ataupun ojek online, dan ada juga yang naik mobil jemputan. Sampai akhirnya, mata Darto menangkap sesosok cewek yang dia benci, Yuna.

Yuna baru saja keluar dari mobil Jazz bewarna merah yang berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Setelahnya, cewek itu berjalan dengan anggun menuju gedung jurusan IPA yang bersebrangan dengan jurusan Darto yaitu IPS. SMA Palapa memang memiliki dua gedung yang dipisah oleh lapangan di tengahnya, dua gedung yang juga mewakili dua jurusan yaitu IPA dan IPS.

Atas dasar itulah, persaingan klasik antara anak IPA dan IPS tergambar dengan sangat jelas di SMA Palapa. Walaupun semua murid di kedua jurusan itu tetap sepakat mengakui, bahwa Darto adalah 'Jawara' nya SMA Palapa.

"Darto!"

Darto lantas menoleh ke seseorang yang memanggilnya, siapa lagi kalau bukan Aisa yang baru saja tiba.

"Ya ampun, rajin banget lo," kata Aisa seraya mengulas senyumnya, Darto juga ikut tersenyum.

"Gue dateng pagi buat nemenin lo minta maaf," timpal Darto.

"Oh iyaya gue lupa hehe, ya udah tunggu ya. Gue naro tas dulu." Aisa kemudian masuk ke dalam kelas.

Setelahnya, cewek itupun kembali keluar.

"Ayo," ajak Darto, tapi Aisa malah menggeleng pelan.

"Gladi resik dulu," kata Aisa.

"Gladi resik?" Darto lantas menaikan kedua alisnya.

Aisa pum menggenggam kedua tangan Darto, membuat si anak nakal itu terkejut. Aisa menatapnya penuh harap, sebelum akhirnya cewek itu mulai berucap.

"Yuna, tolong maafin aku. Jangan keluarin aku dari OSIS. Aku janji gak bakal ngulangin hal yang sama lagi. Aku bakalan tegas sama semua siswa yang ngelanggar termasuk temenku sendiri. Jadi, maafin aku ya, Na. Please," tutur Aisa, dengan wajah yang penuh penyesalan.

"Gimana to?"

Darto lantas berkedip beberapa kali, sambil menelan ludahnya. Alih-alih mendengarkan permintaan maafnya Aisa, Darto malah terpaku pada wajah cantiknya Aisa.

"Eh eh, iya bagus kok kalimatnya," kata Darto sedikit gugup.

"Udah boleh di lepas belom nih pegangan tangannya?"

Mendengar hal itu, Aisa lantas melepaskan tangan Darto. Pipinya seketika merona malu, niat hati hanya ingin menjiwai agar dia gak gugup saat nanti meminta maaf pada Yuna. Aisa malah terjebak dalam situasi yang awkward dengan Darto.

"Asalamualaikum, Udyn yang punya empang bertingkat datang!"

Suara itupun sukses memecahkan kecanggungan antara Darto dan Aisa. Udyn--sang pemilik suara--baru saja tiba di kelas dengan sekotak nasi uduk di tangannya, karena sudah pasti Udyn akan ke kantin terlebih dahulu, sebelum ke kelas.

𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝑫ᴀʀᴛᴏ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang