BAB 32 Kadang Udyn bijak juga.

635 138 33
                                    

"Apa aku harus nangis dulu!? Apa aku harus tampar dulu!? Biar kamu mikir, biar kamu berubah, hah!?"

Yuna kembali menghempaskan tangan Darto, benar-benar gak perduli, betapa sesaknya Darto. Tapi andai saja Darto tau, kalau Yuna berkali-kali lipat lebih sesak, ketimbang dirinya. Sebab sudah ada rasa yang tumbuh, di dalam hatinya.

"Yuna! Ck." Darto mengusap kasar rambutnya, bingung harus berbuat apa.

Yuna melangkah, hendak masuk ke dalam rumahnya. Namun, langkahnya terhenti, karena ternyata ada Ayahnya yang sedari tadi berdiri di depan pintu, melihat apa yang terjadi diantara mereka berdua.

"Ayah liat sendiri, kan? Masih mau jodohin aku sama dia?" tanya Yuna, menatap sang Ayah yang juga menatapnya.

Pak Alingga diam, seraya menghela nafas berat. Matanya bergulir, ke arah Darto yang tengah duduk sambil menunduk lesu. Sementara Yuna sudah tau, jawaban ayahnya, lewat gelagat yang ditunjukannya. Seumur-umur, baru kali ini, Yuna merasa kesal sama ayahnya.

Yuna lantas melanjutkan langkahnya ke dalam rumah, seraya berkata.

"Ayah anter aku."

"Terus Darto gimana? dia udah jemput kamu lho," Pak Alingga menimpali dengan santainya.

Yuna berbalik, menatap Ayahnya jengah. Halo? Ayah? Apa Ayah gak lihat bagaimana sikapnya Darto tadi? Ya ampun. Yuna benar-benar gak percaya, Ayahnya seperti cuek meski melihat air mata Yuna yang sudah membasahi sebagian wajahnya.

"Ayah! Ayah denger, kan? Dia bilang capek! Yuna juga capek! Mau sampai kapan pun Yuna sama dia gak bisa sama-sama ...." Yuna menjeda kalimatnya, buat menyeka air matanya. "Ayah, please, batali–"

"Yuna!" Pak Alingga menggeram, sambil menatap Yuna tajam.

"Ck, tau ah! Yuna males sekolah hari ini!" Yuna berbalik, dan melangkah masuk ke dalam kamarnya.

Bam!

"Astagfirullah, ada apa, Mas!?" Bu Wulan datang dari dapur dengan tergesa, sambil menggendong Yola.

Pak Alingga hanya menggeleng samar, seraya menghela nafasnya. Lalu kembali berjalan menuju ruang makan, sementara Bu Wulan menengok ke depan rumah, dan melihat Darto yang pergi memacu vespanya. Merasa ada yang aneh, Bu Wulan pun berbalik, menemui suaminya.

"Mas?" Bu Wulan mendudukan dirinya di kursi pinggir meja makan, berhadapan dengan suaminya. Mencoba meminta sedikit penjelasan, atas apa yang baru saja terjadi.

"Biasa, berantem. Namanya juga anak muda," Pak Alingga menjawab, seraya menyeruput kopinya dan kembali membaca berita online di tab-nya.

Tatapan penasaran Bu Wulan pun berkurang, dia lantas memanyunkan bibirnya seperti huruf 'O' sambil manggut-manggut.

"Terus, Mas diem aja?" tanya Bu Wulan.

"Iya."

"Lho kenapa, Mas? Kok malah diem aja." Bu Wulan mengkerutkan keningnya.

"Biarin mereka belajar, gimana caranya nyelesain masalah," ujar Pak Alingga, begitu tenangnya.

"Tapi–"

"Mereka yang ngejalanin, mereka yang ngerasain, jadi biarin mereka juga yang nyelesain, Bu," sergah Pak Alingga. Lagi, Bu Wulan hanya manggut-manggut.

Waktu pun terus bergulir. Untuk hari ini, semua berjalan gak seperti biasanya di rumah Yuna. Sebab hanya Ayah, Ibu, dan Adiknya Yola saja yang sarapan bersama, sementara Yuna mengurung diri di dalam kamarnya dan Darto sudah pergi entah kemana.

𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝑫ᴀʀᴛᴏ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang