BAB 50, Terlambat untuk menyadari.

589 118 18
                                    

"Apa sudah terlambat untuk bilang maaf?
Karena aku rindu dirimu, bukan sekedar tubuhmu." Justin Bieber, Sorry.

🌹

Tangis Yuna langsung pecah, ketika cewek itu sudah masuk ke dalam kamarnya. Segera dia mendaratkan tubuhnya yang lelah di atas ranjangnya, tanpa berniat mengganti dress yang dipakainya. Membenamkan wajahnya pada bantal, guna memendam isakkan tangisnya.

Hal yang dia takutkan sedari tadi, semenjak melihat dan mendengar Darto menyanyi, nyatanya benar-benar terjadi dipenghujung malam ini. Perasaan dalam hatinya kini gak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata, dan sebagai gantinya, Yuna meluapkan apa yang dia rasakan lewat air mata.

Bahu Yuna terus bergetar setelah beberapa menit berlalu, tangisnya gak kunjung mereda. Darto yang dicintainya kini benar-benar berpaling darinya, bahkan Yuna sekarang bukan lagi sosok yang membuat Darto tersenyum dan tertawa. Untuk kali pertama sepanjang hidupnya, Yuna menyesali keputusannya sendiri. Dia menyesal telah menyuruh Darto buat memacari sahabatnya sendiri.

Dia yakin, mereka pasti sudah pacaran. Sebab Yuna tau betapa cueknya Darto pada cewek, dan sikapnya Darto pada Rere benar-benar berbeda tadi. Seharusnya Yuna sadar, kalau dia itu cemburuan. Tapi dia malah memilih mengikuti keadaan, dan berpikir bahwa dia bisa berdamai dengan perasaan. Seharusnya Yuna sadar, kalau dia itu gampang merindu. Tapi dia malah menghancurkan cinta yang baru saja tumbuh itu.

Sekarang, dia sendiri yang tersika. Melihat Darto bersama Rere benar-benar membuatnya terluka, sakit banget rasanya. Dia gak bakal kuat kalau terus lama-lama kaya gini, dia harus mengakhiri semua ini. Dia harus jujur pada perasaannya sendiri, dia gak boleh mengalah lagi, kalau nyatanya malah menyakiti hati sendiri.

Meskipun Yuna rasa keputusan ini sudah terlambat. Setelah melihat Darto dan Rere yang semakin dekat. Tapi, Yuna gak bisa diam saja, jikalau nanti ada hati lain yang terluka, Yuna siap disalahkan, demi mengembalikan apa yang seharusnya gak dilepaskan.

"Aku kangen kamu, To ...," Yuna bergumam, sebelum akhirnya terlelap karena tubuh dan hatinya sudah benar-benar lelah malam ini.

🌹

Entah sudah berapa kali Yuna mencoba menghubungi Darto, dia sudah gak bisa menghitungnya lagi. Tapi hasilnya tetap saja, Darto gak kunjung membalas pesannya atau mengangkat telepon darinya. Yuna kehabisan akal, gak tau lagi harus apa supaya Darto mau memperhatikan dirinya barang sedetik saja. Ingin rasanya dia bilang ke Mama Aya, tapi dia tau kalau hal itu hanya akan memperumit masalahnya. Yuna yang memulai ini, jadi Yuna juga yang harus mengakhiri ini.

Terhitung, sudah empat hari, setelah makrab. Sekarang hari Rabu, Yuna kembali bersekolah seperti biasanya, dan bel tanda jam istirahat baru saja berbunyi lima menit yang lalu.

"Yuna, lo gak mau ke kantin?"

Yuna yang tengah melamun pun seketika menoleh, menatap kosong cewek yang entah sejak kapan mampu membuat dadanya terasa panas. Padahal, cewek itu tengah tersenyum begitu manis padanya, sama seperti biasanya.

"Kamu aja, Re. Aku gak laper," jawab Yuna seadanya, sambil memutus tatapannya dengan Rere. Dia kini memainkan ponselnya, sekedar basa-basi saja.

"Yakin? Lo gak laper atau mager? Mau nitip sesuatu?" tawar Rere.

Yuna nampak menimang tawaran Rere. Mungkin memesan minuman dingin bisa meredakan panas hatinya.

"Es teh aja," pinta Yuna, cuek. Tapi Rere sudah biasa dengan sikap Yuna yang memang selalu seperti ini, tanpa sadar bahwa ada yang berubah.

"Ya udah, tapi agak lama ya, soalnya gue ngobrol dulu paling sama Darto."

Sumpah demi apapun, kenapa Rere sekarang terlihat sangat menyebalkan sih? Seolah-olah sengaja mempermainkan Yuna, mengatakan hal itu sambil tersenyum kepadanya, seperti menggodannya.

𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝑫ᴀʀᴛᴏ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang