"Sa, kamu beneran gapapa? Muka kamu pucet banget." Yuna menatap Aisa khawatir.
Bel tanda jam pelajaran dimulai telah berbunyi, gerbang sekolah SMA Palapa pun sudah ditutup sama Bang Ali, artinya tugas Yuna dan Aisa pagi ini sudah selesai. Namun, mereka belum kembali ke kelas mereka masing-masing. Sebab Yuna masih enggan meninggalkan Aisa yang terlihat masih sakit.
Sementara Aisa malah tersenyum, lalu menggeleng pelan. "Aku gak papa kok, Yuna," ujarnya.
Yuna menghembuskan napasnya pelan. "Kamu gak usah ke kelas, ke UKS aja ya. Nanti aku ke kelas kamu buat bilang ke guru."
"Gak Yuna, aku gak mau ngerepotin–" Aisa gak mampu melanjutkan ucapanya, karena kepalanya tiba-tiba terasa pusing, dan membuatnya sedikit limbung ke samping.
"Tuh, kan. Aku bilang apa, kamu itu masih sakit, jangan dipaksain," kata Yuna seraya menahan tubuh Aisa. "Kita ke UKS aja ayo," lanjutnya sambil menuntun Aisa berjalan.
"Maaf banget Na, aku jadi ngerepotin kamu," lirih Aisa.
"Gapapa kok." Yuna tersenyum tulus.
"Nanti kamu gak perlu ke kelas aku, Na. Aku gak mau ngerepotin kamu lebih dari ini, biar aku WA Darto aja buat izinin aku."
Yuna diam, gak memberi respon apapun. Senyumnya bahkan langsung luntur, pas mendengar bahwa Aisa bilang mau WA Darto. Seperti ... ada sesuatu yang berteriak dalam hatinya, seperti gak suka mendengar kalimat terakhir Aisa.
"Eum ... ngomongin soal Darto, tadi kamu bilang apa ke dia?" tanya Yuna.
Gantian, sekarang Aisa yang diam. Raut wajahnya menunjukan rasa kesal, kala mendengar pertanyaan yang Yuna lontarkan.
"Ck, kamu gak usah pura-pura gak tau, Yuna."
Deg.
Yuna tiba-tiba berhenti melangkah, otomatis Aisa juga berhenti melangkah. Mereka saling pandang, Yuna memandang Aisa dengan tegang, sementara Aisa memandang Yuna dengan bingung.
"Ma-maksud kamu apa?"
Aisa lantas memutar bola matanya malas. "Kamu beneran gak tau? Kalo Darto deket sama temen sekelas kamu?"
"Eh ...." Ketegangan di wajah Yuna pun perlahan menghilang.
Astaga, Yuna pikir ... yang dimaksud Aisa itu adalah dirinya, ternyata malah Rere. Sejenak, Yuna lega, karena rahasianya sama Darto belum diketahui. Tapi ... dadanya kembali terasa panas, kala Aisa menyinggung Rere–sahabatnya sendiri–yang tengah dekat dengan Darto, calon jodohnya sendiri.
"Kamu beneran gak tau?" Aisa kembali bertanya. Mereka berdua mulai melangkah lagi.
"Tau, kok," jawab Yuna sekenanya.
Aisa pun tersenyum, miris. Matanya beralih kebawah, menatap ke lantai sepanjang dia melangkah. Entah kenapa, Aisa merasa hidupnya selalu gak beruntung.
"Mereka cocok ya?"
Yuna melotot, napasnya pun tercekat, tapi itu hanya se-per-sekian detik. Ya ampun, Aisa bertanya pada orang yang salah. Andai dia tau, kalau cewek yang sedang mengantarnya ke UKS ini adalah calon jodohnya Darto.
"Cocok darimana coba!" Yuna menjawab, sedikit membentak.
Aisa pun terkekeh, dia paham betul kalau Yuna sangat membenci Darto. Sudah pasti si ketua OSIS itu selalu emosi kalau bahas anak-anak nakal di sekolah, seperti Darto. Padahal, Yuna begitu karena cemburu, bukan benci. Seru juga ternyata, melihat Yuna yang terjebak dalam rahasianya sendiri. Yuna jadi mirip sama Rasia, serba salah.
"Emang bener kok, mereka cocok–"
"Darto itu gak suka cewek kaya Rere!" sergah Yuna langsung, sontak membuat Aisa menatapnya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝑫ᴀʀᴛᴏ (TAMAT)
Dla nastolatkówPERINGATAN : MEMBACA CERITA INI BISA MENYEBABKAN KETAWA BENGEK, BAPER MENDADAK, KESAL INGIN MENGHUJAT DAN MALES BEBENAH. No #1 - jaksel (20-02-2022) No #1 - Jin (23-03-2023) No #1 - lawak (27-04-2023) No #1 - bencijadicinta (22-08-2023) *** Kehidupa...