BAB 1 Nongkrong

1.4K 213 67
                                    

Di sinilah tempat yang jadi saksi bisu, dimana semua kenakalan Darto dimulai. Tempat yang juga menjadi peraduan keluh kesahnya selama sekolah, sebuah warung sederhana, berdindingkan kayu dan beratapkan asbes. Warung yang menjajakan makanan, minuman, rokok, pulsa serta kuota. Namanya adalah Warung Mbok Tukiyem, sesuai dengan nama pemiliknya, yaitu seorang wanita tambun berusia hampir setengah abad, asal Purworejo.

Warung yang lebih suka disingkat WMT oleh anak-anak SMA Palapa itu berada tepat di bawah pohon beringin. Dan memang, warung itu selalu saja ramai ditongkrongi anak-anak SMA Palapa. Sebab warung Mbok Tukiyem memang terletak persis di belakang SMA Palapa, tepatnya di kampung Pete Jaya Selatan, dimana gang menuju kampungnya berbatasan langsung dengan tembok samping SMA Palapa.

Siang hari menjelang sore, tepatnya pukul 14.30, seluruh siswa dan siswi SMA Palapa berhamburan keluar gerbang sekolah. Ada yang membawa kendaraan pribadi, ada pula yang naik jemputan ataupun memesan ojek online. Gak terkecuali Darto yang baru saja muncul dari gerbang sekolah dengan motor Vespa Sprint keluaran tahun 1973, bewarna kuning. Motor tua warisan mendiang Engkongnya, motor tua yang juga jadi saksi kemana saja Darto jika sedang bolos sekolah.

Satu-satunya hal yang kurang dari motor itu cuma satu, yaitu gak pernah dinaiki sama cewek–semenjak Darto yang memakainya. Wajar saja, sebab Darto itu jomblo akut, yang sama sekali gak paham dunia percintaan dan berbucinan. Jika ada yang bilang; kalo cowok ganteng itu rata-rata jomblo, maka Darto adalah buktinya. Padahal, cewek manapun pasti mau naik Vespa tuanya yang nyentrik itu.

Konon katanya, anak Vespa itu setia. Itu sih, katanya ...

Gak butuh waktu lama, Darto pun tiba di markas anak-anak SMA Palapa, yaitu Warung Mbok Tukiyem. Bersamaan dengan beberapa pelajar lain dari kelas 10 sampai 12, yang mayoritas adalah anak IPS. Sudah jadi rahasia umum, jika para pelajar SMA yang nakal kebanyakan memang anak IPS, bahkan ada guyonan yang mengatakan bahwa IPS adalah singkatan dari Ikatan Pelajar Sableng.

"Asalamualaikum!" Darto mengucap salam, selepas memarkirkan Vespanya.

"Waalaikumsalam, eh ada Den Darto." Mbok Iyem–kependekan dari Tukiyem–sang pemilik warung, menyahuti.

"Kopi luwak satu ya mbok, luwaknya kandangin aja," kata Darto, sambil mendudukan dirinya di fofa usang depan warung.

"Ahsiap!" timpal Mbok Iyem.

"Sejak kapan Mbok Iyem jadi gen Halilintar?" tanya Udyn.

Zamrudyn Hisyam, alias Udyn. Teman sekelasnya Darto, gak cuma teman sekelas, melainkan teman seperjuangan dan sepenanggungan. Mereka sudah bersahabat sejak kelas 5 SD, atau semenjak Udyn pindah ke Indonesia, karena bapaknya Udyn adalah orang Turki. Kalau kata orang; Udyn dan Darto ibarat dua sisi uang koin, gak terpisahkan. Susah dan senang, suka dan duka, selalu mereka lewati bersama-sama.

Bisa di bilang, mereka berdua adalah 'Jawaranya' SMA Palapa. Sebab mereka berdua pasti yang maju paling depan jika sedang terlibat tawuran. Bahkan, mereka berdua maju dengan tangan kosong, menghadang musuh dengan gagah berani, selayaknya anak muda pada umumnya yang semangatnya masih berapi-api.

Kembali ke WMT.

"Sejak negara api menyerang," Darto yang menjawab, dan mulai menyalakan sebatang rokok mild.

"Bisa aja lu, iler kuda nil," sahut Udyn.

"Hahaha," semua teman-temannya tertawa.

"Mbok Iyem, saya juga pesen, kopi item yang gambarnya kapal laut. Kapalnya buat Mbok Iyem aja," Udyn ikut memesan. "Eh, si Inem kemana, mbok?" tanyanya, sambil celingak-celinguk.

𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝑫ᴀʀᴛᴏ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang