BAB 12 Keputusan Bapak.

598 140 7
                                    

Yuna kini sedang berada di kelasnya, sedang menyimak materi Fisika yang dijabarkan oleh gurunya di depan kelas, meski fokusnya gak menuju ke sana. Yuna melamun, memikirkan Ayahnya Darto. Rasa-rasanya, dia pernah bertemu dengan beliau. Tapi entah kapan dan dimana, sebab wajah ayahnya Darto terasa ... gak asing baginya.

"Yuna?" Rere berbisik, di samping Yuna.

"Kenapa?"

"Kak Angga kok mukanya bonyok gitu, dia kenapa?" Rere bertanya, penasaran.

Sebab Rere tadi melihat Yuna dan Angga yang baru saja keluar ruang BK. Namun, ada yang gak biasa dengan Angga, sebab wajahnya terlihat bonyok dengan beberapa perban dan plester di wajahnya.

"Dipukulin."

"Hah!? Seriusan!? Gila, sama siapa!?" Rere makin penasaran.

Yuna mendesis, seraya memandang Rere dengan wajah datarnya.

"Sama cowok idaman kamu," Yuna berkata, dengan nada menyindir.

Rere lantas mengangkat sebelah alisnya. "Maksud lo, Darto?" tanyanya.

"Ya emang siapa lagi cowok yang kamu suka? Aku aja heran, sekian banyak cowok di sekolah ini, kamu malah suka sama cowok kaya dia," kata Yuna, matanya kembali memandang layar proyektor di depan kelasnya yang menampilkan materi dalam bentuk power point.

"Yuna, kita tuh gak bisa milih, hati kita mau jatuh pada siapa. Dan lo tau? Kalo hati itu gak pernah salah memilih." Kata-kata Rere sontak membuat Yuna memutar bola matanya malas.

"Ya udah, iya. Terserah kamu, aku cuma ngingetin aja. Toh kamu juga cuma bisa menghayal doang, kan? Punya nomor Darto aja enggak, apalagi sampe pacaran sama dia. Nggak bakalan deh," timpal Yuna.

Rere lantas menatapnya gak terima. "Jadi, lo nantang gue? Buat dapetin Darto?"

Yuna mengendikan bahunya acuh. "Coba aja, feeling aku sih ... kamu bakalan di sakitin sama dia."

"Ck! Lo doainya begitu banget sih! Gak suka banget liat temennya punya pacar," Rere menggerutu dan memanyunkan bibirnya.

"Gak gitu, Re. Aku seneng kok. Tapi, aku takut dia nyakitin kamu. Dan kalo emang itu bakal terjadi, aku gak bakal diem aja, aku bakal buat perhitungan sama Darto."

Senyum Rere pun terkembang. Cewek itu lantas memeluk teman sebangkunya dengan gemas.

"Lo emang temen terbaik gue Na," kata Rere.

"Yuna! Rere! Ngapain kalian peluk-pelukan!?" tanya Pak Wawan–guru Fisika.

"Eh ... gak papa, Pak. Hehehe," sahut Rere, yang langsung melepas pelukannya.

"Jangan bercanda, cepet kerjakan soal yang Bapak kasih," titah Pak Wawan.

Mereka pun mulai mencatat soal yang terpampang di layar proyektor.

🌹

Sementara itu, di tempat lain. Darto tengah asik bermain game di ponselnya, dia masih di WMT, dan sudah menghabiskan dua gelas kopi luwak. Tiba-tiba, sebuah telepon masuk, dan sukses membuatnya mengumpat. Tapi sayang, rasa kesalnya gak mampu dia lampiaskan pada orang yang menelponnya, sebab yang menelponnya adalah Bapaknya.

"Halo, Asalamualaikum, Kenapa Pak?" tanya Darto.

"Pulang," sahut Bapaknya, di seberang telepon.

Darto mengernyitkan keningnya bingung.

"Ada apa emangnya, Pak? Darto lagi sekolah."

"Jangan bohong, To. Bapak tadi ke sekolah."

𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝑫ᴀʀᴛᴏ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang