Kata orang, ini Prolog.

2.1K 242 73
                                    

Lagi-lagi dan lagi, orang tua Darto harus datang ke sekolah buat yang kesekian kalinya untuk hal yang sama, yaitu bertemu dengan guru yang bertugas di dalam ruang BK SMA Palapa. Sebab anak mereka, Benyamin Sudarto, siswa kelas 11 IPS 5, baru saja kedapatan terlibat tawuran masal antar pelajar SMA di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

"Saya sudah tidak tau lagi, pakai cara apa supaya anak Bapak dan Ibu ini berhenti membuat masalah," kata guru BK–Bu Sutarmin–dengan pasrah.

Wanita berkacamata berusia 40 tahun itu duduk sambil bersedekap. Dipandangnya kedua orang tua Darto yang juga nampak bosan mendengar keluhan dari Bu Sutarmin, untuk yang entah keberapa kali.

"Jangankan Ibu, saya aja Emaknya udah angkat tangan, ngajarin tuh bocah," timpal Emaknya Darto, Siti Rohaya. Dengan logat betawi yang kental, sekental susu kental manis.

Emaknya Darto adalah orang betawi yang berhidung mancung, sebab masih memiliki keturunan Arab.

"Tapi Darto ndak bakal dikeluarin dari sekolah, kan, Bu?" Kali ini, sang Ayah-Galih Purwanto-yang angkat suara, bertanya dengan tenang dalam logat Jawanya.

Bu Sutarmin menggeleng pelan. "Visi sekolah ini adalah membimbing jika salah, bukan mengeluarkan," kata Bu Sutarmin, selanjutnya, dia mendesah pasrah. "Tapi ... kalau muridnya kaya Darto gini, saya juga pusing bimbingnya."

Matanya memandang malas ke arah anak yang sedari tadi mereka bicarakan, yaitu Darto. Sementara yang ditatap hanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang gak gatal.

"Ehehehe, maaf Bu, lagian sekolah lain yang mulai duluan sih ...," Darto menimpali dengan santai, sambil tertawa renyah.

Bletak!

"Aduh! Sakit, Mak!" Darto meringis memegangi kepalanya, setelah menerima jitakan penuh cinta dari Emaknya.

"Mau jadi jagoan lu, hah! Anak si kerjaannya tawuran mulu heran!" bentak Bu Aya murka.

"Udah Bu, udah ...," ujar Pak Galih, berusaha menenangkan istrinya yang sedang hamil 7 bulan itu.

"Emang Papih gak cape apa?! Hampir tiap bulan dateng mulu ke sekolah!" Bu Aya masih mengeluarkan unek-uneknya. Membuat Pak Galih bungkam sambil menelan ludahnya, beliau ini tipe suami-suami takut istri.

"Sudah sudah, kalau mau mengamuk sama anaknya bisa dilanjut di rumah, sekarang Bapak Ibu boleh keluar," ujar Bu Sutarmin, menyudahi amukan Emaknya Darto.

"Awas lo ya, To! Emak tunggu lo dirumah!" ancam Bu Aya pada Darto, seraya bangkit dari kursi, lalu beranjak pergi keluar ruang BK.

Pak Galih pun ikut bangkit untuk menyusul istrinya yang sudah pergi lebih dulu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Darto, anaknya.

"Sekolah sing bener lah To, kasian Emakmu lagi ngadung marah-marah terus, nanti setres piye?" ujar Pak Galih, masih dengan suara baritonnya yang tenang. Pria itu memang gak pernah marah pada anaknya, dan selalu sabar menghadapi istrinya.

Saat ini, Ayah dan anak itu sudah keluar dari ruang BK.

"Iya pak, maaf ngerepotin mulu," sesal Darto.

"Yo wes, bapak pulang dulu," pamit Pak Galih.

Darto lantas mencium punggung tangan sang Ayah.

"Iya pak, hati-hati pak," kata Darto sebelum berbalik menuju koridor kelasnya.

***

Sepanjang perjalanan menuju kelasnya yang terletak di lantai tiga. Darto selalu saja menjadi pusat perhatian siswi-siswi yang berpapasan dengannya. Bukan tanpa alasan, Darto memang sudah terkenal se-antero SMA Palapa. Darto gak hanya terkenal sebagai murid yang nakal, tapi dia juga terkenal sebagai salah satu murid yang ... yah, bisa dibilang ganteng lah.

𝐆𝑎𝑟𝑎-𝐆𝑎𝑟𝑎 𝑫ᴀʀᴛᴏ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang