[38] Confuse & Regret

244 18 0
                                    

Nggak terasa, tersisa 3 hari menuju hari pernikahan Jinan dan Tania. Dan terhitung sudah seminggu sejak terakhir kali Jinan dan Naya bertemu, mereka nggak saling berinteraksi ataupun kontekan sama sekali. Entah Jinan yang terlalu takut untuk menghubungi Naya duluan atau justru Naya yang sebenarnya memang nggak mau berhubungan lagi dengan Jinan. Seketika Jinan menyadari bahwa sejak saat itu juga ia merasa bahwa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, dan itu adalah Naya.

Kenapa Jinan harus merasa sedih disaaat menjelang hari pernikahannya? Bukankah harusnya dia merasa bahagia karena sebentar lagi hari yang mereka berdua nantikan akan segera tiba? Tapi kenyataannya, bagi Jinan rasanya nggak seperti itu.

Apa keputusannya untuk menikahi Tania adalah keputusan yang tepat? Tapi Jinan sudah sampai ditahap ini, itu artinya Jinan memang serius kan, dengan Tania? Astaga, seharusnya kalimat itu adalah sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.

Bisa-bisanya baru sekarang Jinan malah bingung sama perasaannya sendiri. Ck, keterlaluan.

"Sayang?" panggil Tania yang tiba-tiba datang.

"Eh, Tan? Kamu kapan dateng?"

"Baru kok. Kamu bengong mikirin apa, sih?"

"Nggak, aku nggak mikirin apa-apa," dustanya. Nggak mungkin kan kalau dia bilang, lagi mikirin Naya? Bisa berantakan semuanya.

"Jin, aku kesini mau ngomong sesuatu sama kamu."

Jinan mengerutkan dahinya, "Ngomong apa?"

"Soal pernikahan kita."

"Kenapa? Ada yang kurang?"

"Iya."

"Apa? Biar nanti aku hubungin WO nya."

"Nggak, bukan itu."

"Terus?"

"Hati kamu." Jinan tersontak kaget. Apa maksud ucapan calon istrinya itu?

"Maksud kamu?"

"Ini belum terlambat kalau kamu mau batalin pernikahan kita, Jin." Jinan semakin bingung. Kenapa Tania tiba-tiba berbicara begitu?

"Tan, jelasin dulu ke aku. Tiga hari lagi kita nikah, gimana bisa kamu ngomong kaya gitu?"

"Kamu sayang sama Naya, kan?" tanyanya to the point. Jinan menatapnya bingung. Kenapa Naya jadi terseret dalam pembicaraan ini?

"Ya sayanglah, dia kan udah kayak adik aku."

"Yakin, cuma adik?"

"Tan, dengerin aku. Aku itu udah lama suka sama kamu."

"Cinta bukan cuma tentang berapa lama kamu suka sama orang itu, tapi juga dengan siapa selama ini kamu merasa nyaman. Mungkin kamu emang suka sama aku sejak lama, tapi kamu juga nyaman sama Naya selama ini. Apalagi lima belas tahun, itu nggak sebanding sama perasaan kamu ke aku."

Jinan semakin bingung. Kenapa dia bisa ngomong kayak gitu?

"Tan, aku minta maaf. Mungkin selama ini aku sering excited setiap kali cerita soal Naya ke kamu. Tapi itu karena aku pengen kamu kenal dan bisa akrab sama orang-orang disekeliling aku, terutama Naya."

"Apapun itu, aku udah tahu semuanya. Belum terlambat untuk kamu sadar sama perasaan kamu sendiri."

"Tan, aku cinta sama kamu."

"Tapi kamu juga mencintai Naya. Sekarang aku tanya, kalau kita nikah apa kamu akan tetap bahagia sama aku tanpa Naya?"

"Kenapa kamu nanya kaya gitu, sih?"

My Unexpected Life✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang