[44] Ngantongin Restu

243 21 0
                                    

Nggak terasa ya, 3 bulan cepat banget berlalunya. Wilza jadi teringat momen dimana waktu itu dia sempat diwawancarai sama Ayahnya Sania. Wilza di bikin keringat dingin sama pertanyaan-pertanyaan—nggak, deh. Bukan pertanyaannya, tapi sama nada bicaranya yang tinggi dan tegas. Mana badannya kekar banget lagi.

Wilza mengira awalnya Ayahnya Sania itu mungkin seorang jendral, tentara atau sejenisnya. Eh, nggak disangka-sangka, ternyata beliau adalah seorang mantan atlet petinju. Pantesan badannya kekar banget.

Tapi Ayahnya Sania sudah lama meninggalkan dunia pertinjuan dan bekerja sebagai karyawan swasta yang memang punya posisi lumayan bagus di tempat kerjanya.

Tapi nggak bertahan lama situasi tegangnya. Soalnya si Naya tiba-tiba ketawa kencang banget. Katanya, dia nggak tahan melihat ekspresi Wilza yang lagi diwawancarai sama Ayahnya Sania. Sania, Naya sama Devan pasti tahu kalau Ayahnya lagi ngerjain dia, makanya pada diam-diam nahan ketawa. Cuman Naya doang yang nggak tahan, bagus deh.

Thanks, Nay. Berkat lo gue berhasil dari zona maut.

Setelah itu, Ayahnya mulai berbicara dengan nada yang bisa dibilang jauh lebih santai, jauh banget bedanya sama yang sebelumnya. Ternyata dibalik sosok kekar dan tegas Ayahnya Sania, aslinya itu beliau orang yang lembut banget sebagai sosok Ayah.

Flashback, Japan

Setelah drama Wilza yang habis dikerjain sama keluarganya Sania, Wilza meminta izin untuk mengajak Sania berkencan. Ya jelas, orang tuanya mengizinkan dengan senang hati. Dengan catatan, puteri tunggalnya itu harus pulang dengan selamat tanpa ada lecet sedikitpun. Karena kalau sampai itu terjadi, siap-siap saja badan kurus Wilza jadi sasaran empuk Ayahnya Sania.

"Kita mau kemana, Wil?" tanya Sania.

"Aku nggak tahu tempat, San. Terserah kamu aja," kata Wilza.

"Emm... kemana ya?"

"Kemana hayoo?" Tangan Wilza mencubit gemas hidung Sania.

"Ihh, sakit. Diem-diem, ah."

"Haha maaf, maaf. Yaudah mau kemana ini? Mumpung masih pagi, kita punya banyak waktu berdua."

"Emm... mau ke Universal Studios Japan nggak?"

"Wah, boleh tuh!"

"Tapi lumayan jauh dari sini. Naik shinkansen dari Tokyo ke Osaka sekitar dua jam setengah. Sekitar tiga jam-an deh, sampe tempatnya. Kamu mau?"

"Nggak apa-apa, selama aku perginya sama kamu. Lagian kan kita punya banyak waktu hari ini."

"Yaudah, yuk." Akhirnya, mereka berdua berangkat ke stasiun buat naik shinkansen. Dan ini pertama kalinya Wilza merasakan naik kereta ngebut kayak gini, ditambah perginya sama pacar sendiri.

Setelah sekitar 3 jam perjalanan, merekapun banyak menghabiskan waktu berdua dengan mengunjungi semua destinasi yang ada disana.

Bermain, makan siang, gandengan tangan, bahkan Wilza sempat menggendong Sania dipunggungnya sambil berkeliling, dan sesekali Sania mencuri sebuah kecupan di pipi kekasihnya itu. Plis, kalian yang jomblo nggak usah iri. Bisa dibilang, ini pengalaman kencan yang indah banget bagi keduanya.

Perlu diketahui, di sini ciuman bukan hal yang aneh di mata publik. Jadi, baik Sania ataupun Wilza bisa saling mencuri sebuah kecupan entah itu di pipi ataupun bibir tanpa ada rasa takut bakal terciduk. 

"San?"

"Ya?"

"Udah jam tiga nih, pulang yuk? Nanti kemaleman aku yang dibaku hantam Ayah kamu." Sania pun terkekeh melihat ekspresi Wilza yang kelihatan takut dengan Ayahnya.

My Unexpected Life✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang