04. Sebuah Alasan

1.2K 62 28
                                    

"Bersihkan seluruh ruangan ini, jangan sampai ada satu debu pun yang terlewat! Mengerti?!" ujar Satya seraya memberikan beberapa alat kebersihan.

Alana menatap Satya dengan penuh dendam. "Kau menculikku hanya untuk melakukan pekerjaan rumah? Kenapa kau tak sewa orang saja? Apa kau kurang mampu dalam hal itu?" balas Alana dengan pedas.

Lagi-lagi Satya dibuat tak percaya dengan perkataan korbannya. "Aku bukan kurang mampu, aku hanya ingin kau mengerjakannya saja!"

"Lalu apa niatmu menculikku? Jika kau meminta bayaran, minta saja pada ayah dan kakakku! Mereka sangat kaya, berapa harga yang kau minta!" lagi-lagi Alana dengan berani mengatakan itu. Seolah tidak ingat posisinya sekarang sebagai korban.

Satya yang terlanjur kesal langsung melempar sapu ke sembarang arah, hingga membuat Alana terkejut. "Aku tidak butuh uang dari keluarga mu!"

Alana masih dengan berani menjawab, "Lalu kau minta apa?! Aku? Tubuhku maksudnya?!"

Satya mengepalkan tangannya frustasi. Mengapa hanya perihal membersihkan rumah saja dia membesar-besarkan masalah. "Jika iya kenapa?" balas Satya yang sengaja, karena sudah terlanjur kesal kepada gadis ini.

"Jika setelah mendapatkannya kau akan membebaskan ku kan?" tanya Alana serius.

Apa pikiran gadis itu sebenarnya! batin Satya.

Satya benar-benar bingung harus menjawab apa. Dia mengatakan 'iya' hanya untuk membuat Alana takut. Namun gadis itu seolah-olah sedang menantangnya.

"Aku--" Satya tidak melanjutkan ucapannya kala Alana membuka kancing kemeja paling atasnya dengan terburu-buru. "Apa yang kau lakukan!" Satya segera mencegah Alana melakukan itu.

"Bukankah kau yang menginginkan nya? Kau menginginkan tubuhku kan? Maka silahkan! Aku tidak menghalangi mu! Tapi setelah itu, kau harus membebaskan ku!" Alana mengatakan itu dengan marah dan memberontak agar Satya menjauh darinya.

"Bukan itu yang ku mau!" jelas Satya.

"Lalu apa?! Katakan? Kau maunya apa?!" emosi Alana semakin menjadi-jadi.

Satya terlihat berpikir dan gugup saat mengatakan ini. "Sebenarnya aku mempunyai dendam pada keluargamu. Satu-satunya solusi untuk menghilangkan rasa dendam ini adalah dengan menculik anak kesayangannya. Hal itu akan membuat mereka menderita." dusta Satya.

"Memangnya kau punya dendam apa pada keluarga ku?!" tanya Alana masih dengan emosi.

"Itu rahasiaku!"

Alana mendorong Satya dengan kesal lalu kembali mengancingkan kemejanya. "Sekarang apa mau mu? Membersihkan ruangan ini? Baiklah!"

Sejujurnya Alana tidak percaya tentang alasan Satya menculiknya. Jika punya dendam, dendam soal apa? Anak kesayangannya? Kenapa tidak bawa Sara saja? Dia putri paling kecil dan paling dikhawatirkan. Lalu mengapa Satya banyak berpikir saat Alana menanyakan apa alasannya.

Alana menyapu lantai dengan perlahan-lahan karena gadis itu sudah lama tidak menyapu. Jika dirumah, dirinya  sangat dimanja, untuk soal menyapu pun ia jarang melakukan itu. Namun jika diingat-ingat, terakhir kali ia menyapu adalah saat jaman sekolah dulu, itupun saat dirinya piket, agar tidak di denda.

Sedangkan Satya justru terduduk sambil memperhatikan Alana yang sedang menyapu. Pria itu seketika tersenyum tipis, sangat tipis ketika melihat ekspresi Alana yang menurutnya sangat menggemaskan.

Satya memperhatikan wajah Alana dengan seksama. Wajah yang selalu Satya tunggu, orang yang selalu ingin ia lindungi, orang yang selalu berada dalam pikirannya, ya, orang itu adalah Alana.

SANA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang