11. Pulang?

750 41 40
                                    

Saat ini Alana tengah memperhatikan Satya dari belakang, karena posisinya gadis itu tengah digendong dipunggung sang pria. Perjalanan terasa sangat jauh, padahal lumayan dekat. Entah kenapa rasanya Alana sangat nyaman sekali berada di posisi seperti ini. Satya begitu baik kepadanya, hanya saja pria itu menculik bukan memacarinya.

Suara petir terdengar membuat Satya menghentikan langkahnya dan menatap ke arah langit, begitupun dengan Alana. Rupanya hujan mulai turun dari langit. Satya melirik ke arah pos dan mulai berjalan ke arah sana untuk sekedar berteduh.

"Kita pindah kesana."

Satya mendudukkan Alana lalu mendudukkan dirinya disamping gadis itu. Tidak lupa pria itu juga membuka jaket yang sedang ia pakai lalu melemparkannya ke arah gadis itu.

Alana sendiri mendengus sebal seraya menatap Satya dengan tatapan tak sukanya karena jaket yang pria itu lempar menutupi kepalanya hingga membuat rambutnya acak-acakan. Seharusnya pria itu memasangkannya saja seperti di-sinetron, bukan melemparkannya seperti ini.

"Benar-benar tidak romantis," ketus Alana seraya memakai jaketnya dengan wajahnya yang masih kusut. Walaupun cemberut, gadis itu tetap memakainya karena memang sangat dingin.

"Kalau kau ingin romantis, ya suruh aja pacarmu!" jawab Satya tak kalah ketus.

Alana menatap Satya lagi, masih dengan tatapan yang sama lalu segera mengalihkan pandangannya ke arah depan--melihat air hujan yang turun lumayan deras. Satya menatapnya kala Alana mengalihkan pandangannya, pria itu terlihat gemas melihat gadis itu memakai jaketnya yang lumayan kebesaran ditubuhnya.

Alana melirik Satya lagi. "Kau tak kedinginan?"

"Dingin," balas Satya.

Alana hendak membuka jaketnya, tetapi Satya mencegahnya. "Jangan dilepaskan, pakai saja untukmu. Aku kuat, tidak seperti mu, lemah."

Alana tersenyum miring. "Ada saja hal-hal yang kau katakan untuk menyepelekan ku."

Alana bingung. Sebenarnya Satya ini mau-nya apa? Terkadang lembut membuat siapapun merasa nyaman dengannya, tapi terkadang juga perkataannya tak bisa di jaga dan bisa dibilang agak kasar.

"Hujannya semakin deras, lebih baik kita pulang saja bagaimana? Disana akan hangat karena kita berganti pakaian, sedang-kan disini angin-nya dingin." Alana tidak tega dengan keadaan Satya menahan gejolak dingin ditubuhnya. Padahal Alana sudah memakai jaket tebal pun tetapi kedinginan, apalagi Satya yang hanya memakai kemeja tipis. Ia hanya khawatir akan pria itu.

"Tapi perjalanannya lumayan jauh Lana. Kau mau sepanjang jalan kita hujan-hujanan?" Sejujurnya Satya tak ingin Alana masuk angin karena kehujanan. Ia sungguh khawatir akan gadis itu, walaupun sebenarnya ia sangat kedinginan.

Alana tersenyum ceria, gigi putihnya terlihat jelas dengan matanya yang ikut tersenyum lalu berkata, "Ya kenapa tidak? Hujan-hujanan sangat seru tahu!"

Satya tersenyum sangat tipis dan dalam sekejap memudarkan senyumannya kala melihat senyuman manis dari Alana. "Tetap saja tidak, aku tidak mau mengambil resiko jika kau sampai sakit. Aku tidak mau mengurus korban yang sakit." Satya kembali bersikap angkuh.

Alana memutar bola matanya malas dan menatap Satya dengan tatapan tak sukanya. Bibirnya tak lagi tersenyum dan memilih untuk diam.

Beberapa menit kemudian Alana melirik lagi ke arah Satya. Disana pria itu tengah memeluk tubuhnya sendiri, terlihat sangat kedinginan dan Alana merasa tidak tega melihatnya. Kenapa aku harus merasa kasian pada penculik itu? Seharusnya kau puas Lana! Dia kedinginan, harusnya kau senang! Ingat, dia menculikmu! Dirimu! batinnya memaksanya untuk sadar.

SANA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang