13. Kelas Tari?

749 47 89
                                    

Alana keluar dari kamar mandi dengan menggenakan piyama yang bermotif bunga-bunga dan dengan rambut yang tergerai basah, habis keramas. Sudah menjadi kebiasaan buruknya mandi tengah malam.

Alana menatap Sara yang tengah terdiam sambil memandangi atap kamar mereka––ya, sekarang mereka sekamar. Satya awalnya menawarkan Sara untuk di kamar yang lain tetapi gadis itu menolaknya dan memilih satu kamar dengan kakaknya.

Ia memilih mendudukkan tubuhnya di-samping sang adik seraya bersandar pada kepala ranjang. Menatap adiknya dengan tatapan sedih.

"Maafkan kakak ya? Gara-gara kakak kau jadi terlibat penculikan ini," ujar Alana yang merasa bersalah. Sara seharusnya tak disini. Disini mungkin membuatnya tak nyaman, apalagi jauh dari ibunya.

"Ini bukan salah kakak, yang salah itu penculiknya. Kenapa dia nyulik kita? Apa dia ingin uang? Kalau mereka ingin uang kenapa tidak langsung memintanya pada kak Zafar? Atau ayah? Mereka pasti akan memberikannya demi keselamatan kita kak."

Sara gelisah. Ia tak biasa tinggal ditempat orang lain apalagi tempat penculikan seperti ini. Bukan hanya takut tapi juga khawatir, bagaimana jika orangtuanya mencarinya hingga sakit karena memikirkannya yang hilang.

Alana terdiam untuk beberapa saat. "Aku merasa bang Satya menculik kita bukan karena uang. Jika memang dia ingin uang seharusnya kan bisa dari kemarin kemarinnya lagi kan? Tapi kakak merasa jika ada maksud lain. Kau ingat saat bang Satya mengancam kita? Dia bilang jika ini demi kebaikan kita, apa itu maksudnya? Kebaikan kita yang seperti apa? Kita bahkan baru mengenalnya apalagi sikapnya selama ini tidak seperti penjahat kebanyakan, tidak seperti penjahat yang ada difilm film." Alana curiga jika Satya memang bermaksud lain padanya.

"Apa jangan-jangan dia menginginkan kakak? Waktu siang juga sepertinya dia cemburu dengan kak Ardi. Apalagi saat kak Lana menangis dan kak Satya langsung memeluk kakak."

Sara tak kalah curiga. Bahkan saat masih di dalam mobil pun dia merasakan hal yang aneh pada Satya. Mulai dari Satya yang memeluk Alana, mulai dari ucapan Satya seolah cemburu pada Ardi dan mulai dari tatapan Satya pada Alana.

Sara tahu tatapan orang yang mencintai itu beda. Satya menatap Alana seolah-olah dia sangat mencintai Alana sedangkan saat Satya menatap Sara itu terlihat biasa saja, pikiran Sara terus berputar pada saat kejadian mobil.

"Itu tidak mungkin Sar, kau kan dengar dia mengatakan apa dimobil? Bahwa dia tidak ingin mencintai." Alana sama sekali tidak percaya, sebab dirinya mungkin bukan tipenya Satya.

"Ucapan mungkin bisa berbohong tetapi tingkah? Kakak ayolah tingkah dari bang Satya saja itu sudah menunjukkan jika dia mencintaimu," kekeh Sara.

"Tapi Sar, Satya sudah memiliki tunangan. Dia tidak mungkin meninggalkan tunangannya yang jelas jelas sudah cantik, baik dan ramah seperti Metta dan meninggalkannya hanya demi perempuan seperti aku itu tidak mungkin."

"Percuma cantik, baik dan ramah jika kita tidak nyaman di dalam hubungan itu, lagi pula kau ini cantik."

Alana menepuk pelan tangan Sara. Kenapa adik-nya ini tiba tiba menjadi pakar cinta saat masuk ke dalam rumahnya Satya? Padahal setahunya Sara tak pernah memiliki hubungan khusus dengan pria mana pun.

"Kenapa jadi bucin seperti ini? Apa jangan jangan selama kakak disini kau pacaran ya?" Alana bukannya melarang Sara mempunyai pacar, hanya saja gadis itu sangat dilarang ayahnya untuk berpacaran. Sebenarnya Alana juga sama, tetapi dia malah sebaliknya karena ya Alana orangnya bukan yang penurut.

"Aku tidak pacaran," balas Sara langsung. "Hanya cukup banyak-lah ya, yang mendekati ku. Contohnya seseorang itu, bahkan dia mengajakku untuk bertemu dan tanpa diduga kita bertemu," tambahnya dengan girang bahkan lebih girang ketika dia tau jika Sara Ali Khan berkencan dengan Kartik Aryaan.

SANA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang