14. Dalang Yang Sebenarnya

639 34 68
                                    

Saat ini Sara dan Satya tengah membereskan ruangan toko milik Satya dan Arga yang sudah 3 tahun mereka tempati.

Satya mengelap kaca yang sedikit berdebu sedangkan Sara dia menyapu lantai yang lumayan banyak debunya.

Kemarin tidak menjaga toko karena dia harus datang ke pernikahan. Jadi Arga sendirian yang menjaga toko-nya. Namun entah apa yang dipikirkan Arga––dia sama sekali tak membereskan toko dan membiarkannya berantakan seperti ini.

"Sara apakah kau masih kuliah?" tanya Satya sekedar basa basi agar suasana tidak hening.

"Sebentar lagi lulus," jawab Sara sambil menyimpan sapunya dan berjalan menuju tempat roti roti yang menarik perhatiannya.

"Bang... Ini yang membuat rotinya siapa? Atau abang beli di orang lain?" tanya Sara sambil melihat lihat rotinya.

"Buat sendiri..." jawab Satya tanpa sedikitpun menoleh ke arah Sara yang tengah menatapnya heran.

"Dimana dibuatnya?" lanjut Sara karena dia sama sekali tidak melihat oven ataupun alat untuk memasak dan dirumahnya juga tidak terlihat membuat roti.

"Ada di pabrik dan disana ada pegawainya dan aku sengaja berjualan disini." Satya langsung terduduk disebelah Sara dan menuliskan sesuatu di dalam bukunya.

"Berarti abang orang kaya? Tapi kenapa culik kak Lana dan aku?"

Satya yang awalnya sibuk menuliskan sesuatu pun langsung menoleh ke arah Sara yang menatapnya heran.

"Aku memang tidak butuh uang kakakmu ataupun ayahmu tapi yang ku butuhkan sekarang adalah kakakmu yaitu Alana." Sara menatap Satya tak percaya, bagaimana bisa seseorang bisa sejujur Satya? Padahal Sara bisa saja mengadukan ini kepada Alana dan otomatis Alana akan tidak betah dan kabur dari rumahnya Satya.

Satya menutup bukunya dan menyimpan di meja lalu dia berjalan menuju arah tempat kasir––yang masih kosong, sebab tempatnya baru dibuka.

"Dengar...."

Satya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Sara yang masih terduduk disana.

"Iya?"

"Jangan dekati kakak-ku. Dia akan segera menikah dengan orang yang dia cintai," ucap Sara dengan matanya yang menatap tajam Satya.

"Kau juga sudah mempunyai tunangan kan? Cintai saja tunangan mu jangan kakakku, dia tidak pantas untukmu," lanjut Sara.

"Kenapa tidak pantas?" tanya Satya sambil berjalan mendekati Sara lagi.

"Kau adalah seorang penjahat. Sedangkan kak Alana hanya seorang gadis biasa yang bermimpi mempunyai suami seorang pangeran dan pangerannya adalah Ardi, sampai disitu paham?" jawab Sara pelan dan lembut, tapi bagi Satya seperti di teriaki.

Satya menatap ke arah buku yang sedang ia pegang. "Aku sadar diri. Semoga saja Alana tidak mencintaiku karena aku mempunyai tujuan lain, dan cinta bukanlah tujuan utamaku."

"Lalu apa motif mu menculik kami? Oke kalau soal aku tak perlu di-pertanyakan. Kau culik aku untuk tutup mulut. Namun kak Lana? Apa yang kau cari darinya?"

"Jika aku memberitahu mu yang sebenarnya, apa kau akan percaya? Sangat mudah membuatmu percaya tapi apakah kau mau menjaga rahasia ini?" Satya seolah membuat Sara penasaran dengan ucapannya.

"Aku akan menjaganya jika itu baik, tapi jika itu tak baik maka aku tak akan bisa menjaganya." Sara awalnya berniat berjanji, tapi dia takut jika rahasia itu malah membuat orang lain hancur.

"Oke akan kuberi tahu."

Satya berjalan menuju jendela, ia melihat anak anak yang tengah berjalan untuk pergi kesekolah berombong rombong.

SANA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang