Adinda Cahya Mentari, nama gadis yang sekarang sedang berbunga hatinya. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari pengumuman hari kelulusannya setelah selama tiga tahun bersekolah di tingkat SMA. Pagi itu, Dinda dengan tidak sabar keluar dari kamarnya dengan mengenakan seragam putih abu-abunya.
"Pagi bundaaa... " sapa Dinda dengan suara nyaring
"Ah.. kamu nak.. ngagetin bunda saja.."
"Udah cantik kamu... bangunin dulu gih adik-adikmu.. kita sarapan bareng.." Jawab ibu panti yang biasa dipanggil bunda. Namanya sendiri adalah Rahayu. Dinda memang tinggal di panti asuhan, setelah hanya dia seorang yang selamat setelah terjadi bencana tanah longsor di kampung halamannya. Namun, dinda tidak pernah menangisi hal itu. Baginya, hidup memang telah diatur oleh Tuhan. Tugasnya hanyalah mengikuti apa yang sudah dituliskan untuknya.
Dinda melangkahkan kaki dengan ringan. Senyum selalu terukir di wajah manisnya. Di tangannya sudah tergenggam surat dimana dia dinyatakan telah lulus menempuh pendidikan SMA-nya.
"Bundddaaaaa...." Teriak dinda kencang sambil masuk ke panti. Rahayu yang masih di dapur bergegas keluar sambil geleng kepala
"kamu itu.. masuk rumah itu jangan teriak – teriak gitu.. anak gadis bunda udah gede lho... "
Dinda hanya nyegir santai. Segera dinda mencium punggung tangan wanita yang masuk usia senja itu dan menyerahkan surat bukti kelulusannya.
"Dinda lulus bundaaa..." ucapnya manja sembari memeluk Rahayu dengan erat. Sementara bundanya hanya diam sambil tersenyum. Hatinya ikut merasakan senang yang menguar dari Dinda, anak asuhnya di panti.
"Oh ya bund... Nanti sore aku ijin ya bund.. mau ada acara perpisahan di sekolah bund.." Rahayu hanya mengangguk mengiyakan permintaan dari Dinda.
" Jangan malam – malam pulangnya.. " ucap Rahayu sambil mengelus lembut rambut hitam Dinda.
***
Pesta perpisahan di sekolah dinda berlangsung sederhana. Hanya ada ucapan terima kasih dari perwakilan siswa dan beberapa pentas seni. Maklum, sekolah Dinda bukanlah sekolah swasta yang sarat akan keglamoran siswanya. Sekolah Dinda hanyalah sekolah negeri bukan sekolah swasta dimana siswanya berasal dari kalangan berduit, namun demikian mampu menghasilkan lulusan dengan mutu yang baik.
Sore beranjak malam, acara – acara di perpisahan sekolahpun selesai. Para murid mulai membubarkan dirinya, termasuk dengan Dinda. Dia memilih untuk berjalan kaki dari sekolah menuju asrama panti. Beberapa temannya menawrinya untuk pulang bersama, namun Dinda menolak dengan alasan tidak mau merepotkan. Jadilah sekarang Dinda pulang jalan kaki. Membelah jalanan yang remang dan sedikit basah karena rintik hujan. Malam itu begitu sepi. Nyaris tidak ada orang sama sekalli. Sejujurnya Dinda juga sedikit ketakutan. Dia mencoba mempercepat langkahnya, hingga dirinya dikejutkan dengan mobil yang tiba – tiba berhenti di sampangnya. Pintu mobil itu terbuka dan tampaklah wajah yang menyeramkan. Dinda begidik ketakutan melihat wajah yang keras dan menakutkan tersebut. Lelaki di mobil itu turun dan menarik tangan Dinda.
"Le..Lepaskan.. Ap.. Ap..Apa mau-mu?" Dinda berusaha berontak. Namun tenaganya jelas kalah jika dibandingkan dengan tenaga lelaki yang menyeretnya tersebut
"Diam kau... dan layani saja aku!!!!" ujar lelaki itu. Aroma alkohol menyeruak dari nafasnya
"kau salah.. Aku BUKAN WANITA MALAM.. " Teriak Dinda masih mencoba untuk memberontak. Namun tetap saja sia – sia. Tenaganya jelas kalah.
"DIAM... JANGAN CEREWET KAU!!! AKU TIDAK SUKA KAU CEREWET!!!! " Lelaki tersebut marah dan menampar keras Dinda, membuat Dinda kehilangan sejenak kesadarannya. Setengah jam kemudian sampailah mobil itu di sebuah rumah mewah. Lelaki itu menyeret Dinda. Tidak dipedulikannya isak tangis dan permohonan dinda.
BRUUKK..
Dilemparkannya tubuh Dinda ke tempat tidur dengan kasar. Dinda bergetar hebat. Dirinya seolah tahu apa yang akan terjadi padanya. Dengan sisa tenaganya, Dinda masih mencoba untuk berontak dan melarikan diri. Namun, jambakan pada rambutnya menggagalkan usahanya.
"SUDAH KUBILANG TUGASMU MELAYANIKU!!!!" Lelaki itu semakin marah dan mencengkeram leher dinda dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya merobek baju yang dikenakan oleh Dinda. Sementara Dinda, pendangannya semakin buram dan kabur hingga membawa ke titik terendah dalam sejarah kehidupannya. Malam itu telah menjadi malam terkelam dalan sejarah hidup Dinda. Lebih kelam dibandingkan harus kehilangan keluarganya akibat bencana alam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RandomAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...