Part 32

2.5K 129 6
                                    

Pulang dari rumah sakit, Mentari langsung mencari Ayu. Dia sudah tidak sanggup lagi menahan semuanya sendiri. Tidak mungkin dia memendam sendiri permasalahannya. Ayu yang saat itu sedang bersantai di beranda belakang terkejut ketika Mentari tiba-tiba memeluknya.

"Ada apa nak? Hm.. Ada masalah apa sayang?" Ayu membelai lembut rambut Mentari.

"Mario ma.." Mentari serasa tidak sanggup untuk melanjutkan perkataanya. Matanya merah menahan air mata yang siap meluncur. Ayu yang melihat itu lalu bangkit berdiri, memeluk erat Mentari, berusaha untuk menenangkan putrinya itu.

"kamu mandi dulu, bersih-bersih terus habis itu bisa cerita ke mama. Mario sudah ditangani sama dokter spesialis kanker anak kan? Berarti dia sudah berada di tangan yang benar" Ayu seperti bisa menduga akan apa yang akan dikatakan oleh Mentari. Mentari mengangguk dan menuruti apa yang dikatakan oleh Ayu. Mentari beranjak ke kamarnya dan segera membersihkan diri.

Malam harinya, ketika semua keluarga Surya berkumpul di ruang keluarga. Mentari masih saja memikirkan tentang Mario. Surya dan Rendi sebelumnya sudah diberitahu oleh Ayu tentang kondisi Mentari. Surya lebih memilih Mentari untuk membuka sendiri tentang bagaimana kondisi Mario.

"Pah, jika Tari jadi pendonor untuk Mario bagaimana pa?" Mentari berusaha memancing Surya.

"Cerita dulu dari awal. Mario bagaimana kondisinya dan donor seperti apa yang dimaksud?" Surya masih belum mengerti tentang apa yang dimaksud oleh Mentari

"Kecurigaan Tari kemarin benar pa. Mario memang terkena kanker darah. Advis dari Prof Sus, terapi yang akan diterapkan ke Mario adalah transplantasi sumsum tulang belakang jika memang tidak berhasil akan dilakukan kemoterapi. Probabilitas terbesarnya ya dari saudara sekandung atau orang tuanya. Hanya ada Bara, Mentari dan kakek neneknya yang masih mempunyai hubungan darah dengan Mario. Selain kami bertiga tidak ada lagi. Berarti Mentari ada kemungkinan untuk menjadi donor bagi Mario. Tapi ya semua tergantung dari hasil pemeriksaan nanti. Belum tentu juga sih pa" Jelas Mentari panjang lebar ke keluarganya.

"Lakukan! Jika memang nanti hasil pemeriksaan memang sumsum tulang belakangmu yang cocok untuk Mario, kamu harus melakukannya. Ingat, yang bersalah itu Bara, bukan Mario. Kamu dan Mario itu sama-sama korban dari peristiwa itu" Surya dengan tegas menjawab pertanyaan Mentari. Surya tidak mau Mentari akan menyesal lebih dalam nantinya jika dia memutuskan untuk tidak melakukan donor sumsum tulang belakang untuk Mario. Rasa penyesalan yang dalam akan membuat jiwa rapuh Mentari kembali terluka. Itu yang menjadi pertimbangan utama Surya.

"Mas setuju dengan papa. Mas lihat sebenarnya hati kecilmu sendiri memang sangat ingin untuk merawat Mario, tapi kenangan buruk itu memang tidak bisa lepas dari ingatanmu. Ya, walaupun sebenarnya hati mas antara rela dan tidak rela. Mas takut jika kamu nantinya bersedia menjadi donor, mereka akan memanfaatkan kebaikanmu" Kali ini Rendi yang berucap. Rendi hanya khawatir jika kebaikan dari Mentari akan disalahgunakan oleh Bara dan keluarganya. Dia tidak rela adiknya kembali terpuruk dalam depresinya kembali.

"Manfaatin kebaikan Tari? Maksud mas Ren gimana? Siapa yang manfaatin Tari? Tari gak paham" Mentari masih bingung dengan kalimat dari Rendi.

"Mas takut kalau Bara dan orang tuanya akan memanfaatkan kebaikanmu dalam merawat Mario. Hal paling buruk yang ada di pikiran mas saat ini adalah mereka akan memaksamu untuk menikah dengan Bara dengan dalih biar bisa merawat Mario bersama-sama. setelah semuanya ini, mereka gak akan mungkin pake cara kasar. Mereka akan pake cara halus, ya dengan memanfaatkan keadaaan Mario itu salah satunya. Mereka akan menggunakan sisi keibuanmu untuk mencoba mempengaruhimu. Sementara kamu sendiri sangat tidak nyaman jika Bara ada di sekitarmu kan?" Rendi menjelaskan ketakutannya. Sesaat hening memikirkan apa yang dikatakan oleh Rendi. Dalam hati, Surya membenarkan apa yang menjadi ketakutannya, namun jika itu benar terjadi, dia akan siap pasang badan untuk Mentari.

"Oke, sekarang giliran mama yang bicara" Kali ini Ayu mengambil giliran untuk berbicara

"Mama mungkin gak akan bisa bicara sepanjang papa atau mas-mu. Mama cuma bisa kasih saran, kembalikan semuanya pada Tuhan. Berdoa, minta petunjuk sama Tuhan. Novena kalau memang perlu. Tuhan pasti akan kasih jalan buatmu dan jalan Tuhan itu pasti indah" Ayu dengan lembut membelai lengan Mentari.

***

Mentari melangkah menyusuri lorong rumah sakit. Langkahnya tegas menuju pada ruang Prof Susilo. Dia berencana untuk konsultasi lebih lanjut mengenai kondisi kesehatan Mario. Sebenarnya dia sudah menghadap Prof Susilo saat itu, namun sepertinya dia kurang puas dan masih ada beberapa pertanyaan yang mengganjal di hatinya.

"Selamat siang prof, mohon ijin menghadap" Ujar Mentari saat masuk ke ruangan Prof Sus dan mendapati orang yang dicarinya itu sedang membaca hasil pemeriksaan.

"Oh, Mau apa dek? Konsul, bimbingan atau apa?" Tanya Prof Susilo ramah.

"Iya prof, konsul sekaligus ada beberapa hal yang ingin saya ketahui" Jawab Tari singkat. Mendengar itu Prof Susilo meletakkan beberapa kertas di hadapannya dan kemudian berfokus pada Mentari yang sudah duduk di depannya

"Ini tentang pasien Mario, prof. Mengenai advis dari Prof Sus tentang transplantasi sumsum tulang belakang. Bagaimana prosedurnya ya Prof?" Setelah melewati permenungan semalaman, Mentari akhirnya mengambil keputusan untuk mengikuti pemeriksaan sumsum tulang belakang. Jika memang nantinya cocok dengan Mario, dirinya juga sudah mengambil keputusan untuk menjadi donor bagi Mario.

"Sebentar.. Kalau jelasin bagaimana itu transplantasi sumsum tulang belakang urusan mudah. Yang menjadi ketertarikan saya adalah ada hubungan apa kamu dengan pasien? Jika hanya hubungan profesional saja antara pasien dan dokter, saya yakin gak sampai seperti ini kan? Setelah merujuk ke saya, bukankah semuanya menjadi tanggung jawab saya?" Prof Susilo sebenarnya telah menaruh kecurigaan ketika Mentari menanyakan dengan detail mengenai kondisi Mario. Saat itu, Mentari beralasan ingin mencocokkan kecurigannya dengan hasil diagnosa dari Prof Susilo.

"Maaf prof, sebenarnya pasien Mario adalah anak saya" Mentari akhirnya terpaksa berterus terang. Sudah tidak ada ruang baginya untuk mengelak lagi.

"Sudah saya duga sebelumnya. Kenapa tidak bilang saja dari awal. Kamu takut hal ini akan mempengaruhi penilaian saya? Kamu jangan khawatir. Hal seperti ini tidak akan mempengaruhi penilaian saya terhadap kamu. Saya tetap akan menilai kinerjamu secara profesional" jawaban dari Prof Susilo sedikit membuat lega Mentari. Setidaknya ketakutannya selama ini tidak terbukti.

Setelah mendapat penjelasan panjang dan detail dari Prof Susilo mengenai kondisi Mario dan segala sesuati yang berkaitan dengan donor sumsum tulang belakang yang mungkin akan dijalaninya, Mentari hanya bisa tersenyum. Hati kecilnya berkata bahwa dia melakukan semuanya ini semata untuk anaknya. Untuk keselamatan jiwa anaknya. Dia kini mencoba menepikan semua rasa sakit yang pernah dia terima akibat perlakuan dari Bara.

Sehangat Maaf Mentari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang