Part 36

2.5K 122 1
                                    

Suasana kaku dan canggung sangat terlihat di ruang tunggu operasi. Sementara Mentari dan Mario berada di dalam operating theatre untuk operasi transplantasi sumsum tulang belakang, di ruang tunggu sudah menunggu dua keluarga mereka. Anton, Reta dan Bara tengah terduduk diam dengan pikiran mereka masing-masing. Di depan mereka bertiga juga sudah ada satu keluarga lainnya. Surya, Ayu, Rendi dan Olivia juga sedang terduduk di kursi panjang ruang tunggu. Wajah mereka memang menunjukkan ketegangan, namun tidaklah setegang wajah keluarga Anton. Brian masih menjalani fisioterapi medik, sehingga tidak bisa menunggu operasi Mentari.

Rendi berkali-kali melihat pada Bara. Berharap sahabatnya itu mendongakkan kepalanya dan mau menatapnya, namun lantai di bawah tempat Bara duduk tampaknya lebih menarik perhatiannya daripada apapun. Banyak hal yang sebenarnya ingin Rendi katakan pada Bara, namun dia harus berpikir ulang. Emosinya selalu naik setelah dia tahu cerita yang sesungguhnya. Berkali-kali dia harus mengambil nafas panjang untuk meredakan emosinya. Olivia, tunangan Rendi, hanya bisa mengelus pelan lengan Rendi. Berharap Rendi tidak kalah dengan emosinya, namun tiba-tiba Rendi berdiri. Olivia langsung mengeratkan pegangannya di lengan Rendi. Mencegah Rendi berbuat lebih jauh. Rendi mengetahui kekhawatiran calon istrinya itu. Dia hanya memberi tepukan halus pada tangan Olivia dan senyum ringan seakan berkata bahwa dia baik-baik saja.

Rendi berjalan tegas ke arah Bara, setibanya di dekat Bara, dia memegang lengan Bara, menariknya agak sedikit keras sambil berkata:

"Ikut gue!" Bara mengetahui bahwa saat seperti ini pasti akan terjadi. Mau tidak mau, suka tidak suka dia akan menghadapi Rendi secara langsung. Bukan sebagai sahabat, atau rekan bisnis tapi sebagai kakak dari Mentari.

Rendi sedikit menyeret Bara yang pasrah dibawa oleh Rendi. Sampai di area taman rumah sakit, Rendi lalu melepas cekalan tangannya dan berbalik menghadap Bara:

"Gue harap sama lo, kalo in adalah terakhir kalinya lo ganggu Tari. Jangan bikin gue gagal buat kedua kalinya gak bisa jaga adik gue. Gue udah gagal jaga Suksma, gue gak mau gagal lagi jagain Tari" Kali ini tidak ada lagi sapaan hangat dari Rendi atau canda lepas Rendi pada Bara seperti yang biasa mereka lakukan sebelumnya.

"Ya. Gue janji sama lo, dan maafin gue dan semua kelakuan gue dimasa lalu terutama sama adek lo" Bara mengucap lirih. Dengan seluruh kekuatannya, dia berani menatap langsung wajah Rendi.

"Harusnya lo ngomong itu langsung ke adik gue. Yang lo rusak dan lo perkosa itu adik gue, bukan gue" Rendi mengucapkan itu sambil beranjak pergi dari sana. Dia tidak mau terlalu lama bersama dengan Bara. Emosinya masih belum terkontrol saat ini.

"Kalau boleh tahu, kenapa lo dan keluargo lo adopsi Dinda?" Bara masih penasaran dengan keputusan keluarga Surya mengadopsi Mentari. Mendengar itu, Rendi menghentikan langkahnya, menoleh kembali pada Bara.

"Ada dua alasan utama. Yang pertama karena Tari udah nyelametin gue. Saat orang lain gak ada yang mau nyelamatin gue, dia justru mau bersusah-susah nyelametin gue dari maut. Darah dia juga mengalir di diri gue sekarang. Kalo gak ada dia, gue udah barengan sama Suksma sekarang. Alasan kedua, gue pengen jaga dia dari orang-orang brengsek macem lo. Gue yakin, Suksma yang ngirim Tari buat ngasih gue kesempatan kedua, buat bayar kesalahan gue yang gak bisa jagain suksma" Jelas Rendi. Selesai mengatakan itu, Rendi melangkah masuk kembali ke rumah sakit, menuju ke ruang operasi. Dia meninggalkan Bara begitu saja di taman rumah sakit. Saat hampir mencapai pintu rumah sakit, Rendi menghentikan langkahnya tanpa menoleh pada Bara yang ada di Belakangnya, dia berucap:

"Satu lagi, panggil dia dengan Mentari. Dia ingin menghapus masa lalunya yang kelam, termasuk panggilannya." Selesai mengatakan itu Rendi kembali melangkah masuk ke dalam rumah sakit.

Sesampai di ruang operasi, ternyata pengambilan sumsum tulang belakang Mentari sudah selesai. Dia sekarang sudah keluar dari ruang operasi dan saat ini berada di ruang pemulihan pasca operasi. Keluarganyapun sudah tidak ada di ruang tunggu. Setelah mendapat informasi itu, Rendi memilih menuju ruang rawat inap Mentari dan menunggu di sana. Sekalian dia ingin menenangkan diri. Bertemu dengan Bara menguras seluruh tenaganya karena dia harus menahan emosinya. Saat masuk di ruang rawat inap, didapatinya Brian baru saja selesai menjalankan terapinya. Dengan dibantu oleh beberapa perawat, Brian kembali kembali duduk di di brankarnya. Rendi mengamatinya dari sofa tempatnya duduk sekarang. Setelah selesai, perawat tadipun meninggalkan ruangan Brian.

"Bri, gue minta sama lo. Lo jangan pernah sekalipun nyakitin adek gue. Biarpun nantinya adik gue udah jadi istri lo, kalo gue denger Tari nangis gara-gara kelakuan lo, lo harus ngadepin gue!" Brian kaget mendengar ucapan Rendi. Brian diam saja menanggapi ucapan Rendi. Brian berpikiran mungkin Rendi sedang emosi, karena pasti bertemu keluarga Anton. Membiarkan Rendi meluapkan amarahnya terlebih dahulu mungkin adalah pilihan yang tepat.

"Gue gak peduli siapa lo, mau lo itu adiknya Angga sahabat gue sendiri, tapi kalo lo udah bikin Tari nangis ato kecewa, gue sendiri yang bakal lo adepin" Rendi masih meneruskan omongannya.

"Kak, ngapa jadi gini? Masih ragu sama keseriusan gue kak? Kalo gue mau main-main, gak mungkin Brian bawa papa sama mama ke rumah kakak buat ngelamar Tari. Kakak tahu dari awal kan ceritanya gimana dan keputusan apa yang udah Brian ambil" lama-lama Brian jengkel juga dengan Rendi. Ada kecewa dalam nada bicara Brian.

"Kakak gak liat yang sekarang ini? Bahkan Brian sampai babak belur, harus masuk ICU gara-gara gak mau lepasin adik kakak. Kurang gimana Brian buat buktiin cinta Brian ke Tari? Bahkan jika setelah inipun Tari ingin membawa Mario dan merawatnya, gak masalah buat Brian dan Tari tahu itu" Seakan tersadar akan ucapannya yang salah sasaran, Rendi menunduk sekejap. Menarik nafas panjang lalu menghampiri Brian di brankarnya. Dipeluknya calon adik iparnya itu. Brian lalu membalas pelukan Rendi dengan hangat.

"Maafin gue. Gak seharusnya gue ngelampiasin ke lo. Lo udah berkorban seperti ini demi adik gue. Maaf. Gue lepas kontrol" Brian membalas pelukan Rendi. Mereka sama-sama sebagai dua lelaki yang berjanji untuk menjaga mentari. Rendi sebagai kakaknya dan Brian sebagai calon suaminya.

"Operasi Tari gimana kak? Udah selesaikah?" Brian mencoba mengalihkan perhatian Rendi. Jika dibiarkan, Brian khawatir Rendi masih tenggelam dalam emosinya. Brian takut jika Rendi akan melampiaskan kepada orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini.

"Udah, udah selesai untuk Mentari. Tapi Marionya belum. Sekarang Tari ada di ruang pemulihan. Nungguin dia siuman, trus jika emang gak ada masalah, bisa dipindah ke sini. Lo sendiri gimana terapi lo? Sampe dimana progresnya?" Rendi sepertinya sudah turun emosinya. Dia tidak lagi naik intonasi nadanya ketika berbicara. Brian tersenyum mendengar itu.

"Lumayan sih kak, udah bisa jalan dengan lancar. Tadi udah coba jalan tanpa pake elbow kruk. Udah bisa, cuman memang masih nyeri di betis dan pangkal paha. Tinggal fokus sama menghilangkan nyeri saat aktivitas saja" jelas Brian tentang terapinya.

Sebagai pendonor, Mentari tidak memerlukan waktu yang lama, baik untuk tindakan pengambilan sumsum tulang belakang maupun untuk masa pasca operasi. Hal yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Mario. Setelah menerima sumsum tulang belakang dari ibunya, Mario masih harus melewati beberapa pemeriksaan dan observasi untuk memastikan tidak ada infeksi ikutan dan tubuhnya bisa menerima dengan baik sumsum tulang belakang yang dicangkokkan padanya.

Sehangat Maaf Mentari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang