Pagi menjelang. Cahaya matahari pagi menyelinap masuk diantara celah tirai. Kamar yang hancur berantakan itu merupakan saksi bisu terjadinya sebuah tragedi dalam hidup seorang gadis suci. Dinda masih menangis dan bergetar hebat mengingat kejadian yang menimpanya tadi malam. Gadis itu diam meringkung memeluk kaki dan tubuh polosnya yang ditutupi selimut. Rasa sakit baik sakit fisik maupun psikis sangat kuat dirasakan Dinda.
Dinda menoleh ke sampng, dilihatnya wajah bengis yang kemarin telah merenggut paksa kesuciannya. Lelaki itu tidur dengan posisi tengkurap di sisi lain tempat tidurnya. Sekilas wajah Dinda menampakkan amarah yang teramat besar.
DOK..DOK..DOK..DOK...
Tiba – tiba pintu kamar itu digedor. Rasa takut Dinda kembali muncul. Bayangan malam itu seolah kembali menghiasi ruang memorinya. Tangisan dalam diam dan getaran hebat tubuhnya menandakan kondisi Dinda kembali terguncang.
BRAAAKKKK... !!!!! BLAAMMMM!!!!!!!!!!
Pintu kamar itupun didobrak paksa. Nampaklah sepasang suami istri paruh baya...
"ASTAGAAAA..... APA YANG KAU LAKUKAN BARAA??????" Sang suami menampakkan kekesalannya melihat apa yang terjadi di kamar anaknya tersebut. Sementara sang istri berjalan cepat menghampiri Dinda yang masih terguncang dan menangis terisak. Pandangannya sayu. Menyiratkan kesakitan yang dalam. Segera diraihnya Dinda, dipeluknya untuk memberikan sedikit ketenangan.
"Anakmu sudah keterlaluan!! Dia mau main dengan wanita jalanan aku gak peduli. Tapi kali ini dia sudah memperkosa anak gadis. Lihat!! Jika dia wanita jalanan tidak mungkin dia terguncang seperti ini" Ucap sang istri tersebut sambil membawa Dinda keluar dari kamar itu. Menuntunnya untuk membersihkan diri dan mengganti baju yang telah robek
" BANGUN KAU ANAK BODOH!!!... LIHAT APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN!!!!"
" What'a up dad??? Masih ngantuk ini." lelaki yang bernama Bara itu menyahut dengan suara serak khas bangun tidur.
" Daddy gak pernah ngajarin kamu buat memperkosa anak gadis orang!!! Apa yang kamu lakukan HAAH!!!"
" Dia hanya wanita malam Dad. Gak perlu pusing. "
" Wanita malam kau bilang?? Lihat dia begitu shock dan terguncang. Jika memang dia wanita malam, tidak mungkin dia akan terguncang hebat seperti itu. Lihat itu"
" Aaarrrgghhhhh... Daddy gak usah drama pagi – pagi gini... " Bara masih mencoba berkilah dan mencoba kembali tidur. Melihat itu, Daddy-nya hanya bisa geleng – geleng kepala. Segera dia keluar dari kamar Bara, menyusul istrinya yang mencoba menenangkan Dinda. Dinda sendiri kini lebih baik, setelah membersihkan diri dan kembali mengenakan pakaian lengkap milih mommy-nya Bara. Terlihat kebesaran, namun itu lebih baik dibandingkan dengan bajunya yang telah dirobek.
" Biarkan dia makan dulu, setelah itu kita baru bisa bertanya dan memastikan dimana alamatnya. Kita harus mengantarnya pulang kembali"
" Iya. Anak ini cantik. Sayangnya anakmu telah merusaknya." Ujar sang istri sambil mengusap lembut rambut Dinda. Sementara Dinda masih memegang gelas dengan tangan gemetar.
" Nak.. Siapa namamu nak." Tanya Reta dengan halus
" Diii...Dindaaa.." ujar Dinda dengan suara serak.
" Dinda, kamu bisa panggil tante dengan Mommy Reta, dan ini suami tante. Kamu bisa memanggilnya Deddy Anton." Reta mulai memperkenalkan dirinya dan Anton suaminya
" Dinda, Makan dulu ya, setelah makan, nanti kami antar kamu pulang.. " Kali ini Anton mencoba membuka komunikasi dengan Dinda. Sementara Dinda hanya menggeleng.
" Aku tidak lapar. Antarkan saja aku pulang..." ucap Dinda kembali terisak.
Setelah mencoba berbagai cara untuk membujuk Dinda supaya makan terlebih dahulu, namun tidak berhasil, akhirnya Anton dan Reta mengalah. Mereka mengantarkan Dinda ke panti dimana Dinda tinggal. Sesampai di panti, Dinda yang melihat bundanya sedang duduk teras depan, langsung menghambur dan memeluk Dinda.
" Bunda... Dinda kotor bunda... Dinda udah kotor bunda...." Dinda kembali menangis hebat dalam pelukan Rahayu. Rahayu sendiri masih bingung dan mencerna apa yang dikatakan oleh Dinda.
" Dinda di...perkosa.. bunda.." Tubuh dinda kembali bergetar hebat disertai tangis yang makin keras. Hati bunda serasa tertusuk pedang paling tajam. Perih. Sakit. Semuanya ada
" Maaf.. Maafkan kekhilafan anak kami.. Anak kami sudah merusak Dinda.. " Anton mengambil inisiatif untuk meminta maaf terlebih dulu.
"OH.. Jadi anak kalian yang telah merusak Dinda? KELUAR KALIAN DARI SINI!!!! WALAUPUN KAMI ORANG MISKIN DAN PENGHUNI PANTI NAMUN BUKAN BERARTI KAMI BISA JADI MAINAN BUAT KALIAN ORANG KAYA!!!!!" Emosi Rahayu meluap tak tertahan. Wajahnya memerah menandakan amarah yang sangat. Anton dan Reta hanya bisa diam. Mereka sangat menyadari jika dalam hal ini memang Bara yang salah. Sesudah mengusir Reta dan Anton, Rahayu merangkul Dinda dan menuntun masuk ke kamar, memberikan waktu untuk mengistirahatkan raga dan jiwa yang lelah akan kenyataan.
Sementara di sisi lain, Reta dan Anton duduk terdiam. Keduanya tenggelam dalam pikirannya masing – masing. Mereka masih bingung dengan situasi ini.
"Bagaimana jika Dinda sampai hamil?" Tiba – tiba Anton berucap. Memecah kesunyian diantara mereka
" Jika itu terjadi, mau tidak mau kita harus merawatnya. Bagaimanapun itu cucu kita. Kalau Bara tidak mau merawatnya, aku masih mampu untuk merawat cucuku sendiri" Ujar Reta mantap.
" Baiklah. Mungkin besok atau lusa kita harus mengunjungi Dinda. Selain memastikan dia hamil atau tidak, setidaknya aku ingin menebus kesalahan anak brengsek itu"
"Jika dilihat, Dinda cukup manis. Aku yakin anak itu anak yang periang. Tapi Bara sudah mengacaukannya. Ah. Aku jadi kasihan melihat nasibnya nanti. Kau tahu, bahkan aku ingin mengadopsinya." Ujar Reta
" Makanya tadi kubilang, kita mungkin harus sering ke sana. Sekedar menengok atau menghiburnya mungkin. Sekarang dia pasti belum bisa menerima kita, nanti seiring waktu, mungkin dia bisa menerima kita."
Rasa bersalah jelas terlukis di benak Anton dan Reta. Dan mereka ingin memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat anak tunggal mereka itu namun mereka juga menyadari bahwa hal itu bukan hal mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RastgeleAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...