Bara masih termenung memandangi kertas di depannya. Di kertas itu tertulis hasil pencarian Rian tentang Dinda. Semua yang dikatakan Anton mengenai Dinda benar semua. Bahwa Dinda bukanlah wanita malam, bahwa dialah yang telah merusak kehidupan dan masa depan Dinda, dan bahwa dia jugalah yang kini harus mengandung anaknya. Bara kini terdiam dalam kebingungan terutama jika memang Anton memang mengalihkan semua perusahaan dan hartanya ke anaknya itu. Dalam pemikiran Bara, sia – sia dia bekerja keras membesarkan perusahaan milik ayahnya itu jika nanti yang menikmati orang lain.
"Aku harus bisa mengambil anak itu. Dia kunci dari semuanya. Dengan mengambil dan menguasai anak dari perempuan sial itu, akupun masih bisa menikmati semua hasil kerjaku" Bara menggumam pada dirinya sendiri. Dia bertindak cepat dengan membuat surat perjanjian yang menyatakan bahwa setelah melahirkan, apapun yang terjadi, Dinda harus meninggalkan dan meyerahkan anak itu kepadanya.
Bara bergegas ke rumah sakit. Tujuannya cuma satu, mendapatkan tandatangan di surta perjanjian yang kini dipegangnya. Sengaja dia memilih waktu dimana orang tuanya tidak ada di rumah sakit dan menjaga Dinda. Dilihatnya dinda sedang tidur pulas. Ditepuknya pipi Dinda dengan kasar untuk membangunkannya. Dinda yang terbangun langsung tergagap melihat Bara dengan wajah garang tepat berada di depannya.
"Aku tidak mau berlama – lama. Segera tandatangani berkas itu dan buat ini semua jadi mudah!!" Bara langsung memberikan dua berkas perjanjian bermaterai ke Dinda untuk ditandatangi. Dinda yang tentu dalam keadaan tertekan tersebut segera menandatangi surat perjanjian tersebut. Seringai senyum menghiasi wajah Bara, rencananya terlaksana dengan sangat mudahnya.
"Mulai sekarang, kamu tidak punya hak apapun atas anak itu. Tinggalkan dia segera setelah dia lahir!" Ancam Bara kemudian.
" Baaa... iikkk.. akan aku turuti apa maumu. A...aaku mohon jangan sakiti aku lagi.." ucap Dinda terbata. Wajahnya pias memucat. Dia tidak ingin berdebat lagi. Sudah cukup lelah jiwa dan raganya menghadapi semua ini.
"Harusnya kau gugurkan saja bayi sialan itu. Gara-gara bayi sialan itu hidupku jadi berantakan" ujar Bara dingin.
Bara tidak mau berlama – lama di ruang rawat inap Dinda. Sebelum melangkah pergi dia memberikan satu berkas perjanjiannya dengan Dinda.
***
Esok paginya Dinda terbangun. Masih dengan perasaan yang kacau. Dia merasa hidupnya sudah hancur.
Kreekkk... pintu terbuka dan menampakkan Rahayu yang datang dan membawa buah dan satu buah tas kecil.
"kau sudah bangun nak. Bagaimana.. " Belum selesai Rahayu berkata, Dinda langsung menghambur ke pelukannya sambil menangis pelas..
"Saaakkiitt bunda... Saaakkkiittt..." ujarnya lirih. Rahayu sebenarnya sudah tidak tahan. Namun, dia memaksakan untuk tidak menangis. Dia harus kuat untuk Dinda.
"Ini.. Bunda bawakan buah apel. Kamu paling suka apel kan... trus, ini.. Kalau kamu kesepian, sendiri, merasa sedih, ini biar kamu gak lagi merasa sedih dan sendiri ya nak.." ujar Rahayu memberikan sebuah tas.
"Makasih bunda.. Dinda akan selalu ingat pesan bunda" Dinda kemudian bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil berkas perjanjiannya dengan Bara. Dia ingin menyimpan dan menitipkannya pada Rahayu.
"Dinda nitip ini ya bunda.. Tolong jangan sampai ada yang tahu ya bunda.." Dinda menyerahkan berkas perjanjian itu pada Rahayu. Penasaran isinya, Rahayupun membuka. Seketika matanya membelalak melihat isinya.
"Apa-apan ini nak.. GAK BENER INI!!! Kamu dipaksa buat tanda tangan ini semua kan??" Rahayu seketika langsung emosi
"Biarin anak ini ikut ayahnya bunda. Dia akan mengingatkan Dinda akan peristiwa malam itu. Lagipula dengan ikut ayahnya, kehidupannya akan lebih terjamin"
"Bunda takut kalau kamu menyesal nantinya. Nak... Apa kamu masih mendendam dengan laki-laki itu?" tanya Rahayu dengan hati – hati.
"Aarrghhh... Dinda tidak tahu. Yang Dinda tahu sekarang itu kalau memaafkan itu sangat sulit"
"Cobalah nak.. Walaupun bunda tahu bahwa itu akan sulit" Rahayu mengelus pelan rambut Dinda.
Dinda melewatkan pagi itu dengan Rahayu. Berbagai cerita bersama. Rahayu berusaha untuk menguatkan Dinda dengan kehadirannya. Walau tidak setiap hari, Rahayu sering mendatangi Dinda.
Menjelang siang, giliran Anton dan Reta yang datang berkunjung. Begitu melihat Anton dan Reta datang Rahayu langsung beranjak pulang. Dia masih saja emosi melihat pasangan suami istri tersebut.
"Bagaimana kamu nak? Sudah makan siang? Ini Mom bawa salad, kamu suka kan dengan salad?" Reta mengambil kursi dan duduk di samping ranjang Dinda. Dinda hanya mengangguk menanggapinya. Dia menarik selimutnya memilih menghabiskan siangnya dengan tidur.
"Nak, Mommy tahu jika kesalahan Bara memang tidak termaafkan olehmu. Kami juga tidak memintamu memaafkannya. Namun, ijinkan kami memperbaikinya, walaupun itu juga tidak seberapa dibandingkan rasa sakit yang kau rasakan" Reta menggenggam lebut tangan Dinda, mengelus dan kemudian menciumnya. Kembali, Dinda hanya diam. Setetes air mata mengalir pelan dari mata Dinda yang terpejam. Dia hanya bisa menangis dalam diamnya. Reta hanya bisa memandangi wajah Dinda dengan dada yang sesak akan rasa bersalah.
"kau harus kuat nak.. harus.. jangan biarkan rasa sakit itu mengalahkanmu.. ketahuilah nak, mommy ingin menjadi mommy-mu yang sesungguhnya" gumam Reta dalam hatinya
Sementara anton, hanya berdiri dan mengabadikan semuanya itu dengan kamera ponselnya. Hatinya semakin hancur melihat Dinda yang seperti itu. Jauh di hatinya, dia sudah menganggap Dinda sebagai anaknya sendiri, lepas dari rasa bersalah akibat perlakukan Bara pada Dinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RandomAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...