Part 41

2.4K 116 2
                                    

Hari minggu, biasa dihabiskan oleh Brian, Mentari dan Feinya untuk misa pagi di gereja. Biasanya, setelah misa pagi di gereja, Brian dan Mentari biasanya akan mampir untuk visite pasien mereka di rumah sakit terlebih dulu. Feinya biasanya hanya mengikuti aktvitas kedua orang tuanya itu. Dulu sebelum kuliah, dia masih aktif berkegiatan di gereja. Namun, setelah kuliah dan merasakan bagaimana padatnya menjadi seorang mahasiswa kedokteran, dia akhirnya memilih fokus untuk kuliahnya. Setelah selesai, mereka kini berada di salah satu hypermarket untuk berbelanja bulanan.

"Habis belanja kita mampir makan dulu ya. Sekalian mumpung keluar rumah" Ujar Mentari sambil mendorong troli menuju kasir. Perkataan mentari itu langsung dijawab dengan anggukan oleh Brian. Mereka baru sadar bahwa Feinya tidak bersama mereka.

"Mas, anakmu di mana? Tari tadi mikirnya bareng sama kamu mas" Mentari bertanya sambil dia memindahkan barang belanjaan dari troli ke meja kasir.

"Hadeh, anak itu, udah gedhe kok ya masih ngilang-ngilang gitu" Brian juga tidak mengetahui dimana anak gadisnya. Mereka lalu cepat-cepat menyelesaikan transaksi di kasir dan bergegas ke meja informasi untuk mencari keberadaan Feinya. Berkali-kali Brian mencoba mengubungi ponsel milik Feinya, namun tidak ada respon dari sang pemilik.

"Ayah, bunda... Belanjaanya sudah ya?" Feinya dengan wajah polos dan tidak berdosa menghampiri Brian dan Mentari yang baru saja selesai membayar seluruh belanjaan mereka. Brian dan Mentari yang mengetahui Feinya baik-baik saja, tentu lega dengan kemunculan Feinya.

"Iya, sudah selesai. Habis ini kita langsung makan siang ya. Takutnya kalau pulang dulu malah kita telat makan siangnya" Ujar Brian kemudian.

"Ayah, bunda, kenalan dulu yuk sama ayah, oma dan opa kak Iyok. Mereka juga ada di sini. Tuh, mereka nunggu kita di resto sebelah sana" Feinya tadi memang menghilang karena tidak sengaja dia melihat Mario, ayahnya dan kedua kakek neneknya. Mereka rupaya juga ikut berbelanja di lokasi yang sama. Walaupun Feinya dan Mario sudah berteman dan baik Mario dan Feinya sudah mengenal keluarga masing-masing, namun kedua keluarga itu masih belum saling mengenal.

Brian dan Mentari hanya mengikuti langkah kaki Feinya. Mereka berpikir ada baiknya juga berkenalan dengan keluarga pacar anaknya. Tentu akan lebih mudah mengawasi mereka berdua ketika kedua keluarga sudah saling mengenal satu dengan lainnya. Mereka bertiga akhirnya sampai pada satu resto yang ada di hypermerlet tersebut. Di sana sudah ada empat orang yang menunggu mereka. Empat orang itu, empat orang yang sudah sangat dikenal oleh kedua orang tua Feinya, terutama Mentari.

"Ayah, bunda, ini daddy-nya kak Iyok. Namanya daddy Bara, ini oma dan opa kak Iyok. Daddy, oma opa, ini ayah bunda Feinya. Ayah Brian dan Bunda Mentari" Feinya memperkenalkan keluarga Mario kepada orang tuanya. Mentari mematung diam. Dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dan berinteraksi kembali dengan keluarga Anton. Brian yang melihat hal ini dan mengetahui bagaimana Mentari jika berhubungan dengan keluarga Anton, mendekap Mentari dari samping. Memberi kekuatan istrinya itu.

"Dinda...." Ucap Anton, Bara dan Reta bersama-sama. Mereka tidak kalah kaget dengan kenyataan bahwa Feinya adalah anak dari Brian dan Mentari. Menanggapi sapaan mereka bertiga, Mentari hanya tersenyum tipis. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa matanya menyiratkan kerinduan mendalam. Pantas dia merasa tenang dan merasa hatinya menghangat setiap berhadapan dengan Mario.

"Feinya, Mario, hubungan kalian tidak bisa lebih dari kakak dan adik" Mentari langsung mengambil alih situasi yang canggung tersebut. Mendengar itu, baik Mario maupun Feinya langsung kaget. Semalam, Feinya sampai pada keputusan bahwa dia akan menerima Mario. Ketika bertemu Mario sekarang, dia berencana akan mengatakan keputusannya tersebut langsung di depan kedua keluarga. Namun, perkataan tegas dari bundanya memupuskan itu semua.

Sehangat Maaf Mentari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang