Part 35

2.7K 124 1
                                    

Mentari bisa tersenyum dengan lega pagi ini. Setidaknya hilang satu kekhawatiran di pikirannya. Brian kondisinya semakin membaik bahkan dia sudah sadar dan bisa menceritakan kronologi bagaimana peristiwa penjambretannya terjadi. Brian bukannya tidak tahu jika yang menimpanya itu bukanlah peristiwa penjambretan biasa, namun kepada semua orang bahkan kepada polisi yang meminta keterangannya, dia selalu menceritakan bahwa dia terkena jambret saat subuh menjelang pagi. Mentari, Brian, Surya dan Rendi mengetahui bahwa Bara dibalik kejadian yang menimpa Brian. Walaupun Bara sudah berusaha menjelaskan bahwa dia tidak memerintahkan Rian untuk melakukan itu semua, namun tetap saja Mentari tidak bisa menerima alasan apapun dari Bara.

"Mas, makan dulu ya buahnya. Ini Tari udah potong apel" ujar Tari sambil membawa satu piring berisi apel yang sudah terkupas dan terpotong. Selama Brian menjalani rawat inap, Mentari selalu menyempatkan diri untuk merawat dan menjaganya.

"Jadwal operasi kamu kapan memangnya?" Brian menerima apel dari Mentari dan kemudian mengunyahnya pelan. Dia sudah tahu tentang rencana Mentari yang tetap menjadi donor untuk Mario.

"Mungkin tiga hari lagi. Nungguin kondisi Mario juga. Dia sekarang lagi kurang sehat. Mas sendiri jadwal untuk fisioterapi medik kapan?" Brian memang harus menjalani fisioterapi medik karena dislokasi bahu kanan. Kakinya juga terkilir, menyebabkan dia kesulitan untuk berjalan dengan normal. Untuk beraktivitas, Brian masih menggunakan elbow kruk namun itupun juga tidak maksimal, mengingat dislokasi bahu yang dialami oleh Brian.

"Dek, ntar kalo jadwalnya udah pasti, kasih tahu mas ya. Mas mau pindah ke ruang rawat kelas satu, biar kita bisa satu ruang rawat inap. Pasca operasi pengambilan sumsum tulang belakang pasti masih butuh perawatan lanjutan dan recovery kan? Biar mas nanti minta tolong ke Kak Angga dan Kak Rendi ngurusinnya" Brian saat ini menempati ruang rawat inap utama, sehingga satu kamar hanya dirinya saja. Dengan pindah ke ruang rawat inap kelas satu dimana satu kamar dua orang, dia bisa dirawat bersama dengan Mentari saat pasca operasi nantinya.

"Emang bisa gitu mas? Biasanya kan ya sama-sama cowoknya atau sama-sama ceweknya gitu kan ya?" tanya Mentari polos, karena sepengetahuan Mentari ruang rawat inap antara pasien pria dan wanita pasti akan dipisah. Tidak dijadikan satu.

"Bisalah itu. Serumah sakit ini juga tahu kan kita udah tunangan. Lagian juga kita statusnya sekarang kan pasien, gak mungkin tho ngelakuin yang iya-iya di ruang rawat inap kan. Eh, apa kita coba aja ya, iya-iya di ruang rawat inap kayak gini. Kali aja ada sensasi yang beda" Mendengar jawaban ngawur Brian, Mentari menjejalkan empat potongan apel dengan ukuran besar sekaligus membuat Brian gelagapan bahkan hampir tersedak dibuatnya. Mentari beranjak pergi meninggalkan Brian dengan cengiran konyolnya. Brian hanya terkekeh geli melihat sikap calon istrinya itu. Selalu menggemaskan.

***

Beberapa hari kemudian Mentari mendapat kabar bahwa operasi siap dilaksanakan. Kondisi Mario sudah memungkinkan untuk bisa menjalani operasi. Mentari juga sudah mempersiapkan diri untuk operasi transplantasi sumsum tulang belakang. Hatinya sudah bulat ikhlas melakukannya semata untuk Mario, anaknya. Anak yang tidak bisa dia rawat. Sesuai rencana juga, Angga dan Rendi mengurus kepindahan ruang rawat inap untuk Brian dari kelas utama ke kelas satu sehingga kedua adik mereka bisa satu ruang rawat inap. Memudahkan juga bagi kedua keluarga tersebut untuk saling menjaga keduanya. Angga dan Rendi tidak kesulitan sama sekali dalam proses pemindahan ruang rawat inap tersebut. Seperti yang telah dikatakan Brian, seluruh rumah sakit telah mengetahui hubungannya dengan Mentari, sehingga itu semua bisa memudahkan proses pindah ruang rawat inap. Brian sendiri kondisinya sudah semakin membaik. Dia sudah bisa melakukan beberapa aktivitas ringan tanpa menggunakan alat bantu lagi. Beberapa mobilisasi pergerakannya masih terbatas, sehingga masih memerlukan beberapa terapi untuk bisa sembuh total.

"Mas bangga sama kamu dek. Dengan semua cerita yang ada, kamu masih tetap mau menjadi donor" Brian mencoba membuka obrolan malam itu. Ada Rendi dan juga Angga yang turut menemani mereka berdua.

"Itu kalau kejadiannya di mas, udah dari kemarin-kemarin aku tinggalin mereka. Kamunya aja dek yang terlalu baik sama orang" Rendi masih emosi sebenarnya. Apalagi Brian juga menjadi korban, walaupun itu bukan kemauan dari Bara namun tetap saja Brian mendapat getahnya.

"Ayank aku kan cantiknya luar dalam kak..." Brian masih ngegombal. Mendengar gombalan Brian, Mentari langsung bersemu merah. Melihat wajah Mentari yang memerah justru semakin membuat ketiga lelaki itu semakin menggodanya.

"ahaayyy... bucin is in the house sodara-sodara" Rendi heboh dengan histeris diikuti suara tertawa dari Angga. Jadilah saat itu Mentari menjadi bahan ledekan diatara ketiga lelaki di depannya itu. Memang seperti itulah jika mereka berkumpul. Mentari harus pasrah menjadi "obyek penderita", namun dia sendiri menikmatinya. Mentari menilai bahwa itu adalah bentuk lain dari perhatian kakak-kakaknya dan juga calon suaminya itu. Sedang asyik mereka bercanda, pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan menampakkan sepasang suami istri. Mereka adalah Anton dan Reta. Melihat mereka datang, Rendi sudah ingin beranjak berdiri dan mengusir mereka. Namun, hal itu langsung dicegah oleh Angga dan ketika dia menoleh ke Mentari, adiknya itu menggelengkan kepala menandakan bahwa dia tidak setuju dengan tindakan kakaknya itu. Mentari bersyukur dalam kondisi ini ada Angga yang bisa meredakan emosi Rendi. Jika tidak ada Angga yang mencegahnya, sudah dipastikan jika Rendi akan mengusir pasangan suami istri yang sebenarnya tidak mempunyai kesalahan apapun pada Mentari itu.

"Maaf, mungkin kedatangan kami mengganggu, kami hanya ingin bertemu sebentar dengan Dinda" Anton berucap tenang. Dia tahu bahwa dia harus mengendalikan emosinya. Niatnya di sini baik, dia ingin menyampaikan rasa terima kasihnya pada Mentari yang bersedia menjadi donor buat Mario, cucu mereka.

Merekapun berjalan, menuju brankar Mentari. Reta lalu meletakkan parcel buah yang tadi dibawanya. Mentari yang saat itu duduk bersandar di brankarnya tersenyum canggung.

"Terima kasih nak. Setelah semuanya, mungkin kau mengganggap kami tidak punya malu dengan berani datang kemari. Kami hanya ingin berterima kasih padamu nak" ujar Reta sambil menggenggam tangan Mentari. Sementara Mentari berbincang dengan Anton dan Reta, ketiga lelaki di ruang itu terus memfokuskan pandangannya.

"Iya tante. Tante harusnya berterima kasih sama papa dan mama. Mereka yang udah bikin Tari sadar dan ngambil langkah ini. Mas Brian juga. Dia yang pertama kali kasih saran ke Tari kalau Tari harus melakukan ini. Apapun Mario terlahir dari rahim Tari. Itu artinya Mario adalah anak Tari. Tari tidak bisa merawat Mario selama ini, jadi mungkin Tuhan kasih ini semua untuk ingetin Tari" Mentari mengatakan itu sambil melihat pada Brian. Brian hanya menanggapinya dengan senyum canggung.

"Ini tante bawain buah. Seingat tante, kamu doyan banget sama apel. Tante kupasin ya?" Reta sendiri bingung harus bagaimana di situasi itu. Sangat tidak nyaman suasana di kamar rawat inap yang ditempati Mentari dan Brian.

"Maaf tante, tapi berhubung operasinya besok pagi, jadi Mentari harus puasa malam ini. Jadinya gak bisa makan dan minum" Tolak Mentari dengan halus. Reta lalu meletakkan kembali apel yang tadi sudah sempat diambilnya. Raut kecewa nampak pada wajah Reta.

Setelah beberapa kali perbincangan ringan, Anton dan reta memilih meninggalkan ruangan Mentari dan kembali menuju ruangan rawat inap dari Mario. Mereka ingin sebenarnya salah satu dari mereka berada di sana, namun melihat bahwa di ruangan itu Mentari sudah ada tunangan dan kakaknya, maka niat itu diurungkan. Suasana di ruang rawat inap Mentari dan Brian juga menjadi kaku saat Anton dan Reta datang menjadikan alasan lain Anton dan Reta tidak berlama-lama di ruang tersebut. Bara sendiri saat ini berada di ruangan Mario. Dia semakin tidak punya muka di depan Mentari dengan semua yang telah terjadi. Dia lebih memilih untuk di ruangan Mario dan menjaga anaknya itu.

Sehangat Maaf Mentari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang