Hari ini cukup sibuk untuk Dinda. Besok dia harus berangkat ke Surabaya. Memulai untuk melanjutkan studi dan terapi traumatik di sana. Siang itu, Dinda menghabiskannya dengan packing barang-barang yang harus dibawa ke Surabaya. Dinda dibantu Ayu saat ini mengemasi baju-baju dan dimasukkan ke koper-koper besar yang sudah dipersiapkan.
"Arrh.. Mama sebenarnya rela gak rela kalau kamu harus pergi ke Surabaya" ucap Ayu memecah kesunyian diantara mereka. Dinda yang mendengarnya menghentikan aktivitasnya sejenak. Memandang Ayu sejenak. Tatapan mata sayu mereka bertemu.
"Mama.... Ini yang Dinda gak suka sebenarnya. Ninggalin mama dan semuanya. Padahal Dinda udah mulai nyaman dengan semuanya. Dinda bakalan kangen sama mama, papa juga mas Rendi." Ujar Dinda sambil memeluk Ayu dari samping. Ditahannya airmata agar tidak jatuh.
"Jangan lupa ya tetep hubungi mama. Kamu nanti kan tinggal sama om Bram di sana, mama sedikit lega. Setidaknya kami gak akan khawatir"
"Iya ma.. Pasti.. Nanti kalau perlu Dinda hubungi mama tiap jam deh"
"Eh, bentar, kamu kan gak punya ponsel? Trus gimana kamu mau hubungin mama? Ah.. berarti kita harus keluar beli ponsel buat kamu. Ayok.. mumpung masih agak siangan. Kita bisa ke mall bentar beli ponsel buat kamu" Ayu yang tersadar jika Dinda tidak memiliki ponsel, segera berdiri, mengambil tangan Dinda dan kemudian mengajaknya keluar.
Dinda hanya bisa menurut saja. Dia sebenarnya merasa tidak perlu punya ponsel. Selama di Surabaya dia tinggal di tempat om-nya dan bahkan Surya sudah menyiapkan sopir dan mobil pribadi. Begitu Dinda mengatakan bahwa dia bersedia melanjutkan terapi dan juga studi di Surabaya, esoknya Surya menghubungi Abraham, adiknya dan meminta bantuan agar Dinda bisa tinggal di keluarga Abraham dan tentu keluarga Abraham sangat menyetujuinya. Surya juga telah menceritakan segala sesuatu tentang Dinda. Tidak ada yang ditutupi oleh Surya kepada adiknya itu. Agar tidak merepotkan keluarga Abraham, Surya juga sudah menyiapkan satu mobil plus sopir pribadi untuk Dinda. Dengan semua fasilitas yang diberikan oleh Surya, Dinda merasa sudah lebih dari cukup. Jadi untuk meminta dibelikan sebuah ponsel, Dinda sendiri merasa sangat sungkan. Kalaupun memang nanti dia membutuhkan dia bisa membeli dengan menyisihkan uang sakunya.
Surya dan Rendi sengaja pulang sore ini. Mereka ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Dinda. Besok, Rendi akan mengantar ke Surabaya dengan penerbangan pagi. Berhubung Dinda belum pernah naik pesawat, maka mau tidak mau Rendi ikut mengantar ke Surabaya. Dinda sebenarnya ingin ke Surabaya dengan kereta api atau bis, namun karena alasan efisiensi permintaan itu ditolak oleh Surya.
"Kalian ini kemana saja? Pamit cuman sebentar ke mall, kenapa sampai se sore ini?" Surya langsung sedikit marah ketika Ayu dan Dinda. Surya merasa waktunya dengan Dinda berkurang karena mereka baru pulang sore hari.
"Ah.. Papa ini.. Namanya juga cewek Pah.. Khilaf mata pah" Ayu berusaha membela diri.
"Udah dapat belum Din ponselnya? Mana, papa pinjam dulu ya.. Papa mau masukin beberapa nomer penting " Tanya Surya ke Dinda. Dia bermaksud untuk memasukkan nomer kontaknya, rendi dan beberapa orang yang dianggap penting untuk Dinda. Selain itu dia memasang pelacak dan penyadap berbasis GPS di ponsel Dinda. Hal itu dilakukan Surya agar bisa memonitor anaknya itu. Dinda dengan polosnya menyerahkan ponsel yang baru dibelikan Ayu.
***
Pagi ini, Surya, Ayu, Rendi dan Dinda sudah berada di terminal keberangkatan bandara. Mereka bersiap untuk mengantar Rendi dan Dinda ke Surabaya. Tampak Dinda dan Rendi dibantu dengan beberapa orang-orang Surya di belakangnya.
"Papa..Mama.. Dinda bakalan kangen. Dinda janji secepatnya Dinda selesaikan studinya" Ucap Dinda ketika sampai di depan pintu terminal kebarangkatan pesawat

KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RandomAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...