Pagi di keluarga Surya selalu ramai, apalagi jika bukan Rendi penyebabnya. Usia memang sudah terbilang matang, namun seperti pepatah bahwa dewasa bukanlah dilihat dari usia, maka itu yang terjadi pada Rendi. Tingkah polahnya masih seperti anak sekolahan atau anak ABG. Namun anehnya ketika sudah berhadapan dengan pekerjaan atau ketika berada di kantor, sifatnya berubah. Entah, seperti memiliki kepribadian ganda.
Seperti pagi itu, Rendi bangun tidur dan langsung mendaratkan pantatnya di ruang makan. Bangun tidur, belum mandi, belum cuci muka, belum gosok gigi dan langsung mengambil secangkir kopi hitam sebelum akhirnya sarapan pagi. Surya dan Ayu hanya diam. Bagi mereka, tingkah polah Rendi seperti itu masih tergolong "normal". Masih banyak tingkahnya yang lebih ajaib dari apa yang dilakukannya pada pagi itu.
"Mas Rendi ini ya.. Joroknya.. Mandi dulu lah mas baru sarapan" Dinda yang pertama kali melihat kelakuan Rendi secara langsung tentu saja shock.
"Hm.. Nnuuaantii Sssuuaja sweekaliaan huaabiss mmakkaan" jawab Rendi dengan mulut masih penuh kunyahan roti. Alur aktivitas pagi Rendi sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Bangun tidur Rendi biasanya langsung ke kamar mandi untuk menuntaskan "morning call"-nya lalu tanpa mandi langsung menuju ruang makan buat sarapan dan juga minum kopi hitam. Sebisa mungkin kopinya adalah kopi tubruk dan bukan kopi instan.
"Isshh... Jorok banget sih mas Ren. Belum sikat gigi tapi udah makan" Dinda berkata sambil begidik, menunjukkan ekspresi jijiknya.
"Ya gitu itu kelakuan mas-mu itu. Kami angkat tangan. Mau dikasih tahu model apapun juga gak mempan" Kali ini Surya yang berbicara
"srruuupppp.... yang penting kan Rendi gak ngerugiin siapapun tho" Jawab Rendi sehabis menyruput kopinya.
"Mas itu belum mandi. Jadinya ya bau mas. Jadinya ya tetep gangguin oranglah kalo mas belum mandi" Jawaban Dinda direspon Rendi dengan mengangkat tanganya lalu menciumi ketiaknya kanan kiri. Hidungnya mengendus endus. Mencoba untuk meyakinkan bahwa dia tidak bau badan
"Sudah biarkan mas-mu seperti itu. Dinda, apa rencanamu setelah ini nak?" Surya ingin memancing tentang rencanya yang ingin menyekolahkan Dinda hingga menjadi dokter. Sesuai dengan impian dan cita-citanya.
"Belum tahu pah. Dinda belum ada kepikiran mau kemana habis ini" Jawab Dinda lugas.
"Nak, kamu kan sempat cerita kalau kamu pengen jadi dokter, kenapa tidak mencoba mewujudkan cita-citamu itu?" Giliran Ayu yang berbicara. Semalam, Surya, Ayu dan Rendi memang mendiskusikan masalah Dinda. Awalnya Ayu keberatan dengan keputusan Surya yang berencana mengirim Dinda ke luar kota bahkan ke luar negeri untuk mewujudkan cita-citanya itu. Ayu yang kesepian saat Rendi dan Surya disibukkan dengan pekerjaan di kantor sangat senang ketika ada Dinda yang menemaninya di rumah. Namun setelah diberi pengertian bahwa tujuan utamanya adalah menghapus memori kelam Dinda, maka Ayu akhirnya merelakan Dinda melanjutkan studinya keluar kota.
"Mendengar ceritamu kemarin, sebenarnya papa ingin mengirim kamu ke luar kota atau ke luar negeri sekalian. Tujuan utamanya tentu supaya kamu bisa menyembuhkan dirimu sendiri atas trauma yang kamu alami, dan sembari itu kamu bisa sambil kuliah kedokteran seperti yang kamu mau. Bagaimana Dinda?" Lanjut Surya kemudian.
Dinda menatap Surya bingung. Dia masih tidak tahu arah yang dimau oleh Surya dengan memintanya untuk melanjutkan studinya namun harus di luar kota.
"Begini Dinda, kami ingin kamu melanjutkan mimpimu. Cita-citamu. Kamu silakan kuliah kedokteran seperti yang kamu mau. Namun, kalau kamu di sini, kemungkinan kamu bertemu dengan orang yang melecehkan kamu tentu sangat tinggi bukan? Mama dan papa gak mau jika kamu kembali ke titik nol trauma kamu lagi. Tinggallah di Surabaya lanjutkan studimu di sana, di sana ada adik papa, paman kamu yang akan menjaga kamu sambil kamu terapi trauma kamu itu hingga benar-benar hilang" Ayu menjelaskan dengan detail apa yang menjadi rencana besar Surya untuk Dinda. Ayu melihat kebingungan di mata Dinda. maka dari itu dia berinisiatif menjelaskan semuanya dengan lebih mudah pada Dinda.
Dinda mengerjap. Mencoba memahami penjelasan yang diberikan oleh orang tua angkatnya itu. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Bukan karena sedih, bukan karena perih seperti yang selama ini dia rasakan. Namun, Dinda sangat terharu, jika orang tua angkatnya itu sangat memperhatikannya bahkan sampai bersedia menyekolahkannya. Sungguh, ini di luar ekspektasi Dinda.
"Ya elaaahhh.. Timbang disuruh sekolah aja susah amat dah jawabnya. Kalo disuruh kawin mah, susah jawab wajar" Perkataan Rendi membuat Surya dan Ayu kompak melotot ke arah Rendi. Mendapat hadiah pelototan dari kedua orang tuanya membuat Rendi seketika menciut. Tengil sih, tapi kalau berhadapan dengan orang tuanya dia langsung mengkerut.
"Dinda gak tahu harus ngomong apa lagi pah. Dinda sebenernya pengen nolak karena merasa gak pantes. Baru kemarin malam Dinda ada di rumah ini, tapi keluarga ini sudah seperti keluarga Dinda sendiri. Apa pantes buat Dinda menerima semua itu? Dianggap sebagai anak dan diterima di keluarga ini dengan hangat, itu sudah lebih dari cukup buat Dinda" Dinda berucap sambil menunduk. Dia tidak berani menatap langsung wajah keluarga angkatnya itu.
"Oke, Papa gak akan maksa kamu. Papa kasih waktu sampai minggu depan buat mikir tawaran papa tadi. Kalau kamu menerima tawaran papa, kamu persiapkan diri buat tes masuk perguruan tinggi di Surabaya. Tapi kalau kamu menolak tawaran papa tadi, maka papa akan persiapkan kamu untuk handle salah satu bisnis papa. Kamu bisa belajar sama mas-mu langsung. Kalau tertarik sama bisnis, mending belajar langsung sama mas-mu atau sama papa sekalian dan langsung praktek handle perusahaan" Surya berkata final dan dijawab dengan anggukan oleh Dinda. Perkataan Surya kembali membuat dilema bagi Dinda. Awalnya Dinda berpikir untuk menolak tawaran melanjutkan studi, namun mendengar perkataan Surya baru saja jika dia menolak maka dia harus memegang salah satu lini perusahaan milik keluarga Surya tentu akan semakin membebaninya. Jika menerima tawaran Surya untuk memegang salah satu perusahaan, maka nasib ratusan karyawan berada di pundaknya, dan Dinda sangat tidak siap untuk itu. Keluarga Surya mempunyai bisnis di bidang layanan keuangan mulai dari bisnis bank, perusahaan multifinance hingga perusahaan sekuritas. Memang bukan group perusahaan konglomerasi besar, namun perusahaan Surya juga tidak bisa dianggap enteng. Posisi perusahaan sekarang dalam kondisi yang sangat bagus, berkat duo Surya dan Rendi yang mampu memimpin dengan baik group perusahaannya itu.
"Papa, Mama dan Mas Rendi, sepertinya Dinda sudah tahu apa yang harus Dinda pilih. Dinda memilih melanjutkan studi dan sekaligus melanjutkan terapi traumatik Dinda yang keputus kemarin. Dinda bersedia pah" Mendengar jawaban Dinda, senyum segera menghiasi Surya, Ayu dan Rendi. Walaupun sebernarnya mereka berat melepas Dinda keluar kota, namun itu harus dilakukan. Toh, itu semua demi kebaikan Dinda juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RastgeleAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...