Setelah seharian penuh bedrest, kondisi Dinda perlahan membaik. Dia sudah melakukan beberapa aktivitas ringan untuk mengembalikan kembali tenaganya. Dia juga sudah mengetahui tentang kelahiran anaknya, dan juga bahwa dia tidak bisa memproduksi ASI untuk anaknya. Dinda sendiri tidak mempermasalahkan itu semua, dia masih merasa keberatan dengan kehadiran anaknya itu. Lagipula anak itu akan diasuh oleh ayahnya, jadi apa urusannya jika dia tidak bisa memberikan ASI untuk anak itu dan entah mengapa, setelah dia melahirkan dia merasa lega. Lega karena dia tidak akan berurusan kembali dengan Bara, orang yang telah menghancurkannya.
"Bunda, nanti Dinda pulang ke panti ya. Dinda udah kangen sama panti" ujar Dinda manja ke Rahayu
"Iya sayang. Kalau udah bener-bener sembuh, nanti kamu pulang ke panti bareng bunda. Bunda juga udah kangen sama anak bunda yang centil ini" Rahayu menimpali Dinda. Rahayu terlihat senang karena sepertinya Dinda sudah kembali menjadi seorang yang ceria kembali.
Mendengar permintaan Dinda, Reta sebenarnya agak tidak rela. Dia masih ingin bersama dengan Dinda. Walaupun Dinda bermulut pedas saat bersamanya, namun dia sudah menyayangi Dinda. Reta juga tahu bahwa sebenarnya Dinda bukan pribadi yang seperti itu. Anaknyalah yang menyebabkan Dinda bersikap seperti itu.
"Nak, kalau semisal nanti Dinda kangen sama Mario, pintu rumah kami selalu terbuka untukmu nak" ujar Reta memberanikan diri untuk bicara. Sejenak Dinda mencerna ucapan Reta dalam diam. Kemudian Dinda menjawab dengan tegas
"Tentu saja jawabannya tidak nyonya. Saya bisa pastikan kalau saya tidak akan pernah datang ke rumah tempat saya diperkosa dulu. Lagipula anak nyonya juga tidak menginginkan hal itu"
"Maksudnya Bara tidak menginginkannya? Apa maksudmu nak?" Reta bingung menanggapi ucapan Dinda. Reta sekarang malah melihat bahwa Bara sudah mulai berubah sejak Mario lahir.
"Bunda bawa gak surat perjanjian itu? Udah di fotocopy belum?" Dinda memandang Rahayu. Rahayu kemudian mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
"Ini.. Sudah bunda fotocopy. Surat yang asli sudah bunda simpan di tempat yang aman. Bunda jamin itu" ujar Rahayu yang kemudian menyerahkan ke Dinda. Segera Dinda menyerahkan salinan surat perjanjiannya dengan Bara beberapa waktu lalu. Reta yang menerima salinan surat perjanjian dan membacanya menggeram penuh emosi
"Bara!! Mommy takut jika nanti kamu akan mendapatkan balasan yang lebih sakit dari luka yang kamu torehkan ke Dinda dan anak kamu. Mommy takut akan karma yang mungkin akan kamu dapatkan nanti" Reta menggeram antara emosi, marah dan menyesal.
"Boleh Mommy bawa surat ini?" tanya Reta. Reta berencana menyimpan surat perjanjian itu dan menunjukkan pada Anton.
"Bawa saja... Jadi semua sudah jelaskan? Setelah ini saya tidak ada hubungannya dengan keluarga anda, nyonya. Biarkan saya pergi dan melanjutkan hidup saya. Mohon untuk tidak mengganggu saya kembali setelah ini" ujar Dinda.
***
Dinda kini sudah kembali ke panti. Kembali kepada kehidupan sebelum tragedi itu terjadi. Dia sangat bersyukur bahwa seluruh penghuni panti masih mau menerimanya kembali. Meninggalkan panti selama delapan bulan, dan kini semuanya berubah. Panti menjadi jauh lebih baik. Bangunan utamanya menjadi bertingkat dan kamar-kamar yang awalnya sempit kini menjadi lebih luas. Jika dulu ruang makan juga difungsikan sebagai ruang belajar, maka kini panti memiliki ruang makan dan ruang belajar yang terpisah, sehingga memudahkan bagi penghuni panti ketika ingin belajar lebih lama. Semua fasilitas juga berubah. Tidak ada lagi tempat tidur dipan dan kasur tipis, berganti dengan tempat tidur tingkat dengan springbed di masing-masing tempat tidur.
"Bunda, ini kenapa semua jadi berubah seperti ini? Siapa donatur yang baik hati ini bun?"
"Gimana? Kamu suka?" Rahayu seolah tidak mau menjawab pertanyaan Dinda
"Suka banget bunda. Jadi nyaman gini. Bersih juga, jadi enak lihatnya. Eh, tapi beneran lho bun.. Dinda penasaran sama donaturnya?"
"Anton dan Reta. Mereka yang telah menyumbangkan uangnya untuk renovasi besar-besaran panti hingga jadi seperti ini" Sesaat setelah Rahayu mengatakan siapa donaturnya, Dinda kaget. Dia seakan tercekat memahami fakta yang ada
"Kenapa bunda mau menerima sumbangan mereka? Bunda tahu kan mereka bukan orang baik?"
"Mereka orang baik Dinda. Keadaan yang membuat mereka terlihat buruk" Dinda masih mencermati perkataan Rahayu
"Jika mereka orang jahat, tidak mungkin mereka mau menjagamu selama bersama mereka. Mereka juga memberikan semua yang mereka bisa tempuh untuk dirimu kan? Bukan berarti jika anaknya berkelakuan brengsek, maka orangtuanya juga sama brengseknya juga. Mereka sebenarnya orang baik, hanya keadaan yang membuat mereka menjadi seolah mereka itu. Kamu boleh benci dengan Bara karena kelakuannya kepadamu, tapi kamu salah alamat jika kamu membenci orang tuanya. Mereka tidak bersalah apapun atasmu, nak" Rahayu mencoba memberi pengertian ke Dinda.
"Bunda benar sih, mereka sebenarnya selalu menjaga Dinda, mereka selalu berusaha memanjakan Dinda. Selalu memenuhi keperluan Dinda. Perlakuan mereka berbeda dengan anaknya yang brengsek itu" Dinda kembali mengingat delapan bulan saat dia bersama Reta dan Anton. Dan memang, selama delapan bulan itu mereka sangat memanjakan Dinda
"Nak, jangan sampai kebencian menguasai hatimu. Ingatlah, kita diwajibkan untuk memaafkan bukan? Bahkan kita diminta untuk mendoakan mereka yang telah melukai kita. Bunda tahu ini sangat berat bagimu, namun bunda berharap mulailah untuk membuka maafmu terutama untuk Bara" Mendengar nasihat Rahayu, Dinda meneteskan air matanya
"Sangat berat bunda. Sakit rasanya jika harus mengingatnya. Mungkin Dinda butuh waktu yang panjang untuk benar-benar memaafkannya" ucap Dinda. Kali ini tidak ada lagi air mata, namun kesesakan masih ada di sana. Sesak dengan segala yang pernah dia rasakan. Sesak dengan segala perih yang mengungkungnya.
Rahayu mengelus rambut rambut Dinda. Dinda sendiri merasakan ketenangan ketika dia bisa kembali ke panti. Senyum kembali melengkung di bibirnya. Seolah beban besar telah hilang dari dirinya. Yang Dinda tahu, bahwa dia akan mencoba menjalani hidup barunya dan dia berharap lembaran kelam tidak akan menghampirinya kembali. Jika sekarang ditanya bagaimana perasaan Dinda saat ini, sejujurnya dia sendiri tidak bisa menjawab. Lega, karena telah melalui proses kehamilannya telah selesai. Sedih, karena dia harus terpisah dengan anaknya. Mulutnya boleh mengatakan bahwa dia benci, otaknya boleh mengingat tentang rasa sakitnya selama ini namun tidak bisa dipungkiri hatinya berkata bagaimanapun juga anak itu adalah anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RandomAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...