Part 25

3K 133 1
                                    

Brian dan Mentari hari ini mendapat jatah jaga pagi di rumah sakit, sehingga mereka bisa pulang sore. Semenjak bertunangan, Brian seringkali berangkat dan pulang bersama dengan Mentari. Namun, jika jadwal shift mereka bertabrakan, maka Mentari akan diantar jemput oleh sopir pribadinya. Surya masih memantau dengan ketat semua pergerakan Mentari. Dia masih belum melepas sepenuhnya Mentari pada Brian, walaupun dia sudah merestui hubungan mereka.

Brian mengajak Mentari ke kafe terlebih dulu sebelum mengantarnya pulang. Dia beralasan ada sesuatu yang ingin dibicarakan terlebih dulu dengan Mentari. Mentari hanya mengiyakan saja ajakan tunangannya tersebut lagipula dia sudah mengubungi Surya jika dia akan sedikit telat pulang sore ini.

"Memang mau ngomong apa sih mas? Kayaknya serius gitu?" Tanya Mentari sambil mengunyah pelan wafle pesanannya. Dia melihat wajah Brian yang menjadi serius. Tidak seperti biasanya. Brian itu setipe dengan Rendi. Mereka tipe orang santai yang tidak bisa terlalu serius.

"Tari, jika seandainya nikahan kita diundur sampai kita sumpah dokter gimana? Apa kamu keberatan?" Brian terlihat sangat hati-hati memulai perbincangan sore ini.

"Alasannya?" Tanya singkat Mentari

"Karena kita masih belum lulus. Kuliah di kedokteran kan butuh biaya yang mahal. Aku maunya setelah kita nikah, kita sudah tidak tergantung lagi sama orang tua kita. Dengan kondisi kita yang sekarang, jelas kita tidak bisa bekerja sendiri. Jadwal jaga rumah sakit kita padat kan. Walaupun bisa, pasti hanya kerjaan paruh waktu yang penghasilannya belum tentu bisa memenuhi kebutuhan kita nanti" Jelas Brian

"Kalau memang gitu, kenapa dulu buru-buru melamarku?" Kembali Mentari melontarkan pertanyaannya.

"Heheheh... Keburu napsu..." Brian menjawab disertai cengiran jahilnya. Mendengar itu, Mentari langsung melempar Brian dengan tissu makan di depannya. Brian hanya terkekeh melihat tingkah Mentari.

"Aku gak mau kehilangan kamu. Kamu itu limited edition. Keburu diembat orang kalo aku gak tancap gas duluan" Brian masih terkekeh ringan

"Mangkanya mas, napsu jangan digedein. Jadinya kayak gini kan" Mentari kini terlihat sewot.

"Sorry... Aku emang susah ngendaliin yang satu itu kalau sama kamu. Hehehe.. " Brian menjeda sejenak setelah melihat Mentari seperti memikirkan sesuatu.

"Jadi gimana? Setuju apa gak?" Brian kembali bertanya pada Mentari.

"Oke, kalau itu alasannya Tari setuju mas. Tari juga gak mau nyusahin lebih jauh lagi papa, mama dan mas Rendi. Mereka udah terlalu baik sama Tari. Gak bakal bisa Tari membalas kebaikan mereka" Sejujurnya Mentari sendiri pernah memikirkan jika dia jadi menikah dengan Brian. Pasti salah satu dari mereka harus mengalah dengan mengambil cuti kuliah, dan itu harusnya Tari karena Brian sudah mengambil cutinya tahun lalu. Namun, jika itu terjadi, Surya tentu tidak akan membiarkannya. Dia pasti akan tetap membiayai kuliah Mentari hingga sumpah dokter terucap dari bibirnya.

Selesai makan dan waktu juga sudah menjelang malam, Brian lalu mengantar Mentari menuju rumahnya. Mumpung hari ini tidak ada jadwal jaga malam, dia berencana mengungkapkan rencana penundaan pernikahan mereka. Brian berharap Surya bisa memahami posisinya dan Mentari saat ini yang masih menempuh pendidikan.

Sampai di kediaman keluarga Surya, Brian dan Mentari duduk dengan mimik muka yang tegang. Untunglah saat itu Rendi sedang keluar bersama Olive. Jika tidak maka situasi pasti makin panas. Sementara Surya dan Ayu kebingungan melihat tingkah anak dan calon mantunya itu.

"Ekhem.. Jadi?" Surya berdehem keras. Suara Surya membuat aura di ruang tamu itu menjadi lebih mencekam.

"Om.. Eh, Pah, tadi saya dan Tari, kami tadi berunding dan sepakat untuk menunda pernikahan kami sampai kami lulus dan menjadi dokter" Jawab Brian tergugup. Sungguh, siapapun akan menjadi ciut melihat aura dari Surya.

"Maksud kamu? Kamu mau main-main sama anak saya?" Surya langsung berdiri sambil tangannya menunjuk ke Brian. Nada bicaranya langsung naik. Melihat rekasi Surya yang diluar perkiraan, Brian langsung bertambah mengkerut. Nyalinya langsung habis saat itu

"Hmm... Pa.. Bisa Brian jelasin pa.. Brian akan tetap menikah dengan Tari, Brian janji. Tapi jika kami berdua menikah, sementara kami masih kuliah, maka salah satu dari kami harus mengalah untuk tidak melanjutkan kuliah. Kami sudah melangkah sejauh ini, sangat disayangkan kalau terputus kuliah kami" Brian bertambah takut. Dia tidak pernah melihat Surya semarah ini sebelumnya.

"Kamu meremehkan saya, anak muda!! Kamu kira saya tidak sanggup membiayai pendidikan anakku sendiri?" Surya masih tidak terima dengan alasan Brian

"Buu..Buukan begitu maksud kami.. Kami hanya ingin selepas kuliah kami tidak lagi merepotkan orang tua. Kami ingin mandiri dengan jerih payah kami sendiri" Brian masih berusaha menjawab

"Berdiri kamu!!" Perintah Surya tegas pada Brian. Mau tidak mau Brian menurutinya. Sebelum berdiri, dipandanginya Mentari, seolah meminta dukungan dan kekuatan. Mentari hanya membalas tatapan Brian dengan tatapan mata yang meneduh. Mencoba memberikan kekuatan pada tunangannya itu.

"Sini!! Berdiri dekat dengan saya!!" Surya masih dengan sikap tegasnya. Brian dengan langkah ketakutannya mendekati Surya. Pikirannya sudah berkecamuk memikirkan berbagai macam kemungkinan yang mungkin terjadi. Brian berdiri berhadapan langsung dengan Surya, namun dengan wajah yang tertunduk. Tiba-tiba kedua tangan Surya menangkup di pipi Brian, memaksa wajah Brian terangkat setara dengan Surya.

"Papa senang mendengarnya. Itu artinya kamu punya prinsip yang kuat. Kamu punya idealisme. Dan papa suka itu"

"Jadi......" Ucap Brian mematung mendengar suara Surya yang tiba-tiba melembut seperti biasanya. Tidak ada lagi pembicaraan dengan nada tinggi seperti tadi.

"Papa cuman ngetes kamu saja. Kamu tetep di pendirian kamu apa tidak? Atau kamu jadi goyah karena papa kerasin kayak tadi. Intinya, kalian sudah dewasa, kalian bisa menentukan arah kehidupan kalian sendiri. Papa setuju saja jika itu memang sudah jadi kesepakatan kalian" Jelas Surya.

"Te... Terima kasih pa.. " Brian masih terbata-bata. Dia masih belum bisa kembali normal. Masih ada shock dan sedikit ketakutan di Brian.

"Udah santai aja... Gih sana balik duduk. Itu lihat Tari juga sama pucatnya sama kamu. Kelamaan berdiri kamu bisa pingsan nanti" Surya setengah bercanda menyuruh Brian kembali duduk. Brian hanya menuruti permintaan Surya saja. Mentari sendiri sejak awal hanya bisa menunduk. Dia sangat tahu bagaimana sifat papa-nya itu. Dia takut jika Surya menanggapi berbeda rencana dari Tari dan Brian.

"Oh ya, Sabtu besok kamu ada jadwal jaga apa tidak, nak?" Tanya Surya pada Mentari

"Tidak ada pa.. Sabtu besok Tari off jaga. Minggunya baru ada, tapi shift malam" Jelas Tari

"Brian, malam minggu besok Tari papa bawa dulu ya. Kamu kencannya lain kali aja. Jangan malam minggu besok" Ucap Surya setengah bercanda.

"Malam minggu besok temani papa, mama sama mas-mu buat acara gala dinner. Sekalian papa mau kenalin kamu sebagai anak papa di acara itu. Sudah waktunya kamu tampil di publik sebagai anakku. Kamu bersedia kan" Bukan pertanyaan, tapi lebih pada perintah yang terlontar dari Surya untuk Mentari. Surya memang berencana mau mengumumkan ke publik bahwa Mentari adalah anaknya, dan mengajak Mentari menghadiri acara bisnis merupakan salah satu caranya. Dia berpikir sudah saatnya dia memperkenalkan Mentari pada publik sebagai anaknya.

"Iya pah.. Kebetulan malam minggu besok ada jadwal Brian buat jadi presenter di acara product launching ponsel" jawab Brian. Saat ini selain menyelesaikan studinya, Brian juga berprofesi sebagai MC di berbagai acara. Dia tidak mau terlalu membebani orang tua dan kakaknya, terlebih sekarang adiknya juga masih kuliah dan tentu membutuhkan banyak biaya. Alasan ini pula yang menyebabkan dia mengambil cuti kuliah tahun lalu.

Sehangat Maaf Mentari (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang