Baik seluruh keluarga Anton dan Mentari telah melaksanakan pemeriksaan awal untuk melihat kecocokan sumsum tulang belakang mereka. Keluarga Anton memang tidak tahu jika Mentari juga melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang juga. Mereka sebenarnya ingin meminta tolong pada Mentari untuk ikut, namun rasa bersalah dan malu lebih menguasai mereka. Melihat bagaimana Mentari ikut merawat saat Mario dan bagaimana sikap Mentari terhadap Mario di rumah sakit saja sudah membuat mereka malu akan apa yang menimpa pada gadis itu. Bagaimana mungkin mereka mungkin mereka minta untuk Mentari melakukan lebih dari itu. Masuknya Mentari ke keluarga Surya dan bagaimana keluarga Surya memperlakukan Mentari semakin membuat mereka menjadi kecil hati.
Selang beberapa hari, kembali, keluarga Anton berada di ruang Profesor Susilo untuk melihat hasil pemeriksaan mereka. Anton, Reta dan Bara sangat berharap salah satu dari mereka bisa menjadi donor bagi Mario, sehingga dengan begitu mereka tidak perlu meminta tolong pada Mentari.
"Selamat siang bapak, ibu sekalian. Mari silakan duduk dulu sebelum saya menjelaskan hasil pemeriksaan yang sudah kita lakukan" Prof Susilo meyilakan untuk duduk.
"Baik, bapak ibu, dengan sangat menyesal harus saya katakan jika tidak ada dari bapak dan ibu yang bisa menjadi donor untuk transplantasi sumsum tulang belakang anak bapak" Prof Susilo menyerahkan tiga anplop berukuran besar yang telah terbuka yang isinya tentang hasil pemeriksaan itu kepada Anton. Penjelasan Prof Susilo menjadikan wajah Anton, Bara dan Reta memucat. Harapan mereka sudah luruh bersamaan dengan hasil yang diberikan oleh Prof Susilo.
"Prof, apakah mungkin jika donor sumsum tulang belakang itu didapat dari orang lain. Maksudnya bukan dari kami yang keluarga inti dari Mario" Tanya Bara di tengah emosinya yang berkecamuk. Pikirannya sangat kacau saat ini.
"As of theory, bisa dan memang memungkinkan untuk hal tersebut. Hanya probabilitas terbesar memang dari keluarga inti atau keluarga sedarah. Kalau boleh saya tanya, bagaimana dengan ibunya? Apakah sudah dihubungi?" Prof Susilo yang sudah mengetahui bahwa Mentari adalah ibu kandung Mario. Prof Susilo juga sudah mengetahui juga jika Mentari telah melakukan pemeriksaan kesehatan terkait transplantasi sumsum tulang belakang. Anton, Bara dan Reta hanya terdiam atas pertanyaan Prof Susilo. Melihat itu, Prof Susilo kemudian melanjutkan
"Saran saya, temui ibunya, saya tidak tahu ada permasalahan apa, tapi sepanjang saya tahu, tidak pernah ada seorang ibu yang tega membiarkan anaknya menderita" Prof Susilo sebenarnya sudah tahu tentang Mentari dan bagaiman cerita sesungguhnya tentang Mentari dan keluarga Anton. Dia hanya memancing bagaimana reaksi dari ketiga orang di depannya itu. Mentari sudah menerima hasil pemeriksaaanya dan dia memang menyatakan bersedia untuk menjadi donor bagi Mario.
"Saya usahakan prof. Saya usahakan untuk membujuk ibunya dulu. Just let say, ibunya tidak bersedia, lalu langkah apa yang harus kami lakukan prof?" Sekarang Anton yang berbicara
"Kita bisa arrange untuk kemo pak. Namun, saya perlu pemeriksaan kembali kondisi Mario kembali. Setelah itu baru akan kita tentukan jenis terapi kemo yang akan kita lakukan. Untuk saat ini mohon dijaga agar kondisi Mario tidak drop."
Membayangkan bagaimana Mario harus menjalani kemoterapi dan segala konsekuensi yang harus diterima oleh anak sekecil Mario. Hal itulah yang sekarang ada di benak ketiga orang itu. Mereka semua terdiam dalam keputusasaan. Semua seolah seperti jalan buntu yang tidak tahu bagaimana menemukan jalan keluarnya. Hasil pemeriksaan kesehatan yang mereka terima pagi ini sungguh diluar ekspektasi mereka semua.
***
Mentari mengemasi barang-barangnya, bersiap untuk pulang. Kali ini dia mendapat malam, sehingga pagi ini dia pagi ini bersiap untuk pulang ke rumah. Mentari melangkah perlahan melewati selasar rumah sakit. Kondisi mulai ramai terutama pada poli yang mulai banyak berdatangan pasien yang ingin berobat. Untuk menyingkat, seperti biasa Mentari memilih melewati IRD sehingga bisa langsung menuju lobby rumah sakit. Pagi itu dia dijemput oleh sopir keluarga Surya yang sudah bersiap di sana. Saat sedang melewati IRD, tiba-tiba dokter Dian menggenggam tangan Mentari
"Dokter Tari, untungnya belum pulang. Bisa ikut sebentar dok.." Dokter Dian mencegah Mentari untuk melangkah lebih jauh. Mentari yang terkejut kemudian bertanya:
"Ada apa ya dok? Butuh perbantuankah di IRD?" Biasanya memang jika IRD overload atau terjadi kejadian luar biasa, maka beberapa dokter dan dokter muda akan dipanggil untuk membatu dokter jaga di IRD.
"Ikut bentar. Ini soal dokter Brian..." Dokter Dian menarik Mentari ke salah satu ruang penanganan di IRD. Sesampai di sana, Mentari langsung shock, mendapati tubuh yang terbaring di sana. Brian, tunangannya dalam kondisi tidak sadar dan dengan luka lebam di seluruh tubuh.
"Dokter Brian tadi ditemukan luka-luka di tepi jalan seberang rumah sakit. Sepertinya dokter Brian menjadi korban penjambretan. Polisi yang mengantarnya ke sini. Ini beberapa barang pribadi dari dokter Brian. Kami serahkan ke dokter Tari" Hubungan antara Brian dan Tari memang sudah diketahui oleh semua rekan kerja mereka. Karena itulah, dokter Dian memberikan barang pribadi seperti dompet, jam tangan, ponsel dan sebagainya pada Mentari. Mentari menerima semua barang-barang dari Dian. Perhatian Mentari seketika tertuju pada satu benda, gelang yang terbuat dari besi. Dia sangat ingat gelang itu dan siapa pemilik gelang itu. Ini bukan penjambretan.
Mentari hanya mematung, mengalihkan perhatiannya pada rekan-rekannya yang sedang menangani Brian di sana. Seolah tersentak kembali dari lamunannya, Mentari langsung meletakkan tasnya dan bergabung dengan beberapa dokter yang sekarang berjuang menyelamatkan Brian. Setelah memastikan bahwa kondisi Brian berangsur stabil dan perawatan dipindahkan ke ICU, Mentari segera menghubungi Angga, kakak Brian dan Rendi, kakaknya mengenai kondisi Brian. Mentari yakin, mereka masih belum mengetahui kondisi Brian saat ini. Selang satu jam kemudian, Angga sudah ada di rumah sakit. Mentari kemudian menjelaskan kepada Angga bagaimana kondisi Brian.
Setelah memastikan bahwa Brian sudah ada yang menunggu, Mentari bergegas keluar rumah sakit menuju mobil yang memang sedianya akan menjemputnya. Dia segera masuk ke mobil dan berkata:
"Pak, kita ke Nusa Raya Tower. Jangan bilang ke papa atau mas Rendi. Nanti biar Tari sendiri yang mengabari mereka setelah pulang dari sana" Perintah Tari tegas. Dia setengah mati mengendalikan emosi yang sudah memuncak. Sorot kemarahan sangat terlihat dari bahasa tubuh Mentari. Matanya memerah, tangannya mengepal kuat dan beberapa kali terdengar dengusan nafas kasar keluar dari mulutnya. Siapapun akan kaget melihat Mentari yang sangat jauh berbeda dari biasanya.
"Baik non..." ucap sopir keluarga Surya sambil tetap fokus melajukan mobil.
Mobil itupun membawa Mentari menuju Nusa Raya Tower. Tempat kantor pusat Nusa Raya Group.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RandomAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...