Sore ini Mentari sangat tidak tenang. Dia sedari tadi hanya mondar mandir di kamarnya saja. Rencananya sore ini Brian akan datang. Setelah menceritakan apa yang terjadi pada Brian, malahan Brian senang bukan main. Brian malah mengatakan bahwa dia akan membawa orang tua dan kakaknya bersama. Sekalian mau lamaran katanya. Hal itu yang menyebabkan Mentari dari pulang rumah sakit uring-uringan di kamarnya. Ayu yang mengetahui jika anaknya dalam kondisi panik gara-gara Brian mau bertandang ke rumah malah ikutan heboh. Ayu justru memarahi Mentari karena belum menyiapkan apapun untuk menyambut Brian dan keluarganya. Jadilah siang itu Ayu sibuk memesan masakan dan berbagai macam makanan ringan untuk disajikan pada keluarga Brian. Ayu juga sibuk mengerahkan semua asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah.
"Mah, kenapa heboh gini sih ma? Cuman kedatangan satu orang aja kok seheboh ini?" Mentari sebenarnya agak jengah dengan Ayu yang sibuk kesana kemari.
"Iya, satu orang calon suamimu dan keluarganya kan? Lagipula mama gak mau malu lah di depan besan mama. Mana mungkin mama gak lakuin apapun buat menyambut orang yang spesial di hati kamu, nak" Calon besan? Apa Mentari tidak salah dengar? Mau membantahpun rasanya juga percuma saja. Mentari sebenarnya mau membalas perkataan Ayu, namun tiba-tiba ponselnya berbunyi. Rendi kakaknya yang menelpon
"Sore mas Ren. Ada apa?" Sapa mentari ramah
"Sore.. Ini mas mau pulang. Mau nitip apa? Udah siap buat acara ntar malam?" Tanya Rendi, namun dengan nada jahil yang justru membuat Mentari tambah memerah wajahnya.
"Gak ada mas, tuh mama ribetnya minta ampun. Kedatangan Brian aja udah kayak gitu hebohnya. Ampun dah mas.." keluh Mentari
"Kan waktu itu mas udah pernah bilang kalo mama tuh kadang over lebay gitu. Oh ya dek, mas ada surprise. Tungguin mas ya" Belum sempat Mentari membalas atau mempertanyakan surprise apa yang dimaksud kakaknya, telpon sudah dimatikan dulu. Pasrah. Itu yang sekarang dilakukan oleh Mentari. Kadang Mentari merasa sungkan atas semua tindakan keluarga Surya pada dirinya. Sungguh, mereka tidak membedakan sama sekali. Kasih sayang mereka tulus dan apa adanya. Sejenak Mentari terlarut dalam lamunannya hingga sebuah teriakan dari ruang keluarga bawah mengagetkannya
"DEK.... TARTAR... UHHUUUYYY.... DIMANAKAH KAU??????" Teriak Rendi heboh. Mentari yang mendengar itu langsung bergegas turun. Begitu sampai, dirinya langsung terdiam melihat bawaan Rendi yang sangat banyak.
"Nih... Dipake ya nanti. Ini dipesan khusus buat acara hari ini" Lanjut Rendi menyerahkan satu set baju model sleeveless kebaya dengan warna maroon dan beberapa ornamen gold. Gaun model kebaya, namun masih terkesan casual dan modern. Mentari masih ragu menerimanya.
"Gimana kamu suka pilihan mama? Kamu pasti cantik pakai kebaya model begini" ujar Ayu menghampiri Mentari
"Ma.. Tapi ini apa gak berlebihan ma? Ini cuman mau kenalan doang. Papa kan mintanya cuman mau kenalan sama Brian"
"No.. Mama gak mau anak mama keliatan jelek. No.. Kamu harus terlihat cantik" Ayu menggelengkan kepalanya menanggapi rekasi Mentari.
"Mama kamu benar. Masak acara lamaran anak Surya Adinegara acaranya biasa-biasa saja? Papa malah pengen booking hotel atau hall buat acara ini. Sayangnya kamu bilangnya mendadak banget" Kali ini Surya yang bersuara.
"HAH? Lamaran? Enggak pa.." Biasanya Mentari akan cenderung diam jika menghadapi Surya, namun kali ini entah keberanian dari mana, dia bisa menjawab Surya. Dia tidak ingin ada salah paham diantara keluarganya.
"Apa namanya kalau gak lamaran. Katanya mau datang sama orang tuanya, kakaknya, juga kan? Kalau cuman buat kenalan kan gak mungkin ngajak keluarga besar ketemu. Iya kan?" Jawab Surya tenang.
"Udah buruan mending sekarang cobain dulu kebaya yang mama pilih ini. Pas apa gak di kamu. Kalau emang kebesaran atau gimana kan masih sempat dibenerin dulu." Ayu kemudian mengajak Mentari ke kamarnya untuk mencoba kebaya baru-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sehangat Maaf Mentari (Tamat)
RandomAku ingin semuanya ini cepat selesai. Aku ingin pergi. Aku capek. Semua orang selalu bilang kalau aku harus kuat demi anak ini, lalu kalau semua demi anak ini, lalu bagaimana dengan aku sendiri? Bagaimana dengan perasaanku, bagaimana dengan hatiku...