4. AWAL MULA

891 103 69
                                    

SELAMAT MEMBACA^^
•••

"Bangsat!!" umpat Randy sembari membanting
pulpennya ke sembarang arah. Sejak satu jam yang lalu ia berkutat dengan tugas-tugasnya.

Guru memang biasa seperti itu, kadang suka seenaknya memberikan tugas tanpa memberi rasa simpati sedikit pun. Seperti halnya yang dialami Randy Angkasa, putra kedua dari almarhum Nolandi Angkasa Alberto.

Sekarang ini ia tengah berpusing-pusing dengan tugas sejarah, kepalanya sudah migrain karena 65 soal yang diberikan oleh Bu Siska. Untungnya salah satu teman sekelasnya yang pandai dan berbaik hati mau membantunya.

Renata Jofaline, yang akrab disapa Rere. Gadis cantik itu juga ikut berkutat dengan beragam buku. Otaknya yang cerdas tidak membuat gadis cantik itu migrain seperti Randy.

Randy sedari tadi hanya membolak-balik bukunya, sedari tadi hanya tiga soal yang ia jawab. Berbeda dengan Rere yang sudah menjawab 47 soal.

"Otak lo ada mesinnya ya?" celetuk Randy sembari memijat pelipisnya. Rere menoleh, ia tersenyum lebar dengan wajah songong nya.

Rere tetap lincah mencari-cari jawaban dan menulis jawaban. Mulutnya berkomat-kamit mengikuti alunan lagu yang ia dengar dengan headset -nya. Dan juga camilan yang terus ia makan.

Sejarah adalah mata pelajaran paling di sukai oleh Rere. Maka dari itu ia semakin mudah mengerjakannya. Berbeda 180° dengan Randy yang benar-benar frustasi.

Randy melirik buku tugas milik Rere, tulisan rapi, jawaban banyak yang terisi. Sedangkan Randy? Anak badboy seperti Randy mana bisa seperti Rere. Dan sepertinya tidak ada gunanya Randy meminta Rere ke mari, karena Rere sangat pelit dan tidak mau membagi jawabannya.

"Indonesia aja punya sejarah perjuangan, masa lo nggak ada sejarah perjuangan sih?" cibir Randy membuat Rere menoleh. Rere menghentikan aksi mengunyahnya, ia tersenyum miring pada Randy.

"Punya kok."

"Apa?"

"Sejarah memperjuangkan cinta lo eaa," canda Rere diikuti tawa kecilnya. Randy geleng-geleng kepala sembari terkekeh pelan.

Mereka baru kenal satu bulan, tepat saat mereka naik kelas 10, tapi sudah akrab dan kenal satu sama lain. Ucapan Rere itu Randy anggap hal biasa. Karena Rere memang suka bercanda. Tidak heran lagi jika Rere asal ceplos seperti itu.

Rere memperhatikan sekeliling rumah Randy, besar, luas dan megah. Hampir sama seperti rumahnya. Bedanya rumah Randy empat lantai, sedangkan rumahnya hanya tiga lantai.

"Rumah segede ini lo sendirian, Ran?" tanya Rere dan Randy menggeleng. Randy menghisap rokoknya sejenak lalu menghadap Rere.

"Daddy udah nggak ada, mama lagi pergi, abang kuliah. Para pembantu sibuk masing-masing," jawab Randy jelas.

Rere manggut-manggut, ia baru tahu jika Daddy nya Randy sudah tiada. Bahkan ini untuk pertama kalinya ia main ke rumah Randy.

"Renald udah lama kuliahnya?"

"Nggak, baru tahun ini masuk kuliah. Btw Rachel sama temen-temen lo nggak jadi ikut?"

Rere menggeleng sembari memakan buah apel. Randy heran sendiri, tubuh kurus tapi makannya banyak. Tapi biar pun makan banyak, tetap saja ia langsing.

Diam-diam Randy mengamati wajah imut Rere, apalagi saat sedang makan seperti ini. Ia menyangga dagunya dan menyandarkan tangannya di sandaran kursi. Tanpa sadar sudut bibirnya tertarik.

"Ren, lo--"

"Iya-iya, oke bentar." Suara itu menghentikan ucapan Rere. Refleks Rere dan Randy menoleh, mereka mendapati sosok lelaki yang nampaknya buru-buru.

Renaldy[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang