17. MAKAM

707 72 45
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••

"Jokes ...."

Suara lirih Rere membuat Renald yang sedang bermain game menoleh. Menaikkan satu alisnya seolah bertanya. Menghela napas panjang, lalu menatap Renald dalam.

"Trauma lo itu dalam banget ya?"

Renald mengubah rautnya menjadi datar. Ia yakin Rere tahu soal traumanya itu dari mamanya. Renald membiarkan saja siapapun tahu soal traumanya itu. Terlebih Rere.

Sudah 2 kali Rere membuat Renald kembali trauma. Jujur, Renald sudah lama ingin mengubur trauma itu. Tapi apa boleh buat? Sangat susah. Ia mencoba menghilangkan pemikiran bahwa 'bercanda adalah mala petaka'.

Nyatanya susah. Sudah dari kecil Renald punya pikiran seperti itu, setelah kejadian itu. Ia selalu takut jika ia bercanda maka akan melukai orang lain.

Bentakan itu, tamparan itu, air mata, luka dan darah. Benar-benar membekas dalam ingatan Renald. Hatinya sakit sejak kecil. Dicaci maki oleh keluarga sendiri, bahkan banyak tetangga yang meng cap nya anak nakal. Dulu banyak tetangga yang tidak membolehkan anak-anaknya untuk bermain dengan Renald.

Dan masa-masa itu, terlalu sakit bagi Renald.

Meskipun kini semua itu sudah berlalu. Keluarganya sudah mulai memaafkan dirinya. Dan sekarang, banyak anak-anak jalanan yang tunduk padanya. Tapi itu semua tidak bisa menghilangkan trauma Renald.

"Jokes." Rere meraih tangan Renald, mengelusnya lembut. "Enggak semua candaan itu mala petaka. Gue sering kok bercanda sama temen-temen gue, tapi juga fine-fine aja. Jok, gue tahu lo trauma. Tapi bisa kan lo perlahan hilangkan rasa trauma lo itu?"

Renald diam.

"Oke memang sulit. Tapi gue janji bakalan bantuin lo menghilangkan rasa trauma itu. Perlahan-lahan pasti bisa kok. Lo yakin kan, Jok?"

Menghela napas sejenak, Nayya sudah sering menasehati Renald seperti ini. Tapi saat Renald mencoba, terasa sulit.

"Gue--"

"Kita akan buktiin, Jok. Gue akan selalu di samping lo. Sebagai saksi bahwa lo benar-benar udah menghilangkan rasa trauma itu."

Rere mengulum senyum lebar.

"Rubah pemikiran lo, Jok. Candaan itu bukan mala petaka. Hanya saja, bercanda berlebihan yang enggak baik."

Renald mengangguk lemas, ia tidak yakin jika ia mampu melawan rasa trauma itu. Tapi, apa salahnya untuk mencoba?

"Cil?"

"Ya?"

"Udah terlalu larut malam, lo enggak pulang? Lo ke sini sama siapa dan ngapain sih?"

Mata Rere membulat, kelamaan di ruangan Renald membuat ia lupa jika ia ke mari bersama abangnya.

"Aduh! Gue sama Bang Rama tadi. Astaga lupa!"

Renald menghela napas sejenak.

"Tidur sini aja, Cil. Udah malem. Biarin aja abang lo kebingungan," ucap Renald sembari menepuk kasur di sebelahnya.

Rere mengigit bibir bawahnya, rasanya canggung jika harus tidur di sebelah Renald. Terlebih ia bukan siapa-siapanya Renald. Ciuman itu saja bagi Rere sudah cukup dan tidak akan lebih lagi.

"Tapi sempit, Jok."

"Gapapa enak kok."

Rere berdecak kesal, ia mencoba sekeras apapun menolak. Tapi sayangnya Renald berhasil membujuk Rere. Pada akhirnya Rere menyerah, ia segera naik ke atas ranjang dan ikut tidur di samping Renald.

Renaldy[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang