Chapter 8

3.4K 740 112
                                    

"Cinta pada yang tidak mencintai. Berharap pada yang tidak pasti. Peduli pada yang tidak peduli. Sakitnya, waktu menyesal nanti." - Raditya Dika

🌿


"Udah siap?"

Axel yang menunggu Hani di parkiran. Ia tampak tampan menggunakan kemeja polos warna hitam, kontras dengan kulitnya yang cerah.

Ia juga mengenakan kacamata hitam. Semakin menambah kadar ketampannya.

"Udah."

Hani bergegas masuk mobil. Kali ini dia hanya mengenakan kaos belang yang imut dan celana panjang.

"Kompor udah lo matiin?"

Axel memastikan lagi. Takut terulang kejadian seperti semalam.

"Udah."

Axel heran melihat Hani memakai kacamata hitam yang sama sepertinya.

"Kenapa mata lo?"

"Mata gue belekan. Lagian lo juga pakai."

Hani berbohong, padahal matanya sembab karena semalaman meratapi kisah percintaannya yang sad ending.

"Kebanyakan nonton bokep kali lo!"

Axel sembari memasang seatbeltnya. Hani hanya meliriknya sekilas, terlalu malas berdebat dengan Axel pagi ini.

Hatinya sedang dalam mode rapuh, senggol dikit langsung ambyar.

"Pake, gih! Lo kira itu cuma asesoris doang?"

Axel menunjuk seat belt di kursi Hani.
Hani menuruti perintah Axel tanpa melepas kacamata hitamnya.

"Udah sarapan belom?"

"Mana sempat gue sarapan, kan lo ngasih waktu cuma 10 menit? Gue aja nggak sempat bedakan," gerutu Hani sambil menunjuk mukanya.

"Nih, buat lu! Makan gih, ntar lu pingsan lagi."

Axel menyerahkan roti dan air mineral yang dibelinya di swalayan tadi. Hani menerima roti pemberian Axel dan segera membuka bungkusnya.

"Tumben lu baik?"

"Gue emang pada dasarnya baik, kata orang-orang hati gue seputih malaikat."

Axel memuji dirinya sendiri, membuat Hani muak mendemgarnya. Ia pura-pura muntah.

"Malaikat Izrail?" cibir Hani.

Suasana hening sesaat, Axel berinisiatif memutar lagu di radio. Entah mengapa kebetualan lagu sedih yang diputar.

"Ganti lagu lain bisa nggak?"

Hani merasa Axel menyindirnya, ia segera mematikan radio itu. Axel hanya berdecak sebal melihat tingkah Hani. Sensitif sekali? pikirnya.

"Ntar di Bandung kita ngapain?"

Hani mengunyah roti yang diberikan Axel padanya. Lumayan buat mengganjal perutnya yang lapar.

"Mulung! Ya kerjalah." tukas Axel.

"Iya, gue tau! Maksud gue tugas kita apaan?" gerutu Hani.

"Nyari lokasi buat pemotretan," jawab Axel.

"Kok lo yang nyari? Sebenarnya kerjaan lo apaan, sih?" tanya Hani keheranan.

Setahu dia Axel adalah orang pemasaran, mengapa pula ia harus mengerjakan tugas yang bukan tanggung jawabnya.

"Emang mau siapa lagi? Semua pada ngejar deadline," terang Axel.

"Trus sekarang kita mau ke mana?"

Pacar Magang (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang