chapter 5

3.9K 779 83
                                    

"Cinta tak pernah gagal panen. Karena bahagia dan sedih itulah hasil permanen," Moamar Emka.

🌿

Pagi ini Hani bersiap berangkat ke kantor dengan murung.

"Percuma aja gue bela-belain jauh-jauh magang di kantornya Bang Evan, taunya dia udah punya pacar," gerutu Hani sembari menunggu ojol pesanannya datang.

Evan melihat Hani berdiri seorang diri di depan rumahnya. Ia berinisiatif menyapa terlebih dahulu.

"Han, kok belum berangkat?"

Hani melihat Evan yang sudah siap dengan setelan kantornya, ia bersiap masuk ke dalam mobilnya.

"Lagi nunggu ojol, Bang."

"Udah jam berapa ini? Ntar lo telat. Naik gih. Kita berangkat bareng. "

Hani melihat arlojinya, memang sudah mepet. Ia memutuskan menerima tawaran Evan.

Btw kenapa, ya? Ojol yang dipanggil Hani pada nggak mau datang? Apa dia diblacklist sama kang ojol sejabodetabek? Dahlah, lanjut ....

"Bang, apa nggak masalah kalau gue nebeng lo kayak gini?"

Evan mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Hani.

"Emang kenapa?"

"Ntar cewek lo marah?"

Hani sengaja menyinggung tentang wanita yang bersama Evan tadi malam.

"Cewek? Cewek yang mana?" Evan bertanya keheranan.

"Yang kemarin ...." Hani memberi clue.

"Ivy? Dia bukan cewek gue kali," ujar Evan sambil tersenyum.

Hani merasa lega mendengar jawaban Evan, seolah beban berat diangakat dari dadanya.

"Yang bener?" Hani memastikan pendengarannya tidak salah.

"Iya."

Wajah Hani seketika berubah cerah, ia tersenyum sambil memalingkan mukanya. Menghindari tatapan Evan yang kini sedang fokus menyetir.

"Emang kenapa lo keliatan seneng banget?"

Evan melihat wajah Hani yang tadinya murung berubah menjadi ceria.

"Nggak papa, gue semangat aja magang di kantor lo," bohong Hani.

"Gimana kerjaannya, susah nggak?"

Evan mengalihkan percakapan tentang masalah cewek.

"Nggak sih, orang-orangnya juga pada baik," jawab Hani antusias.

'Kecuali si Axel sotoy itu,' ujar Hani dalam hati.

Evan tersenyum manis, membuat Hani semakin salah fokus. Kemeja polos biru laut itu sangat pas di tubuh atletisnya.

Hani melirik koper di kursi belakang. Ia merasa penasaran untuk apa Evan membawa koper yang ukurannya cukup besar itu.

"Bang, kok lo bawa koper segala? Mau keluar kota?"

"Gue mau pindah ke flat deket kantor, capek gue pulang pergi tiap hari, apalagi gue sering pulang malem."

"Oh, gitu."

'Punah harapan gue buat nebeng Bang Evan tiap hari,' ujar Hani dalam hati.

Wajah Hani seketika murung kembali, mulai saat ini ia akan sulit melihat Evan di rumah.

"Emang lo nggak capek apa pulang pergi tiap hari?" tanya Evan balik.

"Capek juga, sih. Tapi mama ngijinin nggak, ya? Kalau gue ngekos?"

Pacar Magang (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang