Naren sudah ingin mengajukan time out pada sesi malam ini karena kaki dan pinggangnya sudah berteriak minta diluruskan akibat aktifitas outdoor tadi pagi sampai sore hari yang menguras sebagian besar tenaganya tapi belum sampai suaranya keluar, ternyata kelas memang sudah akan selesai. Naren diminta istirahat untuk makan malam dan kemudian pulang.
Naren mengangguk patuh. Setelahnya laki – laki itu berusaha untuk meluruskan kakinya setelah ruangan kosong tapi tubuh bawahnya kepalang kaku sehingga Naren memilih untuk berlutut kemudian sujud. Keringat dingin keluar di pelipisnya saat rasa sakitnya perlahan terasa. Naren ingin berteriak karena badannya sudah mulai kelelahan padahal sepulang ia dari sini, semua tugas tertulis sudah menunggu untuk dikerjakan.
Saat akal sehat Naren mulai menipis, ia mendengar pintu yang berada di belakangnya terbuka. Naren sudah akan kembali duduk tapi badannya menolak karena kakinya butuh diluruskan. Bukan ditekuk kembali. Akhirnya Naren memilih untuk pasrah dengan tidak merubah posisinya.
Dua menit berlalu dan masih tidak ada suara apapun. Akhirnya Naren memaksakan tubuhnya kembali pada posisi awal hanya untuk menemukan Kinna duduk berjongkok di samping dirinya dengan air mata yang terbendung disana. Naren bahkan sampai membelalakan matanya tidak percaya.
"Kecapekan bisa bikin halu juga?" Naren bermonolog dengan dirinya sendiri hingga usapan tangan Kinna di puncak kepala Naren menggugurkan prasangka Naren.
"Mas hebat. Kinna bangga banget sama mas" ucap gadis itu lirih masih dengan mengusap rambut Naren yang membuat Naren sadar kalo semua ini bukan halusinasinya semata.
Tangan kanan Naren meraih tangan Kinna yang masih berada di puncak kepala Naren hanya untuk meyakinkan bahwa yang sekarang duduk di depannya benar Kinna.
Naren memberikan kecupan singkat di tangan Kinna. "Makasih buat nggak menyerah" Naren berucap lembut yang sukses membuat Kinna akhirnya menangis haru.
Naren ingin sekali memeluk Kinna tapi kakinya benar – benar kesemutan sekarang. "Bentar. Mas harus ngelurusin kaki dulu" Naren berucap sambil berusaha merubah posisinya yang membuat Kinna tersenyum di sela tangisnya.
"Sakit banget?" Kinna bertanya karena Naren terlihat meringis kesakitan.
Naren menggeleng. "Tadi sakit tapi sekarang nggak. Obatnya udah dateng"
Kinna berdecak dan kemudian kembali menangis. "Mas niku kedahe nolak. Mboten diterima sedoyo tugas saking ayah" (Mas itu harusnya nolak. Nggak semuanya diterima) Kinna berkata setengah kesal.
Naren tersenyum. Laki – laki itu meraih jemari Kinna hanya untuk menggenggamnya erat. "Kinna percaya nopo mboten, eyang gunandya niku lebih sadis, Na." (Kinna percaya nggak kalo eyang gunandya itu lebih sadis)
Kinna akhirnya tertawa kecil. "Mas hebat"
"Calon garwone sinten rumiyin?" (Calon suaminya siapa dulu?) Goda Naren yang langsung membuat pipi Kinna merona merah.
***
Esok harinya kedua keluarga besar Gunandya dan Nararya setuju untuk langsung mengadakan. Kali ini kedua eyang dari Naren dan Kinna ikut hadir. Suasana sempat masih dingin karena Abiseka lagi – lagi masih tidak percaya anaknya mengalami banyak hal untuk menikah. Tapi ibu Naren berhasil memberikan suaminya pengertian yang akhirnya membuat hati Abiseka melunak.
"Mas Naren menika jaler, yah. Sajatosipun nggih kedah kiyat. Ibu mangertos punapa ingkang dados penggalihanipun ayah, naning samenika ingkang wiganti mas Naren bungah ta yah? Mas Naren sampun seneng yah, ayah kaliyan ibu namung kedah nyengkuyung mas Naren" (Mas Naren itu laki – lak yah. Memang harus kuat. Ibu tau perasaan ayah tapi kebahagiaannya mas naren yang penting. Mas Naren udah seneng. Ibu sama ayah Cuma harus mendukung mas Naren) Ucap ibu Naren saat keduanya berada di pesawat menuju solo kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendmates
General Fiction[Selesai - Sudah Terbit] Friendmates; stories of four best friends and their complicated-yet-struggling ways to get their soulmates. Ryan harus sekuat tenaga mengejar gadis yang serupa alpha woman. Aksa dengan predikat brengseknya, ternyata tidak bi...