Naren terbangun lebih dahulu. Laki – laki itu mengambil air wudhu di kamar mandi kemudian melakukan sholat subuh sendiri. Ia tau hukumnya bahwa tidak boleh dua orang yang belum makhrom, melakukan sholat berjemaah. Karena itulah ia memilih sholat terlebih dahulu baru setelahnya ia menuju tempat tidur untuk mengecek suhu tubuh Kinna yang sudah turun. Gadis itu terbangun saat Naren mengusap keningnya lembut.
"Udah mendingan?" Tanya Naren lembut. Kinna mengangguk. "Kinna sholat dulu mas"
"Mas udah. Mas tunggu di depan ya. Udah dibuatin teh anget sama budhe kayaknya"
Kinna mengangguk.
Naren menunggu di ruang baca yang berada di samping beranda. Ruangan ini biasa Naren gunakan untuk mengerjakan tugas atau sekedar menonton film menggunakan proyektor. Ruangan yang full karpet ini memang di design untuk kenyamanan sehingga isinya hanya meja kayu berukuran panjang rendah, dengan sofa empuk di dua sisinya.
Naren menepuk sofa di sampingnya saat Kinna terlihat keluar kamar Naren. Gadis itu sudah menyisir rambutnya rapi dan terlihat lebih fresh dari sebelumnya. Kinna menghampiri Naren untuk duduk di samping Naren.
Kinna duduk dengan sedikit canggung karena jarak yang lumayan dekat. Tapi Naren mendadak kebal dengan semuanya. Laki – laki itu dengan tanpa merasa canggung, meraih tangan kiri Kinna dan menggenggamnya lembut. Setelahnya Naren membaringkan kepala Kinna di pundaknya pelan.
"Gini dulu. Nggak papa kan?"
Kinna tersenyum dan mengangguk. Gadis itu juga mengeratkan genggaman tangannya. Naren mengambil selimut di samping kirinya dan menyelimuti setengah tubuh dirinya dan Kinna. Menghalau dingin yang masuk dari jendela yang sudah dibuka abdi Naren sebelumnya.
Keduanya diam. Menikmati kehangatan tanpa nafsu sedikitpun. Keduanya hanya sedang menyalurkan rasa sayang yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Sentuhan yang tidak berniat lebih. Hanya untuk menyatakan bahwa "Aku disini. Sama kamu. Dan itu cukup"
Naren mengeluarkan tangan keduanya dari balik selimut. Laki – laki itu melihat cincin yang tersemat di jari manis Kinna.
Naren tersenyum. "Na, Mas mau ngomong serius boleh?"
Kinna mengangguk. Gadis itu mengubah posisinya menjadi menghadap Naren dengan masih menautkan tangan keduanya hangat.
"Hubungan itu bisa jalan kalo ada dua orang yang berjuang bareng. Katanya kaya gitu" Naren memulai percakapan dengan tenang. Ia kembali melihat cincin di jari manis Kinna "Mas nggak tau bener atau nggak karena mas pacaran aja baru sama kamu dan itupun dijodohin. Nggak berjuang aja kita udah tunangan, kan?"
Kinna tersenyum kecil tapi tau yang akan Naren sampaikan sebenarnya bukanlah hal indah. Kinna tau kemana arah pembicaraan Naren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendmates
General Fiction[Selesai - Sudah Terbit] Friendmates; stories of four best friends and their complicated-yet-struggling ways to get their soulmates. Ryan harus sekuat tenaga mengejar gadis yang serupa alpha woman. Aksa dengan predikat brengseknya, ternyata tidak bi...