Zidane - [13]

71.9K 7.6K 440
                                    

Coba absen di sini. 🙊


Jangan lupa vote, comment and share.

Happy reading!!

Kalau ada typo ditandai ya!

🍁🍁🍁


Kedatangan motor Zidan di parkiran sekolah membuat suasana kembali ricuh. Apalagi Zidan membonceng seorang gadis yang asing dimata mereka.

Zidan turun dari motornya begitupun gadis yang diboncengnya. Zidan bergabung dengan ke-tujuh temannya yang berkumpul di ujung koridor hingga menutup jalan bahkan membuat siswa yang ingin lewat terpaksa melewati jalan lain karena tak ingin berurusan dengan Crudeltà. Gadis itu terus mengikuti Zidan.

"Diandra! Ya ampun, akhirnya gue bisa ketemu lo di sekolah!" pekik Bima melangkah maju ingin memeluk Diandra namun Zidan menahan tubuhnya.

"Eh, sorry Zid. Gue refleks," cengir Bima lalu kembali mundur.

"Hai," sapa Diandra pada anggota Crudeltà. Mata Diandra jatuh pada Rizky. Mereka sempat beradu pandang beberapa saat. Diandra tersenyum begitupun Rizky.

Anggota Crudeltà tersenyum membalas sapaan Diandra bahkan ada yang membalas 'hai.'

"Lo kenapa nggak bilang sih kalau Diandra satu sekolah sama kita?" cerca Candra.

"Harus?" tanya Zidan.

"Ye enggak sih," cengir Candra.

Zidan menatap Rizky. "Riz, anterin ke kelasnya." perintah Rizky.

Tentu, Rizky tak akan menolak hal itu. Berduaan dengan Diandra adalah hal yang ia nantikan. Rizky menatap Diandra lalu mengangguk.

"Gue duluan, jangan pada rindu." kekeh Diandra lalu pergi bersama Rizky.

"Dadah Diandra. Hati-hati, gue pasti rindu lo." balas Candra melambaikan tangan begitu Candra menoleh ia langsung dihadiahi tatapan tajam dari Zidan.

"Enggak lagi, Zid. Gue tau Diandra udah ada pawangnya," ujar Candra menyengir.

"Kalau cari cewek itu yang belum ada pawangnya dong, Can!" sahut Bima.

"Iya, kayak mantannya Bima. Itu kan belum ada pawangnya," tambah Adam terkekeh.

Bima mendengus. "Sialan!"

Zidan menghiraukan Candra lalu mendekati Nathan. Menatap manik mata Nathan lekat. Zidan dapat melihat dari tatapan Nathan, jika cowok itu tengah terluka. Bukan fisiknya melainkan mental dan psikisnya.

"Gimana?" tanya Zidan.

Nathan menggeleng pelan, Zidan menghela napas.  Semua anggota bingung dengan hal yang dibahas keduanya. Tapi tak ada dari mereka yang berani bertanya, karena mereka yakin jika itu hal privasi dan pasti nantinya Nathan maupun Zidan akan memberitahu mereka. Tinggal menunggu waktu saja.

Zidan menepuk pelan pundak Nathan, memberi semangat dan menyalurkan ketegaran pada Nathan.

Melihat mata Nathan yang terlihat berkaca-kaca, anggota inti Crudeltà berpikir jika permasalahan Nathan cukup berat.

"Nggak pa-pa, masih ada gue dan mereka yang selalu ada buat lo." ujar Zidan menatap Nathan dan teman-temannya yang lain bergantian.

"Boleh kasih tau nggak, ini ada apa?" tanya Adam.

"Lo masih kecil, Dam. Belum waktunya tau masalah orang dewasa." balas Nathan dengan suara serak dan seperti tertahan.

Mereka yang mendengar suara Nathan berbeda dapat merasakan perasaan Nathan saat ini. Karena mereka lebih dari sahabat.

ZIDANE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang