Zidane - [50]

52.9K 5.7K 574
                                    

Hai,

💙 Love dulu dong.

SELAMAT MEMBACA!

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.

🍁🍁🍁

Ruangan khusus yang luas itu diubah menjadi seperti ruangan rumah sakit dalam sekejap dengan peralatan yang memadai. Kini, Alivia sudah ditangani oleh dokter pribadi dan tentunya yang sudah berpengalaman. Gadis itu berbaring di atas brangkar dengan tangan yang diinfus dan lengan yang diperban. Matanya terpejam, saat akan mengeluarkan peluru, Alivia harus dibius dulu. Dan sampai sekarang gadis itu belum sadar.

Dia ditemani Alan, Alga dan Zidan juga beberapa perawat dan dokter di sana menunggu Alivia terbangun.

Akibat dari kejadian ini, pertandingan tetap dilaksanakan hanya saja para suporter tidak boleh bersorak keras. Takut membuat Alivia terganggu.

Tak lama kemudian, Morgan datang membawa belati yang tadi digunakan sang pelaku. Membuat Alan dan Alga berdiri dan mendekati pria itu. Alga mengambil alih belati itu dan mengamatinya. Telapak tangannya juga diperban karena tak sengaja tergores belati.

"Sudah ketemu?" tanya Alan.

Morgan mengangguk patuh. "Sudah, saya sudah membawanya ke markas." ujar Morgan, yang dimaksud markas adalah markas utama Black Devil.

Alan manggut-manggut. "Suruh Karina kembari," titah Alan diangguki Morgan lalu segera menghubungi anak gadisnya.

Alga menyerngit ketika ada sebuah tanda digagang belati itu. Terukir huruf M di sana.

"Dimana Mahen?" tanya Alga tak melihat pria itu.

Mahen, ingat?

"Ah, saya kira kalian yang menyuruh dia untuk berdiam di mansion." jawab Morgan yang sama bingungnya.

Alga manggut-manggut. "Dimana Mr. Adiyasa?" tanya Alan.

"Belum ada kabar." jawab Morgan.

Alan menghela napas berat. Kemudian dia menoleh pada Zidan dan Alivia. "Zidan, bisa bicara?" Zidan terdiam sejenak lalu dia mengangguk. Melihat Alivia sejenak lalu mengikuti Alan.

Bertepatan dengan Zidan dan Alan yang keluar dari ruangan, Karina datang. Gadis itu langsung mendekati brangkar Alivia lalu dia menunduk ketika berhadapan dengan Alga.

"Kau jaga dia, saya harus menemui seseorang." Karina mengangguk lalu duduk di kursi dekat brangkar.

"Morgan, kau ikut denganku." Lalu Alga dan Morgan menyusul Zidan dan Alan keluar dari ruangan itu.

•••

Napas Zidan tercekat, dadanya bergemuruh dan sesak. Begitu Alan menyodorkan beberapa foto padanya. Mereka sekarang berada di gudang belakang sekolah, tempat yang menurut Alan aman untuk berbicara dengan Zidan.

"I-ini?"

Alan mengangguk. "Ya, ayahmu yang menyuruh seseorang untuk mencelakai adikku. Karena apa? Karena dia tidak menyukai Lily, bukankah seperti itu?"

"Dia terlalu ceroboh karena bertindak tanpa mencari tau kebenarannya. Hingga akhirnya Lily memutuskan untuk mengungkapkan identitasnya, dia tau, itu justru akan membuat musuh semakin dekat. Tapi dengan cara itu pula, Gavin tidak akan bertindak semaunya lagi. Otomatis nantinya berita tentang Lily akan tersebar dan Gavin tidak akan memaksamu untuk bersama Raisa. Kau tau ini artinya apa?"

"Dia begitu mencintaiku lebih dari dirinya sendiri." sela Zidan diangguki Alan.

"Gavin selalu ingin melukai Lily, tapi adikku itu selalu bisa lolos. Kau tau kenapa? Karena dia tidak ingin kau khawatir, Zidan."

ZIDANE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang