20. Space [ ] Part-1

16 4 0
                                        

 Bi Niken menggiring sepeda tua dengan cat cokelat yang mengelupas di sana-sini dan keranjang rotan yang jalinannya mulai terbuka—beberapa batang rotannya kelihatan seperti mencoba memberontak dan ikatan dan ingin keluar. Agni tidak mengeluhkan hal itu. Dia suka sepedanya, itu yang paling penting.

"Ini dulunya punya tantemu. Setelah rusak, enggak pernah dipakai lagi. Cuma disimpan di gudang," jelas Bi Niken.

"Tante Lusi?" tanya Agni memastikan. Bi Niken mengangguk. "Tapi ini udah dibenerin semua, kan, Bi?"

"Oh, udah," jawabnya pasti.

Agni mengambil alih sepeda itu dan menyandarkannya di samping rumah. Siang hari di sini memang tidak terlalu panas, tetapi dia berencana untuk duduk lagi di balkon, memandang ke arah gunung, dan mencoba menulis—atau lebih tepatnya; mencoba untuk mencari ide untuk ditulis. Sudah sebulan berlalu dia tinggal di sini dan belum juga dapat ide apa pun. Kalau ide itu diumpamakan makhluk gaib yang berterbangan di udara tetapi tidak terlihat, maka sepertinya Agni selalu saja gagal menangkapnya.

Dia tidak ingin bicara tentang patah hatinya. Bukan karena terlalu sakit, tetapi karena dia ingin melupakan itu semua. Menuliskannya hanya akan jadi hal bodoh karena dia akan membuat cerita tentang patah hati itu semakin sulit hilang dari ingatannya. Dia malah mengabadikannya dalam tulisan. Alasan lainnya; dia belum juga bisa menerjemahkan perasaan-perasaan itu dalam kata-kata. Semua yang terjadi sebulan lalu itu masih berupa silang-sengkarut ingatan di kepalanya. Kalau ingatan itu bentuknya seperti untaian benang-benang panjang, maka benang-benang itu masih basah oleh air mata walaupun beberapa waktu belakangan, dia sudah tidak menangis lagi ketika teringat pada Adam. Dia bahkan, bisa jadi, sudah tidak merasakan apa pun. Hampa saja. Datar saja.

Di teleponnya yang terakhir dengan Pendar, lelaki itu menceritakan tentang pacarnya yang sulit dihubungi dan perasaan rindunya. Agni mengatakan bahwa cinta dari orang yang terpisah jarak itu bisa seperti apel yang dibelah dua; cepat menjadi cokelat dan enggak enak dimakan.

"Kamu harus cepat memeraskan jeruk nipis kalau ingin apel itu baik-baik saja," ujar Agni pada Pendar malam itu. Dia menggunakan analogi apel karena ketika menelepon, dia mengambil apel di dapur dan memakannya untuk cemilan. Menjelang tengah malam, perutnya selalu saja mendadak lapar.

Agni menyandarkan punggungnya, mengangkat tangan tinggi-tinggi, lalu memasukkan udara pegunungan ke paru-parunya. Dia tahu kalau hari ini dia tidak akan menangkap satu ide pun. Jadi, dia berdiri dan berjalan mengelilingi rumah. Melihat-lihat isi lemari dan memandangi beberapa lukisan tua yang dipajang di ruang tamu. Tante Lusi suka melukis dan hampir semua lukisan di sana hasil karyanya. Agni tidak bisa menilai bagaimana lukisan bisa dianggap bagus atau tidak karena buatnya, semua lukisan di ruang tamu ini indah.

Menjelang waktu makan siang, ketika aroma sup ayam mulai menjalar memenuhi ruang tengah, Agni masih sibuk sendiri di sana. Dia menunduk dan mencoba membuka pintu lemari kecil yang diletakkan di sudut ruangan. Kenopnya sulit diputar dan agak kesat oleh karat. Dia sudah melihat lemari ini sejak pertama datang karena bentuk ukiran bunga-bunganya yang bagus sekali. Namun tidak sekalipun dia ingin membukanya—tidak sampai hari ini. Ketika kedua pintu itu bisa dibuka, yang dilihat pertama kali oleh Agni adalah gulungan berwarna-warni. Dia menyentuhnya. Semua gulungan itu adalah benang rajut yang disusun dan ditumpuk memenuhi tiga rak teratas lemari ini. Di bawahnya ada beberapa kotak kayu. Agni mengambil satu dan membukanya, isinya; gunting dan peralatan menjahit. Kotak yang lain; jarum knitting berbagai ukuran dan hook crochet. Kotak yang lain lagi; tumpukan kertas yang sepertinya adalah potongan pola baju.

Agni beranjak ke dapur dan mendekati Bi Niken yang sedang mengiris daun bawang dan seledri untuk sup.

"Apa benang-benang rajut yang ada di lemari itu punya Tante Lusi juga, Bi?" tanyanya.

AmpersandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang