47. Ampersand [ & ]

36 5 3
                                    

 "Kamu masih inget enggak waktu pertama kali kita kenalan, Ni?"

"Yang mana, Nda? Coba ingatkan lagi."

"Waktu itu kamu bilang kalau telepon itu salah sambung. Prank call. Terus aku nanyain namamu, kan. Setelah itu teleponnya aku tutup dan aku telepon ulang, nanyain kamu. Aku langsung sebut namamu. Kamu ketawa," Pendar menceritakan sambil tertawa ditahan. Dia tidak ingin tawanya pecah sebelum cerita itu berakhir agar Agni juga bisa merasakan di mana lucunya. "Terus aku bilang semacam; karena aku mau ngomong sama kamu, harusnya ini enggak jadi telepon salah sambung lagi."

Pendar tertawa diikuti oleh tawa renyah Agni walaupun suaranya masih serak.

"Itu buatku juga lucu. Kamu bisa, ya, mikir cara kayak gitu."

"Aku berusaha, Ni. Aku berusaha agar bisa bicara denganmu."

"Kenapa?"

"Entahlah. Aku cuma ingin. Aku merasa kalau suaramu itu menyenangkan sekali. Menenangkan juga."

"Apa aku juga menyenangkan?" tanya Agni.

"Sangat. Sangat menyenangkan," jawab Pendar. "Delapan bulan ini sangat menyenangkan."

"Aneh, ya, angkanya. Delapan. Angka itu bentuknya seperti simbol infinity," ujar Agni. "Seperti jumlah pot kaktus di dekat teras juga. Tapi, ah ... apa yang enggak berbatas dan bertepi? Semua akan ada akhirnya. Menurutmu, mengapa kita dipertemukan?"

Pendar berpikir lama sebelum menjawab.

"Karena kita emang harus bertemu."

"Ah, alasan yang lain, dong."

"Karena aku ini bukti nyata kalau keputusanmu untuk enggak menikahi lelaki bernama Adam itu sudah tepat."

"Itu, kan, papamu."

"Itu papaku. Benar," jawab Pendar. "Lelaki brengsek yang meninggalkanmu itu. Lalu menikah dengan perempuan lain, bahkan itu bukan perempuan yang jadi selingkuhannya ketika kalian masih bertunangan."

"Oh, ya?"

"Iya. Mamaku bukan perempuan itu, Ni. Mamaku ini perempuan lain yang dijodohkan dengan si Adam itu karena dia belum juga menikah padahal usianya sudah lewat tiga puluh."

"Ah, kasihan dia."

"Kamu mau tahu bagian yang lebih menyedihkan lagi?"

"Apa?"

"Dia enggak bisa melupakanmu. Dia bercerai dengan istrinya karena dia enggak bisa lepas dari bayangan perempuan yang paling baik, hebat, dan mungkin ... paling cantik yang pernah dia dapatkan."

"Aku enggak cantik, Nda."

Pendar terdiam. Dia sudah melihat Oki dan bagaimana mata cokelat muda gadis itu seolah menyihirnya. Dia membayangkan mata Agni seperti itu. Juga senyumnya yang sangat manis dan wajahnya yang tenang.

"Kamu cantik," sanggah Pendar. "Kamu cantik."

"Lalu bagaimana lagi ceritanya?"

"Tentang Adam?"

"Iya."

"Si Adam itu akhirnya menyerah setelah sekian lama menikah dan enggak ada cinta di pernikahan itu. Istrinya punya pacar baru yang sayang padanya. Dia pun memilih untuk menceraikan istrinya agar istrinya ini bisa bersama dengan orang yang lebih pantas."

"Ah, itu sedih sekali."

"Iya. Dia menyedihkan, memang."

"Apa itu ada pengaruhnya dengan hidupmu, Nda?"

AmpersandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang