18. Bracket [ [] ] Part-4

14 4 0
                                        

 "Dia mendekati perempuan lain padahal waktu itu dia sudah tunangan dan pernikahannya sudah dekat," cerita Pendar.

"Seberapa dekat?" suara Agni terdengar penasaran, "Aku mau detail."

Pendar menarik pelan kabel sambungan pesawat telepon itu agar dia bisa meletakkannya di atas meja. Kemarin, dia memutuskan kalau dia tidak bisa hidup seperti ini; memilih antara internet dan telepon. Dia pun mencari sambungan lain yang ternyata—setelah dia bertanya pada Mama—ada di kamarnya. Sambungan itu sudah lama ada di sana karena kamar Pendar dulunya kamar utama. Papa dan Mama pindah ke kamar yang letaknya lebih sedikit ke belakang ketika dia masih kecil. Pendar lupa alasannya mengapa—sepertinya antara ingin memberikan kamar yang lebih besar untuk Pendar dan semua mainannya dan mereka ingin kamar yang tidak terlalu dekat dengan jalanan di depan rumah.

Sambungan itu ada di belakang lemari pakaian dan kabelnya menggantung begitu saja. Pendar menarik kabel itu, melepaskan paku yang menjaga agar kabel itu tetap menjalar di tembok, dan membuat rute baru langsung ke mejanya. Tidak bisa dijelaskan betapa dia merasa senang menemukan sambungan lain di rumah ini; dia bisa menelepon sambil menggunakan internet. Walaupun sebenarnya, pembicaraannya dengan Agni—gadis itu adalah satu-satunya alasan dia melakukan ini—lebih menarik dari apa pun, termasuk internet, sosial media, dan hiruk-pikuknya.

Sekarang dia duduk di kursi meja belajarnya dengan laptop yang layarnya sudah lama menghitam. Menceritakan tentang apa yang dia dengarkan dari Papa kemarin ketika mereka memilih beberapa perabotan baru.

"Aku enggak tahu," jawab Pendar, "hanya dibilang kalau pernikahannya sudah dekat. Biasanya, berapa dekat jarak waktu ke hari pernikahan untuk bisa dibilang kalau 'sudah dekat'?" tanyanya.

Pendar mengambil botol minum yang ada di meja. Beberapa tegukan berhasil membuat kerongkongannya tidak kering lagi.

"Aku enggak tahu. Mungkin sebulan ... seminggu, entahlah. Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan?"

Pendar terdiam beberapa saat karena notifikasi ponselnya berbunyi. Ada satu pesan masuk dari Lula. Dia meraih ponsel itu dengan cepat, membaca pesan itu, dan kemudian kecewa. Lula hanya menjawab singkat tentang apa yang akan dia lakukan di akhir pekan ini. Pertanyaan yang Pendar tanyakan sejak dua hari lalu dan Lula baru membalasnya malam ini. Pendar tidak ingin mengurusi hal itu sekarang. Dia akan memberi jeda, sama seperti yang Lula lakukan, agar tidak kelihatan terlalu berharap.

Mereka sudah lebih dua pekan tidak bertemu dan Pendar selalu saja menanyakan kapan Lula bisa ditemui atau mereka membuat janji untuk bertemu di suatu tempat. Pertanyaan-pertanyaan itu selalu lama dijawab dan jawabannya pun selalu saja tidak bisa. Pendar mengembalikan fokusnya pada Agni. Mencari cara agar suara gadis itu mengalihkan perhatiannya dan pembicaraan mereka membuat Pendar lupa waktu, seperti biasa.

"Apa itu mungkin?" tanya Pendar yang kemudian berusaha menjelaskan ulang pertanyaan itu dengan lebih panjang, "Apa mungin lelaki yang sudah berjanji untuk menikahi perempuan yang katanya love of his life kemudian jatuh cinta pada perempuan lain padahal pernikahan mereka sudah dekat? Kalau kamu sedang jatuh cinta pada seseorang mustahil rasanya untuk jatuh cinta lagi pada orang lain, kan? Kamu cuma bisa jatuh cinta sekali di satu waktu. Begitu, bukan?"

Agni berdehem. Terdengar suara dia meminum teh yang katanya dibuatkan oleh pengurus rumah tempat dia tinggal.

"Hmmm ... aku cuma mau bilang kalau cinta itu rumit dan aku enggak punya banyak pengalaman tentang hal itu," jawab Agni. Pendar tidak puas karena jawaban itu terlalu normatif dan bukan itu yang dia inginkan dari Agni. Dia tidak ingin jawaban biasa saja.

"Jelaskan lagi. Buat aku mengerti," pinta Pendar.

"Apa kamu sedang jatuh cinta?" Agni bertanya balik.

AmpersandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang