Pendar tidak ingin lagi mencari tahu apa pun tentang Pijar. Dia hanya ingin tahu tentang Agni. Malam itu dia tidak bisa tidur dan ketika jam menunjuk pukul delapan pagi kurang sepuluh menit, dia sudah berlari keluar dari ruang tamu. Melompat masuk ke mobilnya. Jarak dari rumahnya ke perpustakaan kampus hanya sepuluh menit kalau tidak macet. Dia mengambil jalan lain yang tidak banyak diketahui orang. Masuk dari pagar belakang kampus yang berbatasan dengan perumahan warga dan sampai di depan perpustakaan tepat jam delapan pagi.
Dia berlari memanjat tangga yang entah mengapa hari ini rasanya banyak sekali jumlah undakannya. Dia berdiri di depan pintu kaca perpustakaan sampai seorang pustakawan memberikan kode dengan tangannya kalau tempat itu sudah dibuka dan dia bisa masuk. Pendar langsung mendekatinya.
"Di mana novel yang ditulis Pijar?" tanyanya. "Di sebelah mana?"
"Kamu mau yang mana judulnya?" tanya pustakawan itu sambil memandang Pendar dari balik kacamatanya.
"Saya enggak tahu," jawabnya—jawaban itu menyesak dadanya. Dia tidak tahu apa-apa. "Yang pertama kali dia tulis?" Di telepon kemarin, Agni bilang kalau dia ingin mengganti namanya dan menggunakan nama pena. Kalau itu benar, maka novel yang dia tulis di vila itu, di Lembang, itu adalah novel pertamanya.
Pustakawan itu menunjuk tumpukan buku yang disusun rapi di meja tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Semua buku Pijar ada di sana. Banyak yang mencari akhir-akhir ini," ujarnya, yang kemudian dia sambung dengan nada prihatin. "Ketika penulis sekarat dan kemudian meninggal, orang-orang baru sangat penasaran dengan karya mereka."
"Apa yang pertama?" tanya Pendar yang dibalas dengan tatapan bingung dan kerenyit di dahi. Dia berusaha mengulang pertanyaannya, "Judul novel yang pertama kali dia tulis."
"Pendar."
"Ya?" refleks Pendar menyahut ketika namanya dipanggil. Namun kemudian dia tersadar kalau orang yang sedang ada di depannya tidak sedang memanggil atau menyebutkan namanya. "Pendar," ulangnya.
Dia berlari ke meja itu. Mengambil satu buku dengan judul itu dari tumpukan. Ada beberapa edisi dengan sampul yang berbeda. Pendar mengambil yang paling kiri, dengan kondisi yang paling tidak baik. Kalau urutan meletakkan buku ini dimulai dari yang cetakan yang paling tua, maka dia mungkin mengambil cetakan pertama. Sampulnya bergambar pot-pot kaktus dengan latar putih. Kaktus itu berbentuk macam-macam, tidak ada yang sama. Pendar teringat tentang cerita Agni di suatu malam, ketika dia mempertanyakan mengapa kaktus secantik itu bisa tumbuh di tempat yang dingin dan tinggi seperti Lembang. Pendar masih ingat jawabannya. Malam itu dia bilang kalau kaktus bisa tumbuh di mana saja selama tidak disiram terlalu banyak air. Mereka tumbuhan yang kuat.
Tumbuhan yang kuat, seperti kamu.
Kalimat itu menggema di kepalanya. Dia pun masih ingat bagaimana Agni menjawab beberapa lama kemudian.
Ada delapan. Sebanyak bulan aku tinggal di rumah ini.
Pendar terduduk di lantai, di depan meja itu. Dia sudah tidak peduli dengan pustakawan yang melihatnya dari kejauhan dan satu dari mereka menunjuk ke arahnya. Kalau mereka ada yang datang dan melarang Pendar untuk duduk di sini, dia baru akan pindah—begitu rencananya. Kakinya serasa tidak bisa dilangkahkan lagi ke mana pun.
Dia membuka halaman pertama dan melihat ada satu kalimat ditulis di sana:
Karena kamu berpendar, maka aku pun ingin berpijar.
Pendar tidak punya waktu untuk membaca semuanya. Dia membalik satu per satu halamannya. Membaca sekilas tulisan yang ada di sana. Ada cerita tentang kue sus dan dialog dua tokohnya tentang prakiraan cuaca. Lalu di bagian berikutnya, ada cerita tentang seorang gadis yang terjatuh dari sepeda, lalu bertemu dengan seseorang. Pendar membuka terus sampai ke halaman belakang. Dia melihat ada biodata singkat Pijar di sana. Tidak ada foto atau apa pun. Hanya tulisan singkat tentang nama, tempat tinggal, dan sebaris kalimat yang mengatakan bahwa novel ini ditulis di Lembang, 1993.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ampersand
Lãng mạnSebuah telepon salah sambung mempertemukan Agni dan Pendar. Mereka lalu bertukar cerita, saling berbagi hidup lewat kabel yang mengantarkan suara. Pendar yang orangtuanya sedang dalam proses perceraian, lalu pacarnya yang mulai menjauh karena kesibu...