Ch.14 Cinta Sang Newton

193 34 2
                                    

Pernahkah kalian merasa bimbang dengan dua pilihan, dan merasa bahwa hatimu sedikit ragu-ragu untuk memberikan sebuah keputusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernahkah kalian merasa bimbang dengan dua pilihan, dan merasa bahwa hatimu sedikit ragu-ragu untuk memberikan sebuah keputusan.

Sementara beberapa orang menganggap wajar perasaan dilema, ketika kau sedang terjebak pada dua sisi yang rumit.

Apa itu cinta? Apa hanya sekedar kau tertarik dengan lawan jenis saja itu sudah cukup membuktikan. Atau ada definisi lain yang lebih spesifik dari itu.

Kafe yang ramai dengan ditemani oleh seorang gadis. Wajahnya sumringah bercerita kesana kemari dengan begitu antusias. Meski begitu, pikiran sang pemuda berkelana entah berantah.

Netranya kini perlahan terpejam mengingatkan sebuah memori tempo dulu.

"Apa masa remaja anak normal sangat menyenangkan?" Wajah pucat tercetak dirautnya. Tubuhnya kurus nan ringkih dengan balutan piyama khas Rumah Sakit.

"Emm. Begitulah."

Pemuda pucat itu tertunduk lesu. Banyak hal yang membuatnya penasaran dengan kehidupan normal lainnya. Hidup dengan segala jenis konsekwensi bukanlah pilihannya. Apalagi terlahir dengan jantung yang kurang beruntung.

"Jangan terlalu difikirkan. Fokus saja pada pengobatanmu."

Suasana taman Rumah Sakit dengan sayup-sayup angin yang menerpa dua pemuda seusia yang kini terduduk di sebuah bangku. Wajah yang terlihat pucat itu menoleh kearah pemuda yang sedari tadi memfokuskan pandangannya kearah langit.

Di sana lah, para bintang berpijar nampak mempesona. Keindahan yang bisa disaksikan oleh setiap pasang mata penjuru bumi.

"Aku dengar kau dapat hadiah ulang tahun sebuah teleskop dari hyung."

"Begitulah."

"Apa kau begitu menyukai bintang?" Yang ditanya hanya mengangguk sambil terus menatap kearah garis cakrawala.

Netra sendunya menunduk menatap jarum infus yang menempel ditangannya. Sampai kapan semua ini berakhir. Apa kata sembuh berkenan untuknya yang terlampau lemah ini.

"Kenapa aku berbeda dengan kalian." Tangannya menggenggam erat tiang infus disampingnya.

"Aku bilang tidak usah terlalu difikirkan." Hanya itu yang terlontar dari bibir pemuda yang duduk disamping si pucat, dia bukan lah orang yang bisa menghibur dengan baik. Kemudian tangannya menunjuk salah satu bintang yang tersebar di garis cakrawala. "Lihatlah bintang itu?" Wajah pucat itu kini mengikuti arah pandang lawan bicaranya.

"Itu adalah bintang sirius, yang terletak dalam gugusan rasi bintang canis major. Bintang yang berpijar paling terang dan indah di penjuru cakrawala kita."

"Apa kau suka bintang itu?" Tanya si pucat kemudian.

"Ibu." Pemuda berwajah pucat itu seketika menoleh kearah lawan bicaranya.

Reflection ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang