Ch.20 Sebuah Refleksi

161 32 11
                                    

Irama gerimis turun rintik-rintik terasa syahdu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irama gerimis turun rintik-rintik terasa syahdu. Semakin lama terasa, semakin deras air jatuh mengalir dari langit. Ditambah aroma tanah basah memenuhi rongga hidung. Entah apa khasiatnya sehingga aroma tanah begitu lembut dan menenangkan.

Beberapa siluet berlarian memilih untuk berteduh. Menghentikan aktifitas mereka barang sementara. Kedai-kedai dengan penyedia menu hangat seketika ramai oleh pengunjung.

Lihatlah diseberang sana! Dua sejoli memilih berteduh disalah satu kedai. Sosok yang selama ini diam-diam menjadi perbincangan hangat di grup chat kaula muda.

Jangan tanyakan lagi siapa pelopornya.

Terlepas dari desas-desus yang beredar di grup. Lia dan Jaemin tak terlalu begitu memusingkan kicauan teman-temannya.

Jeno yang merasa butuh penjelasan, Hyunjin yang masih saja tak rela, Mark yang ber-OMG ria, Yeji sebagai tim sorak hore, Heejin dan Eric sebagai tim kompor dan paparazi julid.

Padahal sudah dijelaskan beberapa kali, jika status mereka kini hanya sebatas teman. Apa lagi yang perlu dijelaskan. Itu nyata adanya.

Ngomong-ngomong, moment berdua saat hujan tiba selalu punya sisi romantis. Bagi Lia sendiri, rasanya sudah lama tak menikmati moment seperti ini bersama Jaemin. Kadang kala, dirinya tak yakin dengan membuat kenangan baru bersama pemuda itu. Karena kenangan yang terjadi di masa lalu lebih dari segalanya. Kenapa pula harus diganti dengan yang baru, bukankah hanya perlu diteruskan kisahnya. Tetapi kenyataan tak selalu semudah konsep.

Hujan ditambah kenangan sama dengan rindu. Sementara rindu ditambah cinta sama dengan galau.

Semua yang telah terjadi di masa lalu sungguh berdampak besar pada kehidupan Lia. Jadi wajar saja jika Lia begitu mendambakan sosok Jaemin di masa lalu.

"Kenapa kau terus menatap hujan?"

Netranya beralih menatap Jaemin dengan senyuman terpatri di bibirnya.

"Dulu aku menyukai hujan."

Karena Jaemin dan hujan adalah satu paket kenangan terindah milik Lia.

Terbesit rasa aneh dihatinya yang dia sendiri tak begitu mengerti. Akhir-akhir ini secara tak sengaja Lia menemui fakta yang menunjukkan bahwa Jaemin seperti orang lain. Sejenak dia mengabaikan semua fakta itu. Dia tak mungkin meragukan Jaemin, tetapi hatinya sungguh meronta.

Ini bukan berarti rasa cintanya pada sosok Jaemin berkurang. Hanya saja, Lia tak bisa menganggap pemuda yang kini duduk di seberang mejanya adalah Jaemin yang pernah ia kenal. Rasanya seperti sosok lain.

Apa dia salah jika beranggapan demikian?

"Eh, sejak kapan kau memiliki tahi lalat di telapak tangan kananmu?"

Tangan yang sering menggenggamnya dulu, seingatnya tak ada tahi lalat.

"Sejak aku masih kecil." Ujarnya riang.

Reflection ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang