Chapter 12 : Fight

274K 17.4K 7.7K
                                    

Seusai rapat Nicholas segera berbelok menuju ruangannya, melepaskan jasnya kasar lalu menuangkan minuman. Laki-laki itu menenggak bir dengan liar kemudian dia membanting gelas di atas meja. Tatapannya tajam, kepalanya masih mendidih. Dia tak habis pikir kenapa bisa-bisanya Ataric datang ke Milan padahal dirinya sudah mengatur jadwal sedemikian rupa untuk mencegah pria itu datang ke Milan. Hei memang dia siapa? Presiden begitu?

"Dimana Zoia sekarang? Apa dia masuk kantor?" Tanya Nicholas pada Keenan.

"Memang aku pacarnya? Bagaimana aku tau?"

Nicholas kembali menenggak minumannya. Dia sudah sangat gila sekarang. Apalagi Zoia menonaktifkan ponselnya.

"Oh aku baru dapat kabar." Kata Keenan sambil menggulir layar ponselnya."Dia sedang berada di Berlin."

"Berlin?" Kejut Nicholas.

"Ya, sejak kemarin malam."

Cengkraman pada gelas yang di pegang oleh Nicholas tampak kuat. Apakah wanita itu hendak mengejar Ataric? Belum pernah Nicholas merasa begitu direndahkan oleh seorang wanita.

Dimana biasanya wanita yang selalu mengejarnya, kini dia malah menjadi laki-laki bodoh yang tergila-gila pada seorang wanita yang bahkan punya kekasih!

"Siapkan pesawat, kita terbang ke Berlin sekarang."

"Kita punya rapat siang ini."

"Siapa peduli."

"Sejak kapan Anda menjadi tak peduli dengan pekerjaan?"

"Sejak aku tergila-gila pada gadis itu."

"Astaganaga."

"Siapkan pesawat, Keenan."

"Aku tak akan membiarkan Anda berbuat sesuatu yang membahayakan perusahaan."

"Siapkan pesawat sialan!" Nicholas melemparkan gelasnya ke dinding hingga pecah berkeping-keping.

Keenan benar-benar tak mengenal pria ini. Dia sudah kelewatan. Dan dia benci itu! Karena dirinya lah yang akan direpotkan andai ada yang tak beres dengan perusahaan.


***


Sementara di Berlin, Zoia menyembunyikan dirinya di bawah selimut dan menangis seperti anak kecil. Matanya bengkak dan kepalanya nyeri. Terlalu lama berada di bawah shower dan meraung-raung membuat tubuhnya lemas kini.

Orang tuanya yang melihat keadaan tragis putri mereka pun langsung mendatangi kamarnya.

"Kau baik-baik saja, Nak? Apa yang terjadi? Apa pekerjaan tak berjalan dengan baik? Kenapa kau pulang, Sayang?" Tanya ibunya.

"Aku hanya sedang tak enak badan." Kata Zoia lemas di bawah selimutnya. Dia tak mau repot-repot memamerkan wajah buruk rupanya pada kedua orang tuanya itu.

"Ceritakan pada Daddy apa yang terjadi. Siapa yang membuatmu menangis?"

"Aku tidak menangis."

"Matamu sudah seperti bola ping pong."

"Kau berlebihan, Daddy."

"Setidaknya, lihatlah kami. Kenapa kau menyembunyikan dirimu seperti itu?"

"Please, Daddy, jangan ganggu aku."

Jeremy dan Candice saling berpandangan, menghela napas mereka sambil mengelus kaki putri semata wayang mereka.

"Apakah kau tak suka berada di Milan? Daddy akan mengurus pindah kalau kau lebih suka Berlin."

"Ya aku tak suka Milan. Banyak brengsek disana. Semuanya brengsek."

MILANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang