Hello VS Goodbye [Pt. 2]

295 25 1
                                    

Joy selalu berpikir, setiap kalimat yang diakhiri dengan tanda tanya haruslah dibalas menggunakan penjabaran nan berhubungan serta memberikan jawaban jelas.

Tapi Ia masih tidak mengerti akan respon gadis kecil yang dua hari silam menjadi korban akan kefrustrasiannya.

Interogasi sedikit memaksa, juga didasari emosi berapi - api yang Ia lontarkan tanpa ditahan - tahan, malah menjumpai pengalihan samar nan gadis mini itu serahkan dengan penuh optimisme.

Lalu menyambut minggu ke 8 berada dalam rumah sakit, untuk pertama kalinya wajah baru muncul dari balik pintu kayu nan tergeser pelan; mempertontonkan ringisan lebar di wajah putih susu seorang kaum hawa.

"Haii~~"

Menaiknya satu alis, Joy serta mimik geram yang tidak jauh berbeda dengan saat dia menyerahkan pertanyaan pada gadis itu, telah cukup memperingatkan siapapun bahwa jika Ia diganggu lebih jauh, maka lava dalam dirinya akan meledak.

Tapi gadis itu seolah menutup mata rapat - rapat dari sesuatu yang menurutnya tidak perlu terlalu diberi perhatian.

Terbukti dari bagaimana Ia terus lanjut sampai berhenti di sisi ranjang Joy lantas mengulurkan tangan kanan tepat ketika Ia berjarak beberapa senti dari penyangga kasur tersebut.

"Okay, first of all, aku Irene."

"Aku tidak tanya."

Mungkin jika orang lain yang berhadapan dengan perempuan semampai nan terharing di tengah ruangan, mereka akan langsung menatap tajam disusul omelan ala orang tua atas perilaku urakannya.

Namun mengingat sosok yang menyebut dirinya sendiri sebagai Irene itu telah menduga bila hal ini akan terjadi, Ia lebih dulu menyerobot tangan Joy untuk Ia jabat paksa.

"Let's go!"

"Mwoya?!"

Sama sekali tidak memiliki niat mengindahkan protes demi protes yang keluar dari bibir tebal Joy, Irene serta–merta menarik lengan di genggaman sampai Joy hampir jatuh akibat aksi turun dari kasur secara terburu - buru.

Terlalu malas melakukan perlawanan, belum lagi rasa iba yang muncul melihat tubuh Irene jauh lebih mungil darinya, Joy berakhir merelakan tangannya ditarik sesuka hati oleh si pelaku keras kepala.

Toh persepsiku tidak akan goyah, jadi untuk apa repot - repot menentang.

Setidaknya begitulah pikiran Joy di awal Ia keluar dari area kamar langganannya.

Orang - orang terdekatnya pun sudah sangat tahu betapa persisten seorang Park Sooyoung, jadi mereka tidak akan heran jika Joy tidak menunjukkan perubahan sedikitpun.

Jadilah hari pertama dari dua minggu yang Irene ikrarkan, tuntas dengan menyeret Joy berkeliling taman rumah sakit ditemani ceramahan akan cerah cuaca hari itu serta ocehan tak berujung mengenai pasien - pasien lain yang juga terlihat di taman pagi itu.

Cukup tahu kemana alur akan berjalan, Joy sudah tidak terkejut saat hari berikutnya kepala Irene melongok dari celah pintu kamarnya pada jam yang sama seperti sebelumnya.

Kali ini, Joy mendapat kesempatan berjalan - jalan di sekitar lobi; melewati kursi - kursi tunggu dimana pihak keluarga para pasien menyelesaikan administrasi.

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang