Come The Light

179 29 4
                                    

.

• TW // Sexual Assault •

.

Perempuan jangkung dengan ID bertuliskan 'Park Joy' menggantung di saku kanan kemeja merah maroon-nya, tak dapat menghentikan dirinya sendiri dari dorongan untuk menoleh ke kanan demi mengamati seorang Direktur Creative Team ber-blazer hitam dipadankan dengan celana panjang berwarna sama.

"Aku tidak bisa membayangkan apa yang dia lewati."

"Bagaimana bisa dia lanjut bekerja setelah melaporkan hal itu?"

"Aku sangat kasihan padanya. Dia tampak menyedihkan."

Berbagai kalimat dari banyak karyawan yang didasari rasa iba, bersahut-sahutan dibawah bisikan; saling bertukar pandangan mengenai kemalangan yang menimpa tokoh utama yang duduk di ruangan tersendiri miliknya.

Senyum tak ada, semangat hidup pun sudah tidak tersedia, dilihat dari seluruh gelagatnya. Meski begitu, Joy tidak mengatakan apapun seperti kolega-koleganya. Ia sekedar mengambil kesempatan-kesempatan kecilnya untuk melirik aktivitas yang sedang dilakukan sang direktur di dalam ruangannya dan juga di area pantry kantor.

"Yah," sebuah suara pelan namun khas yang tahu-tahu menelusup telinga Joy nyatanya berhasil menarik si jangkung ke kesadaran penuh sehingga Ia menghentikan aksi observasinya terhadap sosok mungil jauh disana.

"Tidakkah itu mengerikan? Diculik dan dilecehkan? Aku penasaran dengan caranya berdamai dengan kejadian itu hingga bisa datang ke kantor begitu cepat. I mean, ini baru 2 hari semenjak berita ditemukannya Ms. Bae. Bahkan Madam Kwon saja mengijinkannya untuk day-off selama satu bulan lebih. Apa dia tidak merasakan trauma sama sekali?" Cucur Wendy, sahabat Joy sejak SMA itu.

Sejujurnya Joy sendiri merasa terganggu. Bukan dengan fakta bahwa Irene telah kembali bekerja terlepas dari insiden yang dia alami, terlebih trauma yang barangkali membekas, namun sebab semua orang memperhatikan Irene dan menuturkan empati palsu tanpa benar-benar mengecek keadaan si korban. Joy barangkali tidak begitu mengerti cara menyembukan trauma seorang korban pelecehan seksual, namun Ia yakin bahwa menjadi pusat perhatian bukanlah hal yang Irene harapkan.

"Aku tidak tahu, Wan. Kenapa tidak kau tanyakan langsung kepadanya?" Mungkin Wendy menyadari bahwa Joy mulai merasa tidak nyaman. Terbukti dari bagaimana perempuan itu merespon secara tak acuh sambil melanjutkan kegiatannya memeriksa beberapa berkas.

Beruntung Wendy hanya mengedikkan kedua bahunya kemudian melangkah keluar dari ruangan bertuliskan 'Direktur Marketing' yang Joy tempati sehingga Ia tak perlu merasa energinya terkuras karena topik yang selalu sama akhir-akhir ini.

Meski begitu, Joy tidak dapat berhenti memikirkan perasaan Irene setelah hal menakutkan itu menimpanya. Terlalu sibuk bekerja dengan pikiran terpecah, Joy sampai tidak terlalu menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan saatnya kembali ke apartemen atau yang Joy sebut sebagai rumahnya. Entah apa yang si jangkung pikirkan sehingga Ia tanpa sadar memperlambat setiap pergerakannya hingga akhirnya Ia menjadi pekerja kedua yang keluar dari area kerja menuju ke depan lift bersama satu perempuan lain yang tentunya sudah dapat ditebak identitasnya.

Tidak ada rasa canggung, tidak ada niat buruk, namun juga tak terdapat percakapan, Joy hanya berdiri di belakang tubuh mungil sosok yang sudah dikenali; menunggu pintu elevator terbuka. Sayangnya, matanya tidak dapat dilepaskan dari punggung Irene yang, Joy rasa, terlihat cukup rapuh.

Walaupun dengan kecemasan bila Irene akan merasa tak nyaman sebab kini mata Joy seakan bisa saja melaser bagian belakang Irene, namun Joy sungguh hanya tidak dapat mengalihkan pandangannya. Seakan sebuah ambisi untuk melindungi sosok di depannya tiba-tiba muncul begitu saja. Barangkali sebab Joy memang lebih terbiasa untuk menunjukkan aksi daripada ucapan belaka layaknya karyawan-karyawan yang siang tadi membiacarakan Irene di belakang punggungnya.

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang