DEAR, IRENE. BE STRONG.

223 29 13
                                    

Brak!

Irene, si gadis mungil dengan lengan kemeja yang dilipat hingga siku, menoleh ke kiri dimana anak-anak buahnya tengah menyudutkan sesosok yang sedikit lebih tinggi dari mereka. Dia didorong cukup keras oleh Solar dan Seohyun sampai punggungnya membentur tembok, namun Irene tak sekalipun mengedipkan matanya.

Joy. Anak baru dengan style yang Irene akui cukup trendy, nyatanya memancarkan aura arogan yang tak kalah kuat dengan gadis-gadis jangkung di hadapannya. Sementara itu, Irene sekedar terduduk menyilang kaki di bangku kayu taman belakang sekolah sembari memperhatikan kilatan kebencian dari mata Joy yang jelas sekali diarahkan kepadanya.

"Anak ingusan saja lagaknya sudah seperti pemilik sekolah. Mau jadi apa kau saat dewasa nanti, huh?!" Teriakan itu milik Solar. Sosok dengan alis cukup tebal dan suara menggelegar. Wajahnya mengerikan jika dibanding Seohyun yang lebih seperti bidadari inosen.

Ini akan menyenangkan, batin Irene bertaruh dengan keadaan selagi menggigiti sebatang tusuk gigi mengingat Ia tidak pernah bisa membiarkan mulutnya diam.

Beralih kembali menyorotkan mata pada kedua senior di hadapannya, Joy mencengkeram pergelangan Solar yang meremas lengannya, lantas dilempar begitu saja tanpa takut sebelum memberikan balasan, "Jelas aku tidak akan menjadi seperti kalian. Manusia-manusia tidak berguna."

"Mwo?! Kau...—"

"Sudahlah. Yang satu ini tidak menyenangkan lagi. Cari yang lain saja." Akhirnya suara Irene yang pelan, terdengar lembut namun sesungguhnya mematikan itu, keluar juga ketika Ia membangkitkan diri dari duduknya. Ia sempat melirik pada Joy untuk menyerahkan kedipan satu matanya, lalu pergi begitu saja diikuti oleh kedua pengikutnya.

Apa-apaan itu tadi?!

***

Pada siang hari yang begitu terik, Joy berdiri di depan kaca kamar mandi perempuan lantai dua. Ia baru saja membasuh wajahnya setelah sebelumnya, pelipis serta lehernya dihiasi bulir-bulir keringat. Sungguh sangat, sangat, sangat gerah, menurutnya. Ia sampai tidak peduli dengan make up tipis yang Ia pakai beberapa jam lalu usai mata pelajaran kebugaran selesai. Ia —sebagai murid yang begitu ambisius dalam hal yang berhubungan dengan akademik pun— merelakan sekitar 10 menit waktu kelas sainsnya untuk dihabiskan di toilet yang entah bagaimana caranya bisa terasa sedikit lebih dingin daripada dikelas.

"Huahh..." hela Joy sembari menengadahkan kepalanya. Meresapi kesegaran air dingin di tangan serta wajah dan lehernya. Rasanya Ia ingin berendam dalam kolam air dingin sekarang juga. Pastinya sangat menyegarkan.

Cklek

Menyadari salah satu pintu bilik yang tertutup sejak Ia masuk, Joy sama sekali tidak menggubris terbukanya pintu dibelakangnya secara perlahan. Ia pikir orang yang memakainya hanyalah murid biasa lain yang ingin menyegarkan pikiran dari panasnya hawa saat ini serta lelahnya pikiran karena materi pelajaran. Namun ketika Joy kembali menghadapkan wajahnya ke depan, Ia sempat membeku sesaat.

Dia adalah Irene; membasuh tangan dengan begitu santai bersama senyuman kecil yang pernah Joy saksikan. Joy menganggap pemandangan tersebut sebagai tanda bahwa Irene sebenarnya sudah menyadari bahwa sosok disisi Irene adalah dirinya; sosok yang baru kemarin dirundung oleh teman-teman satu komplotan Irene.

"Wae? Bukankah kau tidak takut padaku? Kenapa tegang sekali?" Pada akhirnya Joy menjadi yang pertama mengalihkan pandangan ketika Irene menatap matanya melalui cermin panjang di depan mereka.

"I'm not! Aku tidak akan pernah takut padamu!" Ujar Joy tegar sambil sekali lagi membasuh tangannya untuk mendinginkan area siku kebawah, yang belum sempat Ia dinginkan. Joy sendiri berpikir Ia kuat. Namun ketika Ia merasakan Irene sedikit bergeser, Joy tanpa sadar menghentikan aktivitasnya meluluri lengannya dengan air dingin; membiarkan kedua tangannya berada dibawah aliran air keran tanpa gerakan.

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang