Red Velvet : Jelly VS Feel Good

479 30 2
                                    

Joy tidak pernah heran bila Irene akan berakhir melakukan promosi dalam sebuah sub-unit yang hanya beranggotakan dirinya dan Seulgi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Joy tidak pernah heran bila Irene akan berakhir melakukan promosi dalam sebuah sub-unit yang hanya beranggotakan dirinya dan Seulgi.

Tidak perlu diingatkan.

Toh harapannya runtuh total jika sudah dibandingkan dengan Seulgi.

Jelas bukan karena perempuan itu memiliki skill dance nan tidak main - main. Joy merasa Ia masih bisa menang dalam aspek tersebut.

Tapi nostalgia tentang dimana tempatnya saat ini mungkin lebih tepat dijadikan alasan.

Mental kekalahan seketika menyerbu begitu Ia diingatkan tentang keberadaan Seulgi nan sudah ada di sisi Irene sejak awal gadis Daegu itu masuk.

Dan fakta bila jarak Joy bergabung, bisa dikatakan cukup tertinggal, sukses membakar sisa potongan harapan.

Maka dari itu rasanya sangat hampa meski senyum Ia lontarkan pada dua insan nan menyeringai lebar; terharu akan kedatangannya dan si maknae.

"Selamat, eonni. Kalian keren."

Kosong.

Hambar.

Beruntung kemampuan akting sempat Ia asah sehingga Seulgi tidak mengendus bau - bau kecemburuan dari eksistensinya.

Tidak dengan Irene.

Tidak ada sedikit saja celah bagi Joy untuk melancarkan kebohongan sedikit saja.

Tidak di depan Irene.

Namun wanita nan berusia kepala tiga itu tetap melengkungkan senyum.

Tanpa sadar menampar Joy kesekian kali akan realita bila mereka tidak akan pernah memiliki wira mengungkap faktualitas rasa.

Untuk kesekian kali, mereka berdua melanggar garis pembatas demi ketenangan sementara. Mengingat hanya terdapat luka setiap melihat satu sama lain mencari pelarian lewat anggota yang tersisa.

"Terimakasih. Terimakasih sudah datang."

Pengecut.

Bahkan relung mereka kompak memaki sepasang figur yang saling berhadapan menyambut senyum palsu.

Pelukan erat diberikan dan diterima secara lapang dada meski pada dasarnya gejolak kesadaran menyiksa mereka dengan dorongan agar saling menjauh.

Namun mereka bersikeras.

Dua insan kepala batu sering berubah kompetitif saat menemukan satu substansi yang mereka rasa perlu diperjuangkan.

Meski justru kepahitanlah yang mereka kecap akan memori nan membisikkan bahwa usaha mereka tak akan pernah lebih dari sekedar ikatan kekeluargaan.

Mereka berakhir tidak ingin melepaskan.

Saling mencengkeram baju oposisi sampai puas tanpa peduli semesta nan hanya meletakkan dua pilihan di depan wajah mereka.

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang