DEAR JOY. BE BRAVE! [ Pt. 05 ]

266 30 8
                                        

Ini lanjutan dari yang sebelumnya ya

.

Mungkin cukup aneh ketika Yerin tampak sedih sebab Joy tidak berkontak dengan Irene lagi selama beberapa hari terakhir, mengingat Yerin merupakan satu pihak yang menaruh kekesalan cukup besar pada kakak kelas tersebut sebelumnya. Namun pada kenyataannya, kebencian Yerin pada Irene telah menghilang semenjak Joy berhasil menghentikan aksi pelampiasan Irene sehingga perundungan terhadap Joy ikut dihentikan. Selain itu, Yerin sendiri sudah menyaksikan seberapa berkelasnya sifat Irene yang sesungguhnya. Beberapa kali Yerin diajak makan oleh Irene bersama dengan kedua teman dekatnya ketika Joy sedang sakit dan tidak masuk sekolah. Tentu Yerin dan Joy kini menjadi dua siswa populer yang berteman dengan senior nan semua murid pikir paling mengerikan. Tetap saja, meskipun dinding beton hati Irene berhasil ditembus oleh Joy, tidak berarti Ia bersikap baik pada semua orang. Menurut Yerin, Irene hanya kerap tersenyum kepada Joy dan dirinya.

Sungguh merupakan sebuah keajaiban. Dan Yerin tentu tidak buta dengan chemistry yang sedikit demi sedikit terbangun diantara Joy dan Irene. Tidak tahu dengan Irene, Yerin yakin sahabatnya, Joy, tanpa sadar memunculkan rasa yang lebih dari sekedar teman pada si senior dilihat dari bagaimana Joy merenung sepanjang kelas berlangsung selama beberapa hari terakhir setelah Ia tidak terlihat menghabiskan waktu dengan Irene lagi.

"Fisika. Bukankah itu mata pelajaran favoritmu?" Bersyukur senggolan sikunya pada lengan Joy sukses mengembalikan kesadaran Joy, Yerin menghela nafas menyaksikan sahabatnya bagai anak domba kehilangan arah dengan mata linglungnya itu.

Bagaimana tidak? Mantan-mantan kekasih Joy ketika di bangku SMP saja merupakan deretan laki-laki populer di sekolanya dulu. Menemukan bahwa Joy meletakkan perasaan yang sama pada perempuan jelas menjadikan si jangkung sedikit takut. Dan Yerin total mengerti. Entah seperti apa caranya, Yerin telah menebak sejak dulu bahwa mata sahabatnya tidak sepenuhnya hanya tertuju pada lelaki saja. Ada saat-saat dimana Joy sesungguhnya menatap perempuan dengan sorot melankolis, lebih dari sekedar teman, namun Joy malah tidak menyadarinya.

Kini ketika Joy mendeteksi sebuah emosi yang lebih serius dari sekedar kekaguman belaka, Ia menjadi gelisah; ragu akan aksi apa yang seharusnya Ia ambil selanjutnya dan mana yang tidak seharusnya Ia lakukan.

"Uh... ya. Oke." Balas Joy akhirnya, dengan sedikit resah sebab ketahuan bahwa dirinya sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Yerin sempat menangkap melalui sudut matanya, pemadangan dimana Joy mengedarkan pandangannya secara liar seolah sedang memikirkan sesuatu dengan perasaan cemas. Nyatanya kaingintahuan Yerin terjawab di detik selanjutnya dimana Joy tahu-tahu menghela nafas panjang; menyerah.

"Yer, aku merasa aneh." Sesungguhnya Yerin ingin melompat ke intinya dan memukul lengan Joy sambil berteriak bahwa menyukai Irene adalah hal yang sangat wajar. Yerin juga mungkin akan langsung menaruh rasa pada perempuan mungil itu jika dia tidak menampakkan wajah mengerikan berhias alis menukik tajam. Tapi Yerin tentu lebih dari sekedar mengerti bahwa melakukan hal tersebut bukanlah keputusan bijaksana. Membiarkan Joy membuka diri secara perlahan, di sisi lain, adalah sikap yang mungkin Joy sedang butuhkan saat ini.

"Aneh bagaimana?"

"Aku... Entah... aku seperti berjalan di jalur asing dan aku sedikit takut." Tangan Joy menyatu secara sendirinya; saling menggaruk dan mencubit satu sama lain sebagai pelampiasan kebingungan serta kegelisahan.

Lalu, mengetahui bahwa Yerin adalah sosok yang sangat mengerti Joy dan bahkan dapat mengetahui apa yang Joy sedang pikirkan hanya dengan menatap matanya, Joy tentu menghindari untuk bertemu tatap dengan perempuan berponi nan kini berputar di tempat duduknya agar dapat memandang Joy dengan lebih intens dan jelas.

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang