"Mau ke warung tteokbokki setelah ini?" Joy seketika mengangkat kepalanya ketika suara kecil nan lemah menelusup gendang telinganya. Dilihatnya Irene masih saja fokus menggoyangkan pupilnya dari kiri kekanan, meresapi tiap-tiap tulisan yang ada di hadapannya. Joy tidak bohong. Ia menjadi lebih suka dengan pemandangan Irene yang mengenakan kacamata bacanya. Terlihat lebih menggemaskan, pikir Joy. Belum lagi rambut yang diselipkan rapi ke belakang telinga, hanya membuat Irene terlihat jauh lebih muda dari usianya sebenarnya.
Irene tidak mengingkari janjinya untuk datang menemuinya lagi. Fakta tersebut membuat Joy menampilkan senyum kecilnya karena selain Irene menepati kata-katanya, Joy juga tidak tahu harus berbuat apa jika Irene tidak datang mengingat pembatas buku yang ada di tangan Irene merupakan bagian dari buku yang Ia pinjam selama satu minggu terakhir.
Ada rasa nyaman yang semakin terbangun seiring Ia meluangkan beberapa waktunya untuk sekedar menyapa, mengobrol singkat, atau bahkan menghampiri Irene ketika berada di area sekolah. Manalagi durasi yang keduanya habiskan diluar sekolah pun semakin bertambah; menjadikan Joy bukan lagi hanya merasa nyaman tapi juga aman serta tenang.
"Joy?" Namun ketika Irene mendongakkan kepala demi menuntut jawaban —menyadarkan Joy bahwa dirinya lagi-lagi tenggelam dalam pikirannya sendiri— Joy mendadak dikejutkan oleh reaksi tubuhnya yang sungguh sangat berbeda dengan minggu lalu.
Jantung yang berdetak tidak karuan hanya karena mata indah cemerlang Irene tahu-tahu bertemu pandang dengan miliknya, kedua tangan yang secara tidak sadar mengepal dengan bulu-bulu meremang, leher yang menegang, punggung nan seketika menegak, serta mata yang sedikit membelalak terkesiap. Joy merasa seakan-akan Ia baru saja diekspos secara terang-terangan bahwa Ia tengah memperhatikan Irene dengan begitu dalam dan intens.
Sampai sejauh ini Joy tidak pernah memikirkan kemungkinan adanya kesukaan terhadap perempuan. Namun begitu mengalami keadaan tersebut, Joy merasa bimbang akan apa yang sesungguhnya Ia rasakan ketika bersama Irene. Apakah Ia hanya menganggap Irene sebagai sahabat dekat ataukah sebenarnya hatinya sedang memberitahu hal lain?
"U—uh... O–oke, mari kita kesana nanti." Tutur Joy seraya mengembalikan sikapnya seperti semula seolah tidak terjadi apapun, meski sesungguhnya Ia sempat menangkap alis Irene yang diangkat keheranan.
Semoga saja Irene tidak melihat yang barusan.
***
Di siang hari yang cukup mendung, Solar dan Seohyun saling melontarkan lirikan. Irene menjadi alasan utama mengapa keduanya terlihat ragu-ragu untuk memulai percakapan dengan gadis ber-alis tegas tersebut. Sudah lebih dari 10 menit Irene membiarkan ujung pulpen di tangannya mengatung, tak kunjung menyentuh kertas kosong dibawahnya. Meskipun pada dasarnya mereka bertiga sangat jarang memperhatikan pelajaran manalagi mencatat materi, namun sangat aneh menyaksikan Irene yang malah memandang permukaan meja dengan mata kosong tanpa fokus. Seolah tubuhnya berada disana namun pikirannya melayang kemana-mana.
Jelas. Ada sebuah topik yang terbersit di pikiran keduanya terkait sikap Irene saat ini dan tanpa disebutkan pun barangkali mereka sudah dapat menebak bagaimana pembelaan Irene bagi orang yang mereka curigai sebagai dasar dari keanehan Irene. Solar dan Seohyun hanya tidak ingin Irene menyentuh titik terbawahnya lagi setelah sekian lama berusaha bangkit dari zona 'gelap' itu. Ditambah lagi, setelah Irene dan Joy semakin dekat, Solar dan Seohyun dapat mendeteksi mood Irene nan lebih sering ceria.
"Kau baik-baik saja, Rene? Junior itu mengusikmu?" Mulai Solar akhirnya, setelah menguras seluruh nyali yang Ia miliki. Sentuhan tangan Solar di pundak Irene pun malah balik mengejutkan dirinya sendiri sebab Irene tampak agak terperanjat karena aksi tersebut.
Butuh beberapa detik bagi Irene mengumpulkan kesadarannya kembali sebelum memberikan Solar jawaban layak, "Ah, tidak."
"Irene." Seohyun selalu menjadi yang paling tegas dan mudah terpancing. Irene dan Solar sendiri mengakui itu sehingga mereka jarang berani melawan Seohyun. Tepat seperti saat ini dimana Seohyun memutar tubuhnya untuk dapat menatap Irene dengan benar.
Nyatanya, mata Seohyun memang sangat mengintimidasi. Irene tidak memiliki cukup keberanian untuk sekedar diam atau berbohong. Sorot tajam Seohyun sangat kentara, tengah menuntut penjelasan rinci dari keanehan sikapnya kini. Dan mengetahui bahwa kedua sahabatnya begitu protektif menggunakan cara yang menggetarkan nyali, Irene lantas menarik nafas panjang; tahu bahwa Ia tidak memiliki pilihan lain selain mengungkapkan keadaan yang sesungguhnya.
"Aku merasa bahwa Joy menghindariku sejak dari pertemuan kami di perpustakaan 3 hari lalu." Irene diam. Menunggu tanggapan atau ijin untuk melanjutkan cerita selengkapnya. Tak mendapatkan reaksi apapun selain kerutan dahi dari kedua sosok di dekatnya, Irene lantas memutuskan untuk menyambung bagian dari narasinya.
"Entahlah. Bahkan ketika kami makan tteokbokki sepulang dari sana, dia sudah bersikap berbeda dengan segala ke-kaku-annya. Mendadak aku merasa dia menjadi jauh lagi seperti dulu ketika kita baru saling mengenal. Dia menjadi... aneh. Masih ditambah fakta bahwa dia menolak sekitar 3 ajakanku untuk kembali ke perpustakaan dalam 3 hari terakhir. Aku hanya... Apa mungkin aku melakukan kesalahan?"
Irene sungguh tidak mendapat apapun. Toh Ia tidak terlalu mengharap ocehan dari keduanya pula. Bahkan sepertinya Solar dan Seohyun terlalu tercengang mendengar penyataan Irene nan begitu dalam dan terdengar emosional. Nada bicaranya terdengar seolah-olah Ia begitu takut kehilangan Joy yang notabene-nya belum terlalu lama Ia kenal. Meskipun ada sececah keraguan untuk memastikan apakah yang ada di pikiran mereka berdua benar adanya, namun pada akhirnya suara Solar mewakili pendapat Seohyun juga.
"Kau... memiliki perasaan padanya?"
"What?"
"I know. Ini kesimpulan yang terlalu gegabah untuk diambil tapi kau benar-benar terdengar seperti tidak ingin jauh dari Joy." Solar mencoba menguatkan argumennya usai Irene tampak terkejut akan pertanyaannya. Kini hanya ada kegiatan saling tatap satu sama lain. Irene menyorotkan matanya pada Solar dengan satu alis terangkat, sementara Solar dan Seohyun sekedar memiringkan kepala; memohon sedikit petunjuk dari si empunya hati.
Pada akhirnya, Irene kalah. Hembusan nafas panjang menjadi pembukaan untuk kebimbangannya. Matanya menutup frustasi. Ia agaknya benci menilik kembali ke hatinya. Sebab ketika mengingat bahwa hari-harinya berubah semakin berwarna bersama Joy, memori masa lalu tentang kegembiraan yang sama bertahun-tahun lalu pun ikut mengambang; menyadarkannya bahwa Ia secara tidak sengaja telah melupakan mantan kekasihnya. Lantas pijatan di pelipis digunakan sebagai pelampiasan kekalutan.
"Aish... Fuck!"
"Hey. Hey, it's okay. Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Jika kau tidak yakin, pikirkan kembali. Take as much time as you need. Dan satu hal perlu kau camkan dalam hati dan pikiranmu adalah bahwa dia sudah baik-baik saja di atas sana. In fact, dia akan sangat senang melihatmu bisa tersenyum kembali." Seohyun mengambil alih suasana sembari meraih salah satu tangan Irene untuk digenggam erat sementara Solar mengusap tangan yang lain, Irene pun sedikit ditenangkan berkat mereka.
Mungkin mengambil jarak dari Joy serta waktu untuk berpikir tidak terlalu buruk.
***
Regards
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
JoyRene
FanfictionOneshot collection of Joy X Irene ‼️The whole writing here is based on my own imagination plus some inspiration from another story. But I never even once plagiarized anyone's work. If there are any similarities, I sincerely apologize.