It's Always Been You

122 15 1
                                    

Champagne di tangan kanan, gelang berlian di tangan kiri, pakaian yang harganya jutaan won, bar milik sendiri, bahkan sebuah unlimited black card di dompet tipis. Secara materi, Joy bisa dibilang telah memiliki segala hal yang diimpi-impikan wanita independen.

Tidak ada penjelasan lebih cocok akan mengapa mata Joy bertahan pada sepasang netra dari kawan di seberang mejanya, balik menatapnya pula tanpa goyah. Sudah beberapa menit mereka melakukannya.

Apakah ini salah? Ini salah, kan? Joy sendiri tak mampu menetapkan jawabannya.

Sementara seorang yang lebih ramping dengan mata monolid, sosok yang akan berdiri di pelaminan esok hari, berada di sisinya kini menunjukkan tanda-tanda bahwa dia sudah sampai pada limit alkoholnya, Joy malah tidak bisa melupakan perasaan yang seharusnya ditinggal di masa lalu.

Dua perempuan lain di sebelah Irene, Wendy dan adiknya bernama Yeri, juga sepertinya telah terlalu tenggelam dalam sensasi melayang atas soju yang begitu banyak.

Joy dan Irene masih bertahan. Tetap memilih untuk terus menyampaikan isi hati yang sesungguhnya melalui sorot mata saja.

Joy adalah seorang optimis. Dia telah menunjukkan ketertarikan, cintanya, pada Irene selama 4 tahun penuh. Di hari pengakuannya yang resmi, Irene sekedar berdiri disana, tidak membuka mulutnya sama sekali. Bahkan kala Joy memilih untuk berbalik dan meninggalkannya, Irene seolah telah mengjangkar kakinya, menetapkan hatinya; tidak mengejar maupun sekedar memanggil nama Joy.

Lalu masa-masa fresh graduate benar-benar seperti neraka. Joy tidak sekalipun melupakan perasaannya pada Irene meskipun keduanya tak lagi melihat satu sama lain. Tahun-tahun lainnya berlalu, dimana Joy bertemu Seulgi dalam prosesnya.

Dan ketika Joy telah sukses menjadi seorang CEO sebuah perusahaan startup nan semakin naik reputasinya, persiapan pernikahan Joy dengan Seulgi dimulai.

Tapi di waktu yang sama, Irene datang. Bersama sahabat barunya, Wendy dan Yeri. Dengan keadaan yang sepenuhnya baik-baik saja, sukses bahkan. Hampir melebihi dirinya sendiri.

Selagi Joy mengetahui bahwa Wendy ternyata juga teman dekat kuliah Seulgi dulunya, Joy juga menyadari informasi signifikan bahwa, well, Irene tidak pernah pergi dari hatinya. Ia hanya mempersilahkan Seulgi masuk ke ruang hati yang berbeda sementara Irene tetap di sisi lainnya.

Tanpa sadar, Joy selalu menunggu wanita mungil itu.

Jadi, melihat Irene secara langsung dengan penampilan yang jauh lebih meningkat, hati Joy sendiri seolah menampar logikanya.

Dia belum berpindah.

Ia berpikir, ini jelas salah. Menatap sosok lain di seberang layaknya sedang memandang cinta sejati sementara calon istrinya duduk sangat dekat, berdempetan, dengannya.

Mungkin Joy akan membatalkannya. Ia akan mengganti semua kerugian dari persiapan pernikahan ini karena Ia adalah figur yang bertanggung jawab. Ia tidak bisa menikahi Seulgi padahal batin membisikkan nama yang total berbeda.

Tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya, entah mengejar Irene lagi atau sekedar melanjutkan hidup tanpa menaruh hati pada siapapun mengingat Ia tak bisa melepaskan nama Irene nan tertanam dalam dirinya, Joy masih belum mempertimbangkan kemungkinannya.

Lantas ketika mata Joy maupun Irene memanas sebab mereka sama sekali tidak berkedip, membiarkan cairan berkumpul di permukaan untuk membasahi bola mata mereka nan semakin mengering, keduanya mengambil nafas panjang.

Yang tidak pernah Joy duga adalah ucapan Irene selanjutnya.

"Cancel it, please. Pernikahanmu." Mata Joy yang baru saja berkedip tentu langsung membulat sempurna.

Tidak ada komplain untuk Wendy dan Yeri yang menoleh cepat demi memeriksa, apakah Irene bercanda karena mabuk atau sungguh-sungguh. Mata yang masih belum juga berkedip, membiarkan bulir melapisi netra gelapnya dan memantulkan cahaya bar, telah menjadi bukti paling kuat bahwa Ia sangat, sangat serius.

Mendapatkan jawaban akan rasa penasarannya, anehnya, Wendy malah mengembalikan tatapan ke arah Seulgi yang kini telah berubah sepenuhnya sadar, lepas dari pengaruh alkohol.

Sorot mata keduanya, nyatanya tak berbeda jauh dari Joy maupun Irene. Gerakan Wendy disusul Irene sendiri. Joy sudah tidak bertanya-tanya apa yang akan Irene lakukan dengan tatapan nan dialihkan ke Seulgi.

Wanita monolid yang sama stabilnya secara finansial layaknya Joy, menggeser pandangannya sejenak dari Wendy ke Irene.

"Joy... adalah cinta pertamaku. Ini mungkin sangat tidak pantas but can I..." Irene sengaja menjeda hingga matanya kembali ke Joy yang pikirannya masih belum juga terjangkar. "Get her back? Aku merasa, aku tidak akan bisa melanjutkan hari-hariku tanpa mencoba mendapatkannya kembali."

Sebuah jeda muncul dan kepala Joy reflek menunduk kala Ia mendengar hembusan nafas panjang dari sebelahnya. Tentu saja. Perkembangan perasaan dari yang total asing hingga benar-benar nyaman antara dirinya dan Seulgi menghabiskan kurang lebih 3 tahun sendiri.

Dan kini ketika mereka sudah hampir menginjak titik "permulaan" baru di kehidupan rumah tangga, Irene datang mengatakan sesuatu yang mungkin menjadi sebuah tusukan di dada serta tamparan menyinggung.

Joy tidak akan menyalahkan Seulgi bila setelah ini dia memutus kontak dengan Irene maupun Joy sendiri.

Tapi mungkin takdir selama ini memang mempermainkan kehidupan mereka karena alih-alih bentakan atau nada rendah penuh kebencian, Joy justru mendapatkan respon yang sama sekali tidak terduga.

"Aku... aku juga baru saja bertemu dengan cinta pertamaku, sayangnya. I'm so sorry Joy." Disusul sentuhan di punggung tangan Joy yang berubah menggenggamnya, Joy mengerti arti dari kalimat tersebut ketika Seulgi menatap Wendy sekilas sebelum kembali padanya.

"I'm... very very sorry. Tapi kita memang perlu membatalkan pernikahan ini."

Apa yang bisa Joy lakukan selain tersenyum lega tanpa memutus kontak mata dengan Seulgi? Ketika tahu bahwa batalnya pernikahan mereka tidak akan menimbulkan benci, dendam, ataupun luka bagi pihak manapun, mana mungkin Joy tidak dilegakan?

Menutup malam ini dengan mengecup pipi Seulgi cukup lama, Joy kemudian memeluk wanita itu. Erat.

"Terima kasih, eonni. Terima kasih banyak." Dan ditengahnya, Joy sempatkan untuk meluangkan lirikan bersama senyuman ke Irene yang kini ikut tersenyum lega.

'I love you. Maaf aku sangat terlambat.' Meskipun matanya sedikit buram tertutupi cairan nan semakin menebal, Joy tetap tidak akan bisa melewatkan satu kata pun yang lolos tanpa suara dari bibir tipis Irene.

' Meskipun matanya sedikit buram tertutupi cairan nan semakin menebal, Joy tetap tidak akan bisa melewatkan satu kata pun yang lolos tanpa suara dari bibir tipis Irene

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⬗⬗⬗

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang