We're A Team

133 9 5
                                    

Halo gaes, jadi ini request dari salah satu dari kalian. Genrenya bukan gxg tapi mother-daughter dimana Joy bakal jadi ibu dari 18-year-old high school student Irene.

This request is quite unique ya emang. Beda dari biasanya dan bikin aku nge-challenge diriku sendiri untuk bikin ceritanya make sense tapi tetep ada emosi yang masuk.

Semoga berhasil, happy reading everyone. Dan melalui ini aku juga mau bilang, kalo kalian mau ada request Joyrene boleh langsung dm. Tapi aku tetep ada pertimbangan ya, jadi nggak semua request aku acc.

#

Sebuah derap hak sepatu tinggi dari seorang wanita pebisnis seketika menggema di koridor sepi, menarik perhatian beberapa siswi dari kelas yang dilewatinya. Joy sama sekali tidak peduli lagi bila Ia menjadi pusat perhatian dari banyaknya pasang mata dibalik kaca jendela tiap-tiap ruang kelas.

Hal tersebut terbukti dari bagaimana Ia melangkah begitu yakin dengan dagu diangkat tinggi dan dada membusung bagai tak bersalah. Blazer hitam yang melengkapi rok span berwarna selaras menambah kesan superior dan kuat dari auranya.

Namun belum sampai ke tujuan akhirnya, Joy tahu-tahu menghentikan langkahnya. Kedua kaki terletak sejajar, tangan mencengkeram pegangan tas kecil seharga selangit-nya semakin erat.

Mata perlahan bergeser bersama kepala nan menoleh hanya demi mendapati sebuah motor besar layaknya milik lelaki kaya arogan, terparkir tak beraturan di tempat parkir staff dan guru. Berada dalam jajaran mobil-mobil sederhana mereka.

"Anak nakal itu..." gumamnya, tak melewatkan kesempatan untuk menekan kuku-kuku panjangnya ke telapaknya sendiri. Sepertinya nantinya akan menimbulkan bekas yang tak bisa langsung hilang, tapi sekali lagi, Joy sungguh sudah tak peduli lagi.

Dia hanya melanjutkan langkah besarnya yang cepat namun tetap terkesan elegan itu, kemudian berhenti tepat di dua pintu kayu tertutup dengan sebuah tag penanda 'ruang kepala sekolah' diatasnya. Dua tarikan dan helaan nafas Joy lakukan. Antara mempersiapkan diri untuk mendengar apapun yang telah anaknya lakukan, atau mungkin juga menahan diri agar tidak melewati batasnya sendiri.

Tok tok tok!

Ketukannya terdengar bersih dengan jeda yang persis sama antara satu dengan yang lain. Hingga suara teredam dari sisi dalam terdengar mempersilahkan dirinya untuk masuk, Joy kemudian mendorong salah satu pintu hingga terbuka.

Disana, anaknya —Irene— terduduk diam dengan alis menukik emosi di salah satu sofa. Bapak kepala sekolah disisinya. Sementara diseberangnya terdapat seorang ibu dengan pakaian kerja nan terlihat tak jauh berbeda dari Joy sendiri, menyebelahi seorang lelaki dengan luka di sudut bibir dan pelipis, menatap Irene tak henti dengan wajah dengki.

Not this again. Batin Joy berbisik. Ia muak dengan masalah yang sama lagi dan lagi. Mungkin memang seharusnya Ia tidak memperbolehkan Irene untuk mengambil kursus bela diri. Ini semua malah menambah kesibukan dalam jadwal padatnya sebab Ia harus terus mengurus semua bekas kegaduhan Irene.

Ini tidak seperti dirinya menyalahkan Irene dengan keras. Joy tahu Irene lebih dewasa dari yang orang-orang pikirkan. Jadi Joy hanya menganggap remaja 17 tahun itu seorang vigilante muda yang membela keadilan dengan caranya sendiri.

Tapi mungkin seharusnya Joy tidak membiarkannya dari awal.

"Silahkan duduk, Ms. Park." Bapak kepala sekolah berdiri, memberikan ruang kosong disisi Irene bagi Joy yang tentu saja langsung diterima oleh wanita jangkung tersebut tanpa membuang waktu. Toh waktunya sudah banyak terbuang hanya dengan datang ke sekolah ini lagi dan lagi, Ia tak perlu menjadi orang tua pembelot yang malah terkesan mengulur-ulur waktu.

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang