Come The Light [Pt. 2]

139 18 1
                                    

.

• TW // Sexual Assault •

.


"Dude?" Kepala Joy yang awalnya menunduk sontak terdongak kala suara nyaring sahabatnya tahu-tahu menelusup telinganya. Dilihatnya Wendy sudah dengan lancang menutup pintu ruangannya di detik Joy memperhatikan perempuan berambut sebahu tersebut.

Masalahnya Joy tahu apa yang ingin Wendy bahas kali ini berdasarkan telapaktangan menengadahnya nan seolah menuntut penjelasan. Belum lagi ekspresi tidak terima yang dilebih-lebihkan dari pihak dengan tinggi pas-pasan itu hanya menjadikan Joy lebih ingin untuk kembali fokus pada berkas-berkas di hadapannya.

"So, just like that? Kau tidak akan menjelaskan sama sekali?"

"Apa yang harus dibicarakan, Wen? Aku pulang malam saat itu, aku melihat dia, dan aku... well, aku khawatir mengingat tragedi yang dia alami tidak begitu bersahabat dengan kata 'gelap dan sepi'." Meskipun Joy tahu kemana arah pembicaraan Wendy, namun Ia memilih untuk tetap di zona aman dengan menjabarkan penjelasan general-nya; tidak ingin terlalu spesifik dan menjurus.

Namun tentu saja, Wendy adalah Wendy yang akan terus bersikeras menggali hingga menemukan harta karun yang memang Ia cari-cari. Terlebih karena sosok yang Ia interogasi saat ini adalah sahabatnya, jadilah Ia tidak ragu-ragu untuk duduk di salah satu dari dua kursi berjejeran tepat di seberang meja kebesaran si jangkung. Sudah Joy tebak, Wendy juga tidak akan menghapus atau bahkan hanya mengurangi ekspresi ekstrim seolah Joy baru saja ditangkap polisi.

"One day? Fine. Kau kasihan. Bisa dipahami. Case closed. Tapi setiap hari dalam dua setengah bulan? Kau bercanda?! Aku juga mendengarmu beberapa menit lalu memanggilnya 'Irene' ketika kalian belum memasuki gedung." Lantas kalimat terakhir tersebut, beruntungnya, berhasil menyentak leher Joy untuk kembali terangkat sehingga Ia menatap Wendy, meskipun dengan alis mengerut bercampur mata terkejut.

"Tunggu. Dimana kau tadi?" Kali ini Joy sungguh meletakkan pulpen vintage kesayangannya tanpa kelembutan seperti biasa hanya demi Wendy yang mulai menampakkan senyum keberhasilan sebab pertahanan Joy perlahan retak.

Dan menyadari bahwa senyuman Wendy berkembang semakin lebar tanpa merasa perlu untuk menjawab pertanyaannya, Joy tahu bahwa dia sudah mengacaukan rencananya sendiri dalam merahasiakan apapun yang ada diantara dirinya dan Irene. Ia sudah masuk kedalam jebakan Wendy di detik Ia menengadahkan kepala sebagai respon atas celotehan Wendy.

"Shit." Umpat Joy tak ragu sembari mengangkat satu tangannya dengan pelan kemudian memijat pelipis dan menutup mata rapat-rapat.

"Jadi kau BENAR-BENAR memanggilnya dengan nama depan, didn't you?" Nyatanya gestur Joy dalam memijat kepalanya tidak menurunkan tekad Wendy untuk mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya. Perempuan berambut pirang tersebut malah semakin gencar menyudutkan Joy dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih menjurus.

"What? Kau pacarnya sekarang? Bodyguardnya? Come on... beri aku spoiler sedikit sajaaa..." Gerakan Wendy yang memajukan kursinya hingga kini begitu rapat dengan meja pun semakin menekan Joy sehingga Ia tak memiliki ruang untuk melarikan diri, terutama dari mata berbinar Wendy yang memaksanya untuk membeberkan situasinya kini.

"Huft... fine! Ini lebih seperti friend-bodyguard-nya? Entahlah, aku merasa tidak semata-mata sebagai bodyguard, tapi juga tidak sejauh itu untuk menjadi teman dekat Irene."

JoyReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang